NovelToon NovelToon
Hadiah Penantian

Hadiah Penantian

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter
Popularitas:374
Nilai: 5
Nama Author: Chocoday

Riyani Seraphina, gadis yang baru saja menginjak 24 tahun. Tinggal di kampung menjadikan usia sebagai patokan seorang gadis untuk menikah.

Sama halnya dengan Riyani, gadis itu berulang kali mendapat pertanyaan hingga menjadi sebuah beban di dalam pikirannya.

Di tengah penantiannya, semesta menghadirkan sosok laki-laki yang merubah pandangannya tentang cinta setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari cinta di masa lalunya.

"Mana ada laki-laki yang menyukai gadis gendut dan jelek kayak kamu!" pungkas seseorang di hadapan banyak orang.

Akankah kisah romansanya berjalan dengan baik?
Akankah penantiannya selama ini berbuah hasil?

Simak kisahnya di cerita ini yaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chocoday, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pasangan Yang Setara

"Astaghfirullah bang!! Emang pikiran ibu sepicik itu sama orang?"

"Bukan gitu bu. Cuman cewek yang lagi abang deketin ini dia pernah bilang sama orang lain kalau abang itu bisa dapetin cewek yang lebih baik dan lebih setara sama abang dalam hal pendidikan dan pekerjaan,"

"Menurut ibu gak gitu, ya kalau abangnya ngerasa cocok sama dia, ibu gak pernah masalah pendidikan dia sampai mana dan kerjaan dia apa. Lagipula kan anak perempuan gak diwajibkan untuk bekerja juga,"

"Setau abang sih dia lulusan SMA terus juga sekarang gak kerja, cuman bantu-bantu itu di rumah aja tapi sekarang dia lagi bantu-bantu ngajar di PAUD adit, bu. Dia juga katanya suka nulis cerita gitu di online web. Tapi abang belum cek sih baru tau," jelas Hanif pada ibunya.

"Kalau dari yang abang ceritain kayaknya keluarganya juga baik-baik terus juga kayaknya gak lanjut pendidikan bukan karena biaya kan?"

"Abang gak tau sih bu kalau itu, cuman kalau liat keluarganya emang dia dari keluarga yang cukup. Bahkan bapaknya juga kayaknya mengusahakan banget, mungkin karena anak bungsu terus anak perempuan satu-satunya juga,"

"Ibu malah jadi gak sabar pengen kenal sama dia,"

"Sabar bu. Anaknya masih deketin, masa langsung dikenalin ke orangtua, nanti dia kaget yang ada,"

"Iya deh iya. Oh iya bang, bulan depan di nikahan sepupu, kamu harus datang loh ya?"

"Iya ibu insyaallah,"

"Ya udah ibu tutup dulu ya!"

"Iya,"

Seusai menutup telepon dari ibunya, Hanif memilih untuk tidur seharian hingga ketukan dari Radit membangunkannya karena hari sudah mulai gelap.

Sedangkan di sisi Riyani,

Aku baru saja kembali setelah berjalan-jalan sore, tidak jauh hanya beberapa menit dari rumah karena sekalian mengenal lingkungan sekitar rumah abang.

Aku juga merasa jenuh karena seharian di rumah, makanya sedikit berolahraga mungkin bisa mengobati rasa jenuh karena sendirian di rumah juga.

Baru saja aku akan masuk ke rumah abang, pemilik rumah itu masuk dengan motornya yang cukup kotor karena debu jalanan.

"Abis dipake kemana sih motornya?" tanyaku, "kok kotor begini."

Abang menghela napasnya, "habis dari gunung."

"Ngapain ke gunung pake motor matic?" tanyaku lagi, "gak ada kerjaan banget."

"Justru karena kerjaan. Udah sana masakin makan malam aja ya! Abang mau nyuci motor dulu," pintanya membuatku mendecak lalu masuk dan masak makan malam.

"Arrrghhhhhh!!!!..... Abanggggg!!" Aku berteriak sekuat tenaga lalu kembali keluar dari rumahnya.

Abang malah tertawa ketika melihat wajah pucat dengan napas yang terengah-engah.

Aku menekuk wajahku kesal, "abang malah ngetawain."

"Ya lagian kenapa teriak-teriak, mana ini udah sore banget ai kamu," timpal abang.

"Ada tikus di dapur kamu. Pokoknya kalau belum dapet, aku gak mau masak," ucapku memilih masuk ke kamar setelahnya.

Abang menggelengkan kepalanya. Selepas mencuci motornya, ia harus menangkap tikus yang cukup besar juga di dapur.

Cukup lama bahkan sampai istrinya kembali, tikus itu baru saja tertangkap olehnya.

"Astaghfirullah!!!! Ini kenapa dapur aku jadi kayak begini?" teriaknya, padahal di luar sedang adzan isya.

Aku yang baru saja keluar dari kamar mandi, terkejut melihat wajah memerahnya karena dapur yang masih berantakan.

"Gak usah teriak-teriak Lia, tadi ada tikus di dapur. Jadi Aa yang tangkap tikusnya, makanya agak berantakan," jawab abang.

