NovelToon NovelToon
Suami Pilihan Kakek

Suami Pilihan Kakek

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Nikahmuda / Teen School/College / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Alfiyah Mubarokah

"Ka-kakak mau apa?"
"Sudah kubilang, jaga sikapmu! Sekarang, jangan salahkan aku kalau aku harus memberimu pelajaran!"



Tak pernah terlintas dalam pikiran Nayla Zahira (17 tahun) bahwa dia akan menikah di usia belia, apalagi saat masih duduk di bangku SMA. Tapi apa daya, ketika sang kakek yang sedang terbaring sakit tiba-tiba memintanya menikah dengan pria pilihannya? Lelaki itu bernama Rayyan Alvaro Mahendra (25 tahun), seseorang yang sama sekali asing bagi Nayla. Yang lebih mengejutkan, Rayyan adalah guru baru di sekolahnya.

Lalu bagaimana kisah mereka akan berjalan? Mungkinkah perasaan itu tumbuh di antara mereka seiring waktu berjalan? Tak seorang pun tahu jawabannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21Jadilah Istriku Sepenuhnya

"Sudah sampai Mbak."

Suara sopir taksi yang parau memecah lamunan Nayla. Gadis itu mendongak, menatap wajah sopir yang terlihat kelelahan namun tetap ramah. Lalu ia menoleh ke samping kiri, memandang ke luar jendela. Sebuah restoran berdinding kaca dengan lampu-lampu hangat menyala tampak cukup ramai, riuh rendah suara pengunjungnya terdengar sampai ke dalam mobil. Aroma masakan dari dapur restoran pun samar tercium saat pintu sedikit terbuka.

Nayla menarik napas, mencoba menguatkan hati. Ia membuka tas selempangnya yang lusuh namun bersih, mengeluarkan dompet kulit berwarna cokelat muda, lalu menyodorkan tiga lembar uang lima puluh ribuan pada sopir itu.

"Terima kasih Pak," ucapnya pelan sambil tersenyum tipis dan bersiap turun.

"Mbak kembaliannya," ujar sopir taksi itu sambil mengulurkan beberapa lembar uang kecil.

"Tidak usah Pak. Bapak ambil saja," balas Nayla, kali ini dengan senyum yang lebih tulus.

Sopir itu menatapnya, sedikit terkejut sekaligus tersentuh. "Terima kasih banyak Mbak. Semoga selalu bahagia dan dijauhkan dari marabahaya."

Nayla mengangguk kecil, "Aamiin, terima kasih juga Pak."

Udara sore yang sedikit lembap menyambut langkahnya ketika ia menutup pintu taksi. Lampu-lampu kuning di dalam restoran menciptakan suasana hangat. Nayla melangkah masuk, matanya menyapu ruangan dari meja ke meja, mencari sosok yang menjadi tujuannya.

Namun, belum menemukan ciri yang ia cari, Nayla meraih ponselnya dari saku rok. Jemarinya hampir menekan nomor di layar, ketika sebuah tepukan ringan di pundak membuatnya menoleh cepat.

"Hai," sapa seseorang dengan senyum ramah. Senyum yang sekilas membuat Nayla sedikit lupa tujuan awalnya.

Di sisi lain, Rayyan yang sejak tadi kebingungan karena kehilangan jejak Nayla, akhirnya tersenyum lega ketika melihat sebuah taksi yang ia kenali terparkir di tepi jalan. Mobil pribadinya segera ia arahkan untuk berhenti di belakang taksi tersebut. Begitu mesin mati, ia keluar cepat, langkahnya panjang-panjang.

Dengan gerakan spontan, ia membuka pintu taksi itu hingga membuat sopirnya tersentak. Namun, tatapan Rayyan kosong ketika mendapati kursi belakang sudah kosong.

"Nayla gak ada…" gumamnya dalam hati.

"Apa mungkin salah taksi?"

"Ada apa Mas?" tanya sopir itu, bingung.

"Maaf Pak. Apa tadi Anda membawa penumpang seorang gadis?" suara Rayyan terdengar terburu-buru.

Sopir itu mengerutkan dahi, mencoba mengingat. "Gadis yang seperti apa? Hari ini saya sudah bawa empat gadis berbeda."

Rayyan terdiam sejenak, lalu mengingat kembali penampilan Nayla ketika mereka sempat bertemu di lampu merah tadi. "Rambutnya terurai bajunya biru langit."

"Oh!" wajah sopir itu langsung berubah cerah.

"Gadis baik itu! Dia baru saja turun, masuk ke restoran itu."

Rayyan menoleh ke arah yang ditunjuk, dadanya terasa menghangat namun juga tegang. "Ingin bertemu siapa dia di sini?" gumamnya tak sadar.

"Terima kasih Pak," ujarnya sambil menunduk.

"Itu adik Mas ya?" tanya sopir itu iseng.

Rayyan tersenyum kikuk. "Istri saya Pak."

"Oh pantes kelihatan masih muda." Rayyan hanya tersenyum tipis sebelum melangkah pergi.

Begitu memasuki restoran, aroma masakan menyeruak ke hidungnya. Rayyan menelusuri setiap meja, namun sosok Nayla tak terlihat. Seorang pelayan berseragam putih menghampiri, tersenyum sopan.

"Saya mencari gadis berambut kepang, baju biru langit," jelas Rayyan sambil mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto Nayla.

Pelayan itu langsung mengangguk. "Oh dia tadi naik ke lantai dua bersama seorang perempuan."

"Terima kasih," balas Rayyan singkat, lalu melangkah naik.

