Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Curiga?
Kay mengirim pesan tersebut kemarin malam, tepat di saat Jia tengah tertidur lelap. Meski masih mengantuk, Jia mencoba untuk sadar dan berusaha duduk. Dia membaca kembali pesan yang Kay kirimkan padanya.
“What the ... yah, sebagian yang dia katakan memang benar, tetapi … untuk apa dia menjelaskan hal ini padaku?” Respon Jia kesal seraya meminum air putih, yang diambilnya dari meja nakasnya.
Jia tidak berniat untuk membalas pesan tersebut. Menurutnya, berbicara tatap muka lebih baik. Kemudian dengan cepat Jia mandi dan sarapan sebelum berangkat ke sekolah.
——
Tidak banyak hal yang terjadi di sekolah selain rumor tentang dirinya yang belum mereda. Jia mencoba untuk tidak peduli.
Baginya, sia-sia jika terus berfokus pada rumor receh. Menit demi menit dia lewati, tidak sabar menunggu jam istirahat, di mana dia harus bertemu Kay.
TENG!!!
Suara bel berbunyi tiga kali, pertanda bahwa istirahat akan dimulai. Jia dengan sabar menunggu semua teman sekelas keluar, termasuk Liel dan Nata. Saat dia mendapati Kay yang hendak beranjak pergi dari kelas, Jia segera menahannya.
“Hai, maaf tidak membalas pesan. Semalam … aku tertidur,” ucapnya seraya mengamati perubahan wajah Kay.
“Haii Jia! Ya, tidak apa-apa, aku hanya merasa tidak nyaman.” sahut Kay memperlihatkan rasa bersalah di wajahnya.
Jia menaikkan kedua alisnya. Dia merasa bahwa rasa bersalah yang di tunjukkan Kay kepadanya adalah palsu.
“Jangan seperti ini Kay, kamu dan Liel kan teman dekat. Lagipula … tidak terjadi apapun diantara kami,” pancing jia sembari menunggu jawaban Kay.
“Oh, benar kah? Baguslah, berarti kamu tahu batasanmu.” Ucapnya sembari tersenyum manis pada Jia.
“Hei, apa maksudmu??” Balas Jia sembari menahan langkah Kay.
“Tidak, lupakan saja apa yang baru kamu dengar, intinya kita semua baik-baik saja. Ini saran dariku … waspada lah, karena sepertinya yang mengincar Liel bukan hanya dirimu … ” Balasnya sambil berkedip genit, kemudian berlalu pergi.
Jia menatap kepergiannya. Satu hal yang pasti, dia mulai meragukan Kay. Wajah Kay terlihat begitu gembira saat tahu dirinya dan Liel tidak menjalin hubungan apapun, menambah kuat kecurigaan Jia padanya.
“Haaa … siapa lagi yang menyukai Liel selain aku? Apa menyukai Liel adalah suatu kesalahan?” bisik Jia pelan.
Akan tetapi, Jia takut kecurigaan dan kesimpulan yang terlalu cepat ini akan menyesatkannya. Jia tidak ingin terburu-buru sebelum mendapatkan bukti yang akurat.
“Sepertinya aku harus menemui Liel,” bisiknya lagi.
Meski situasi antara dirinya dan Liel sedang memanas, namun Jia tidak mampu lagi menjaga batas dengan Liel.
Dia segera pergi ke tempat di mana Liel biasanya bersembunyi, saat istirahat berlangsung, yaitu ruang musik.
——
Prediksi Jia benar. Pria yang sedang dicarinya berada di ruang musik. Dia terlihat sedang memegang gitar elektrik, tanpa memainkannya.
Namun, dia tidak sendiri, ada seorang wanita yang di hadapannya. Wanita dari kelas sebelah tersebut terlihat memberikan sebuah coklat kepada Liel. Meski Liel menanggapinya dengan dingin, tetap saja membuat Jia kesal.
Tanpa mengetuk pintu, pintu geser tersebut berdesir pelan, membuka jalan masuk ke ruangan musik. Jia masuk dengan keberanian yang tersisa. Dia bahkan berusaha kuat menurunkan ego dan menepis rasa canggung.
Seketika Liel dan wanita tersebut menoleh ke arah Jia dengan penuh tanda tanya. Meskipun dilanda rasa heran, Liel dengan wajah tenangnya menatap tajam Jia tanpa berkedip sedikit pun.
“Wah, itu coklat favoritku.” Seru Jia seraya mengambil dan memakan langsung coklat dari wanita tersebut.
Perempuan tersebut terlihat geram dan melontarkan kata-kata pedas pada Jia. “Wanita gila!! Kamu merusak semuanya!! Benar atau tidaknya rumor yang beredar, julukan wanita penggoda itu memang cocok untukmu!!”
Tanpa membela dirinya, Jia tersenyum sambil mengunyah coklat yang tersisa. “Bicaralah sepuasmu, aku akan senang mendengarnya.”
Merasa kalah dengan sikap santainya Jia, wanita tersebut melenggang pergi sambil memaki Jia tanpa henti.
“Hei, bagaimana Liel akan menerimamu jika perilakumu sekasar itu?” Ucapnya lagi seraya tersenyum tipis.
Wanita tersebut menatap tajam ke arahnya. Dia hanya mampu menggerakkan jari tengahnya untuk menghina Jia. Kini ruangan tersebut kembali hening, hanya tersisa Jia dan Liel di dalamnya.
