Nolan seorang sarjana fisioterapi yg memiliki mimpi menjadi seperti ayahnya seorang dokter hebat yg berhasil menyelamatkan banyak nyawa.
Tetapi dalam prosesnya banyak masalah muncul hingga akhirnya Nolan kehilangan kedua orang tuanya dan harus berjuang bertahan hidup bersama adiknya.
Disaat situasi yg putus asa, orang yg tidak pernah terpikirkan olehnya datang dan memberi secercah harapan.
Sebuah jalan baru yg memungkinkan Nolan untuk mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenjagaMalam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Perjalanan terakhir bag 1
Di sudut kamp, Nolan duduk berseberangan dengan Jasmine di atas batang kayu tua. Api unggun kecil di antara mereka menyala lembut, menghangatkan tangan dan menyinari wajah masing-masing.
“Dire Tomb…” gumam Jasmine sambil menatap bara api. “Misi terakhir sebelum kita kembali."
Nolan tidak langsung menjawab. Tatapannya tajam mengarah ke langit, seolah mencari jawaban di balik awan jingga.
“Apa kau tahu siapa saja yang akan ikut serta?” tanyanya akhirnya.
“Beberapa tim lain. Termasuk adventurer kelas A dan S dari kota-kota besar. Misi ini murni gabungan. Karena lokasinya terlalu berbahaya untuk tim kecil.”
Nolan mengangguk pelan, lalu menghela napas panjang.
“Ayo batalkan misi inj” katanya datar.
Jasmine terkejut. “Apa? Tapi ini—”
“Aku tahu,” potong Nolan. “Ini misi penting. Tapi terlalu banyak orang yg tak di kenal dan ada kemungkinan kita mendapat rekan yg hanya merepotkan saja.”
Jasmine terdiam. Dalam hati, ia tahu Nolan tidak asal bicara. Setiap saran dan peringatan darinya bukan tanpa dasar dan selalu terbukti. Walaupun mereka cukup dekat tapi bagi Jasmine, Nolan seperti lautan tanpa dasar.
Namun sebelum Jasmine mengungkapkan pendapatnya, suara langkah kaki mendekat. Arthur Leywin muncul dari balik pepohonan, wajahnya penuh semangat meski tubuhnya masih menyimpan kelelahan dari latihan siang tadi.
“Kalian membicarakan Dire Tomb?” tanya Arthur sambil duduk di samping Nolan.
Nolan mengangguk tanpa menoleh. Jasmine menatap Arthur, seolah meminta dia hati-hati dengan pembicaraan ini.
“Aku sudah memutuskan. Kita harus ikut,” ujar Arthur, mantap.
“Kau tahu konsekuensinya?” tanya Nolan, tenang.
Arthur tersenyum kecil. “Tentu saja. Tapi ini akan menjadi pengalaman penting sebelum kita kembali setelah dua tahun berpetualang. Kita akan belajar bekerja sama dengan orang luar, menilai strategi dalam kerumunan besar, dan—”
“Dan kau berpikir semua itu sepadan dengan risiko?” potong Nolan, suaranya tajam tapi tak meninggi.
Arthur menatap Nolan, lalu mengangguk. “Risiko itu selalu ada, Nolan. Tapi kita tidak bisa terus bermain aman. Dunia luar tak akan memberi kita pilihan mudah.”
Nolan mengalihkan pandangan ke api unggun. Dalam benaknya, nolan mengingat kembali cerita dalam novel yg mengisahkan tentang misi ini.
Ia melihat wajah-wajah yang akan mati. Jeritan mereka dan yang paling membekas Jasmine tergeletak, tubuhnya berdarah. Arthur, penuh luka, mencoba bertahan dari serangan sosok menyeramkan yang telah kehilangan akalnya.
Elderwood Guardian makhluk yang seharusnya menjaga kedamaian hutan, tapi telah bermutasi karena sihir korup dan lebih parah lagi, Lucas Wykes, pengkhianat tak tahu malu akan memperkeruh semuanya.
Namun dia tak bisa berkata apa-apa. Takdir memang harus terjadi, Nolan hanya bisa mempersiapkan langkah langkah pencegahan serta memanfaatkan situasi ini untuk kepentingannya sendiri.
Nolan menghela napas panjang. “Baiklah. Lakukan misi itu. Aku akan ikut....”