Tangga menuju lantai dua terasa sempit dan sedikit berderit di beberapa anak tangga. Dari atas, ia melihat Nayla duduk membelakangi dirinya, bersama seorang perempuan berambut panjang yang baru berbalik arah dan saat wajah perempuan itu terlihat, mata Rayyan membesar.

"Rena…" batinnya tercekat. Mantan istrinya.

Langkah Rayyan melambat, bahkan berhenti sejenak. Namun ia kembali bergerak, memilih duduk di kursi kosong di belakang mereka. Jaraknya cukup dekat untuk mendengar percakapan tanpa terlalu mencolok.

"Terserah mau bilang apa tentang Kak Rayyan. Dia suami saya, dan apa pun yang kamu katakan tak akan mengubah itu," suara Nayla terdengar tegas.

"Masa lalu memang harus dilupakan."

Rena menyunggingkan senyum miring. "Bagaimana kalau dia belum melupakan masa lalu? Kami hampir punya anak walau tak jadi lahir."

Rayyan mengepalkan tangan di pangkuan, tubuhnya tegang, nyaris berdiri untuk membela Nayla. Namun ia menahan diri ketika mendengar jawaban istrinya.

"Kalau dia belum melupakan dia tak akan menikahi saya. Dan soal anak saya pun bisa memberinya. Jadi jangan ganggu pernikahan kami," ujar Nayla, nada suaranya dingin namun penuh keyakinan.

Ia lalu berdiri, meninggalkan Rena yang wajahnya memerah menahan amarah. Rayyan menghela napas lega sekaligus bangga ia tak menyangka Nayla setegar itu. Tanpa Ragu ia bangkit untuk menyusulnya.

Di luar restoran, udara sore mulai dingin. Nayla melangkah cepat, dadanya terasa sesak, pikirannya penuh gerutu.

"Sombong banget mentang-mentang mantan istri, seenaknya suruh gue lepasin Kak Rayyan!" ia mengomel pada diri sendiri.

Tiba-tiba, sebuah suara yang sangat ia kenal membuatnya berhenti di tempat.

"Siapa bilang istriku nggak seksi hmm?"

Nayla mematung, lalu berbalik perlahan. "Kak Rayyan…" gumamnya.

Rayyan mendekat, menaikkan satu alis. "Coba bilang siapa yang ngomong?"

"Bukan siapa-siapa," jawab Nayla cepat.

"Jangan bohong."

Nayla mendengus kesal. "Siapa lagi kalau bukan Rena, mantan istri Kak Rayyan!"

Rayyan tersenyum tipis, mendekat hingga jarak mereka hanya sejengkal. Ia berbisik, "Menurutku, kamu sangat seksi." Bisikan itu membuat bulu kuduk Nayla meremang dan pipinya panas.

Kini mereka sudah duduk di dalam mobil Rayyan. Awalnya Nayla menolak, bahkan sempat mundur dua langkah saat Rayyan mengajaknya. Namun pria itu dengan santai mengancam akan menggendongnya ke mobil jika ia tetap menolak. Akhirnya, demi menghindari tontonan orang, Nayla menurut.

"Kenapa Kakak ada di sini?" tanyanya sambil memandang keluar jendela.

"Tentu saja menjemput istriku," jawab Rayyan tanpa ragu.

Nayla berdehem, mencoba menutupi wajahnya yang mulai memerah.

"Kamu tau," lanjut Rayyan, nada suaranya pelan namun mengandung tekanan, "saya gak bisa tidur gara-gara kamu nggak pulang."

Nayla menoleh, membalas tatapan matanya. "Bukannya Kak Rayyan jalan sama perempuan lain dan bohong waktu ditanya istrinya?"

Senyum Rayyan melebar, namun bukan senyum menggampangkan ada rasa getir di sana. Ia mengangkat tangannya, menyentuh pipi Nayla, lalu menatapnya dalam.

"Bagaimana kalau di hatiku sudah terukir nama kamu?"

Nayla menahan napas, berusaha mencari kebohongan di mata pria itu. Namun yang ia temukan hanyalah ketulusan.

"Sejak pertama bertemu, hati saya sudah milik kamu," ucap Rayyan perlahan.

"Saya menikah bukan cuma untuk memenuhi wasiat kakek, tapi karena jatuh cinta pada pandangan pertama."

Nayla menelan ludah. "Bohong! Kalau suka, kenapa setuju waktu aku minta jangan sentuh sampai aku lulus?"

"Karena aku sayang," jawab Rayyan tegas. "Aku ingin kamu fokus menyelesaikan sekolah dulu."

Ia menarik napas sebelum melanjutkan, "Dan soal kemarin, aku hanya ingin meminta dia berhenti mengganggu kita."

Nayla memalingkan wajah. "Bilang saja takut aku tahu status Kakak yang duda."

Rayyan mengangguk tanpa menghindar. "Iya. Aku takut kamu ilfeel dan minta pisah."

Nayla menatapnya lekat-lekat. "Kalau mencintai, harusnya percaya sama aku."

"Itu karena aku takut kehilangan kamu," balas Rayyan, suaranya melembut.

"Kamu akan tetap mencintaiku kalau tau aku duda?"

Nayla terdiam, bibirnya sedikit terbuka namun tak ada kata keluar. Rayyan mengusap pipinya dengan lembut, jemarinya hangat di kulit Nayla.

"Aku sangat mencintai kamu. Tolong jangan tinggalkan aku."

Ia lalu mendekat, perlahan namun pasti, dan bibirnya menyentuh bibir Nayla. Ciuman itu singkat, namun cukup untuk membuat jantung Nayla berdebar kacau.

"Aku mencintaimu," bisik Rayyan begitu dekat.

"Jadilah istriku sepenuhnya."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!