“Ehem, Liel … ada yang ingin aku tanyakan padamu.”
Liel tidak menjawab. Meski berat hati, dia lebih memilih untuk diam, bahkan mengabaikan Jia dengan penuh usaha. Kemudian dia berdiri lalu memainkan gitar elektriknya.
Jia berbalik sejenak, membelakangi Liel, mencoba meninggalkan ruang musik. Namun, dia memutuskan untuk berbicara kembali.
Dia mematikan amplifier, yaitu sepiker gitar elektrik agar permainan Liel terhenti. “Aku tahu, aku tidak punya hak untuk bertanya hal ini, tetapi … apa ada yang tidak aku ketahui tentang hubunganmu dan Kay, selain sahabat?”
Liel segera menatapnya. Rahangnya mengeras, menahan emosi setelah mendengar perkataan Jia. “Serius, ini pertanyaanmu, setelah semua tindakan yang kamu lakukan tadi?”
Perasaan tidak nyaman yang muncul ditepisnya, Jia tanpa rasa ragu, berbicara kembali. “Jawab saja, si betina itu mengatakan sesuai yang aneh padaku, sehingga aku harus bertanya hal ini padamu.”
“Aku tidak perlu menjawab lagi, bukan kah kita sudah memutuskan untuk tidak saling peduli?”
Alis Jia seketika mengkerut, tanda tidak setuju dengan apa yang Liel katakan. “Ya, keputusan yang kamu buat sendiri tanpa ada aku di dalamnya.”
Liel terdiam sejenak, lalu mengalihkan pandangannya dari Jia. Dia tahu, jika menatap Jia lebih lama lagi, pertahanannya akan runtuh. Liel segera menaruh gitar elektrik tersebut, kemudian berjalan menuju pintu keluar.
“Liel, berhenti disitu, jawab dulu pertanyaanku!”
“I’m speechless.” Jawabnya dengan bahasa inggris sambil menghentikan langkah kaki dan menoleh ke arah Jia.
Suara Jia bergetar karena menahan rasa marah. “Wah, kamu menyebalkan!! Baiklah, sekarang kita benar-benar tamat!!”
Liel tidak peduli. Dia membuka pintu ruang musik untuk segera keluar, berusaha menghindari amukan Jia.
Jia mengikuti Liel dengan kemarahan yang memuncak.
“Ok, I’m done with you!!”
Ucapan yang barusan Jia lontarkan terdengar oleh Doris yang menghampiri Liel. Dia berdiri di depan ruang musik, berhadapan langsung dengan Jia dan Liel.
“Selesai? Apa yang selesai Jia? Oh iya, Nata di mana? Aku tidak melihatnya?” ucap Doris dengan polosnya.
Tanpa menjawab Doris, Jia segera pergi dari hadapan mereka. Hatinya begitu sakit saat Liel mengabaikannya. Rasa sakit yang tidak bisa Jia jelaskan itu, melebihi dari rasa sakit saat melihat bias K-POP menikah.
——
Jia kembali ke kelas lebih cepat dari biasanya. Hanya ada dia tanpa ada orang lain. Jia diam membisu sambil merenung kembali, tindakan gila yang baru saja dilakukannya.
“Kamu kenapa? Kerasukan??” Ucap Nata yang membuyarkan lamunan Jia seraya memberikannya segelas es jeruk.
“Jangan konyol! Ah, terima kasih.” Ucap Jia sembari mengambil es tersebut dari tangan Nata.
“Hmmmpp … buahahahaha! Ada coklat menempel di gigimu! Haaa … berikan padaku jika masih ada … ” Ucap Nata sambil tertawa kehabisan napas.
Jia segera membuka kamera depan ponselnya untuk mengecek giginya. Kemudian dengan cepat dia membersihkan giginya dengan selembar tisu dan meminum habis es jeruk sampai habis.
“Aissshhh Sial! Dia melihat semuanya tetapi hanya diam? Sekarang aku benar-benar tidak punya wajah untuk berhadapan dengannya lagi!!” sahut Jia menahan rasa malu.
“Dia siapa?? Hei, mengapa kamu terlihat gelisah?” balas Nata dengan serius.
Jia menggigit bibir bawahnya. Dia seperti kehilangan akal saat ingin menjelaskan apa yang terjadi. Tidak pernah terbayangkan sedikit pun bahwa dirinya bisa mencurigai orang lain.
“Membisu lagi? Hebat. Ya sudah jika tidak ingin bercerita–“
“Eits, tunggu dulu! Aku tidak tahu apakah ini benar atau tidak, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu … jadi … apa kamu menyukai Liel?” Potong Jia seraya menarik lembut tangan Nata.
Seketika ruangan kelas menjadi hening. Pertanyaan bodoh yang keluar dari mulut Jia kemungkinan besar membuat Nata sangat tidak nyaman.
Kemudian Nata tertawa terbahak-bahak, seolah-olah pertanyaan Jia tidak berarti baginya. Kemudian Nata menghela napas seraya menjawab pertanyaan Jia.
“Iya, aku menyukainya.” Ucap Nata dengan wajah serius.
Mata Jia melebar. Tidak hanya mata, mulutnya pun ikut terbuka lebar. Bagaimana bisa Nata menusuknya dari belakang. Jika dipikirkan kembali, Nata bukanlah orang yang tega berbuat hal sehina itu terhadap Jia.
,, suka deh puny sahabat macam Nata