"Jadi kamu juga belum masak makan malam?" tanya Teteh ipar padaku.

Aku menggelengkan kepala, "baru masak nasi aja teh. Tadi keburu ada tikus," jawabku.

Teh lia terlihat kesal. Ia langsung masuk ke kamarnya dengan gerutuan yang masih terdengar olehku.

Orang pulang kerja harusnya udah siap makan malam.

Ini orang udah numpang gak tau diri.

Sama tikus aja takut.

Heran!!

Aku menunduk sedih, padahal aku tidak punya masalah apapun dengan teteh iparku selama ini. Aku juga tidak pernah meminta uang padanya, bahkan jika menginap saja aku tidak pernah ikut makan malam dengannya.

Omongannya cukup kejam, apalagi jika tidak ada abang di sisinya. Sepertinya aku sudah dijadikan pembantu yang bisa dimintai apapun olehnya.

Abang menepuk bahuku dengan lembutnya, "maaf ya kalau teteh kamu buat sakit hati!"

Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Setelah sholat isya, aku meminum obat lebih dulu lalu memasak makan malam untuk kita bertiga.

Teteh ipar kembali keluar setelah masakan tersaji di meja makan. Bahkan yang membantu menata piring saja itu abangku sendiri.

"Ini cuman masak ini aja?" tanya Teh Lia ketika masakannya hanya ada telur ceplok dan juga tahu goreng.

"Astaghfirullah Lia!! Kamu ini kenapa sih?" tanya abang, "tadi katanya pengen makan malam gak lama, sekarang masih juga protes karena masakannya cuman ini."

"Ya kan aku juga pengen makan enak a," timpal Teh Lia. Wanita itu dengan cepat masuk kembali ke kamarnya setelah mendorong kursi meja makan dengan kakinya.

Aku menoleh pada abang, "abang makan aja ya!! Kan udah capek kerja."

Abang menyimpulkan senyumannya, "maaf ya neng!"

"Gak apa-apa bang," jawabku dengan senyuman.

Makan malam sudah selesai dengan cepat, abang langsung masuk ke kamarnya. Sedangkan aku bersih-bersih piring kotor sembari menangis setelah menahannya sejak tadi.

Panggilan masuk dari bapak membuatku langsung masuk ke kamar setelah menyelesaikan semuanya.

"Assalamualaikum pak!"

"Waalaikumsalam neng. Gimana betah di sana?"

(Aku sempat terdiam mendengarnya)

"Neng?"

"Iya pak?"

"Kenapa? Kok ditanya malah diem,"

"Gak apa-apa. Barusan minum dulu obat,"

"Gimana kerjanya?"

"Seru pak. Lumayan banyak muridnya,"

"Iya pasti. Kamu jaga kesehatan, kalau ada apa-apa bilang sama bapak ya,"

"Iya pak. Pokoknya bapak sama mamah yang tenang aja di rumah, neng gak bakal kenapa-napa kok. Bakal jaga kesehatan juga,"

"Ya udah kalau gitu, ini udah malam. Mending tidur, jangan begadang ya! Bapak tutup teleponnya,"

"Iya pak,"

Hari kembali berganti, Aku berangkat lebih siang dari kemarin karena harus menjemur pakaian orang rumah lebih dulu.

Hanif yang baru saja sampai juga bersama Radit itu mengulas senyumannya padaku, "tau belum berangkat tadi diajak."

Aku hanya tersenyum mendengarnya.

"Selamat pagi bu guru cantik!" ungkap Radit dengan senyumannya.

Aku terkekeh lalu mencubit pipinya gemas, "manis banget sih. Selamat pagi juga Radit!"

"Om-nya gak disapa?" tanya Hanif membuatku menoleh padanya lalu terkekeh pelan.

"Selamat pagi Om-nya radit," ucapku.

Hanif mendecak dengan delikannya, "kok om-nya radit sih?"

Aku menahan senyuman mendengar protesnya, "selamat pagi Aa Hanif."

Hanif tersenyum malu mendengarnya, "selamat pagi neng!!"

"Oh iya, ini ada sesuatu buat kamu," ucapnya.

Aku mengernyitkan kening, "apa ini?"

"Itu dari kakak sepupu aku, katanya makasih karena udah kasih buku yang bagus banget buat Radit. Makanya dia tadi kasih bekal itu," jawab Hanif membuatku mengangguk paham.

"Padahal aku cuman niat beliin buku aja karena udah antar," ucapku.

"Ke aku gak ada niatan ngasih apa gitu?" tanya Hanif, "kan aku juga nganterin kamu kemarin."

Aku terkekeh mendengarnya, semakin mengenal Hanif—sikapnya sudah seperti anak kecil padaku.

"Mau dibeliin apa emangnya?" tanyaku, "tapi nanti kalau udah gajian aja ya?"

Hanif terkekeh mendengarnya, "gimana kalau temenin aku aja?" tanyanya.

"Temenin kemana?" tanyaku kebingungan.

1
Chocoday
Ceritanya dijamin santai tapi baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!