Arthur tersenyum lega, tak sadar makna tersembunyi dari kalimat itu. Jasmine tampak cemas, tapi ia tahu tidak akan bisa membujuk Nolan saat pikirannya sudah bulat.
Malam itu berlalu dengan percakapan-percakapan kecil. Tertawa, nostalgia, dan harapan tentang masa depan. Tapi di dalam tenda kecil miliknya, Jasmine perlahan melangkah masuk. Menyelam ke dalam selimut Nolan dan memeluk tubuh Nolan dengan erat.
"Jika tidak senang, aku bisa membatalkan misi ini."
"Apa yg Arthur katakan benar, kita tidak bisa bermain aman selamnya."
Jasmine masih merasa ada yg salah. Hatinya gelisah seakan sesuatu yg besar pasti akan terjadi tetapi dia tidak tahu harus mulai dari mana.
"Setelah ini bagaimana jika kita menikah?"
"Tidak apa apa menikah tapi aku belum siap memiliki seorang anak, aku masih ingin menjelajahi dunia ini bersama mu."
Jasmine mengangguk penuh semangat, kegelisahan di hatinya dengan cepat memudar di gantikan dengan perasaan bahagia. "Membesarkan seorang anak memang merepotkan, Alice dan Rey sudah membuktikannya. Berpetualang dan menikmati hidup terdengar lebih menyenangkan."
"Bagian mana yg menyenangkan bagi mu?" Nolan tersenyum jahat membuat Jasmine tersipu malu.
"Hal jahat yg sering kamu lakukan tapi aku ingin yg lebih jahat lagi." Bisik Jasmine sebelum kembali meringkuk di pelukan Nolan.
"Apa kamu yakin?" Nolan mempertegas yg di balas dengan anggukan ringan sambil meremas pinggang Nolan dengan kedua tangannya.
---
Matahari pagi perlahan terbit, suara burung mulai berkicau tetapi Arthur terlihat memiliki kantong mata besar di wajahnya. Dia menatap kesal ke arah Jasmine dan Nolan yg terlihat riang dan penuh tawa harmonis.
"Apa kalian tidak mempertimbangkan seorang anak di bawah umur saat kalian melakukan hal hal mesum di malam hari?" keluh Arthur yg membuat Nolan dan Jasmine kebingungan.
"Dimana anak anak? Apa kamu melihatnya?" Tanya Nolan pada Jasmine yg di balas dengan gelengan kepala.
"Entahlah, aku juga tidak melihatnya."
"Kalian...." Arthur semakin kesal melihat lelucon mereka berdua yg akhirnya membuat mereka berdua tertawa terbahak bahak.
"Nanti juga kamu akan mengalaminya bersama putri elf itu, siapa namanya? Tessia kah?"
"Jelas tidak mungkin." Arthur menjawab dengan tegas.
"Maka dia akan melakukannya dengan pria lain, apa kamu sanggup menerima fakta itu?" Nolan bertanya membuat Arthur ragu.
"Saat dewasa, adik mu juga akan melakukan hal yg sama. Apa kamu sudah siap mental untuk itu?"
"Langkahi dulu mayat ku." Arthur semakin gelisah.
"Jangan munafik dan jangan naif atau suatu hari nanti kamu akan kehilangan mereka satu persatu."
Baru saat itu Arthur terdiam.
"Jangan sok idealis atau bermoral jika ujung ujungnya kamu menyakiti orang orang yg peduli pada mu."
Kalimat itu seperti sebuah belati tajam yg menusuk jantung Arthur.
"Dengar Arthur.." Nolan tiba tiba bicara dengan nada serius. "Aku sudah membaca banyak cerita tentang seorang pahlawan, dari ratusan cerita mereka memiliki satu kesamaan. Apa kamu tahu apa itu?"
Arthur menggelengkan kepala dan Nolan kembali berkata. "Mereka mulai di sebut pahlawan setelah mengorbankan orang orang yg dia cintai dan yg peduli padanya demi orang lain yg tidak dia kenal."
"Dan musuh utama seorang pahlawan sering di sebut sebagai raja iblis yg juga memiliki satu kesamaan dengan raja iblis dalam cerita cerita lain."
"Dia di sebut raja iblis setelah dia berusaha melindungi orang orang yg dia cintai dengan semua yg dia miliki."
"Renungkan ini baik baik karena suatu hari nanti kamu harus memilih akan menjadi pahlawan atau raja iblis."