(Mohon jangan boomlike) Pernikahan Zoya dan Zada yang sudah berjalan tiga tahun ini tampak rukun dan bahagia.
Namun siapa sangka, Zada yang tipekal suami setia tiba-tiba membawa pulang wanita lain ke rumah Zoya dan Zada.
Bagai tertusuk seribu sembilu, Zoya begitu kecewa dengan Zada yang diam-diam sudah menikah lagi tanpa persetujuan darinya.
Zoya meminta talak, namun Zada menolaknya. "Aku tidak akan pernah menjatuhkan talak untukmu. aku masih mencintaimu, Zoya." Begitulah alasan yang selalu terucap dari bibir suaminya.
"Tidak masalah aku di madu asalkan, aku tidak tinggal satu atap dengan maduku," lirih Zoya penuh luka dan nyeri di hatinya.
Biarlah Zoya menerima semuanya. Karena tanpa Zada ketahui, Zoya sedang mengandung anak yang selama ini di nanti-nantikan.
Biarlah Zoya menerima surganya, walau surga itu telah menorehkan luka dan lara yang mendalam.
Mampukah Zoya tetap bertahan ketika melihat suaminya bersanding dengan wanit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Oktafiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Tamu tak di undang
Peluh membasahi tubuh Zoya dan Zada saat penyatuan mereka sudah mendapatkan pelepasan. Zada mengecup setiap jengkal wajah Zoya dari pipi, kening, dagu, hidung dan berakhir di bibir ranum milik Zoya.
Zoya terpejam, bibirnya menyunggingkan senyum penuh rasa bahagia yang menggelora. Zadanya tidak pernah berubah. Zadanya tetap akan menjadi cintanya hingga Jannah.
Zada juga mengukir senyumnya dan mendekap tubuh Zoya agar merapat pada tubuhnya. Seakan belum cukup, Zada masih mengecupi puncak kepala Zoya beberapa kali untuk menyalurkan rasa cinta dan sayangnya.
Nafas keduanya masih terdengar menderu akibat sisa percintaan mereka. Tangan Zada bergerak untuk mengelus perut Zoya yang masih rata. "Apa kamu sudah periksa lagi?" tanya Zada lembut.
Zoya menggeleng. "Nanti akan aku periksakan lagi saat usianya sudah tiga bulan. Memangnya kenapa?" Zoya berucap dengan mata yang tak pernah lepas menatap mata suaminya. Zada membelai rambut Zoya yang sedikit berantakan hingga menutupi wajahnya. Zada menyelipkan anak rambut itu di lipatan telinga Zoya.
"Aku akan menemanimu untuk periksa. Aku ingin melihat langsung bagaimana perkembangan anak kita," Zada mengecup pipi Zoya beberapa kali hingga Zoya merasakan geli. "Geli, Maaas! Suka banget buat aku geli deh," kekeh Zoya merasa kegelian.
"Mau mandi sekarang?" tanya Zada yang sudah duduk sambil menutup tubuh bagian bawahnya. "Boleh deh, Mas. Tapi—"
Belum sempat Zoya melanjutkan ucapannya, Zada sudah menyela terlebih dahulu seakan tahu apa yang akan Zoya katakan selanjutnya. "Aku gendong." Setelah itu, Zada memakai celana boxernya. Kemudian, Zada berjalan ke kamar mandi untuk mengambil handuk.
Tidak berapa lama, Zada muncul dengan handuk di tangannya. Zada membantu Zoya untuk duduk, lalu Zada menyibak selimut hingga tubuh polos Zoya terekspos. "Jangan dilihat, Mas ... Aku malu ...." Mengabaikan ucapan Zoya, Zada segera melilitkan handuk di tubuh Zoya. Setelah itu, Zada membopong tubuh Zoya ala bridal style menuju kamar mandi.
Skip 🙈
Keesokan harinya, Zoya mengantarkan Zada sampai depan. Setelah menyalimi dan mencium punggung tangannya, seperti biasa, Zada balas mengecup telapak tangan Zoya.
Zoya tersenyum menatap mobil suaminya yang berjalan menjauh untuk mencari rezeki. Zoya menghela nafasnya panjang dan mulai melakukan aktifitasnya seperti biasa, yaitu membersihkan toko bunganya.
Sekitar setengah jam, Zoya selesai dari kegiatannya. Zoya berjalan menuju meja kasir untuk menunggu pelanggan datang.
Ting.
Bel berdenting menandakan ada pelanggan masuk. Zoya bersiap memasang senyumnya dan mengucapakan kalimat sambutan. "Selamat datang di Adhisty Florist."
"Assalamualaikum, Mbak Zoya." Sapaan lembut itu telah membuat Zoya mendongak. "Waalaikumsalam, Pak Zaky." jawab Zoya, menyunggingkan senyum tipis. Setelah di ceramahi panjang lebar oleh Zada, pikiran Zoya mulai terbuka untuk tidak sembarang menebar senyum terhadap lawan jenis.
Seperti biasa, Zaky bergegas menuju rak-rak untuk mengambil bunga mawar kuning. Tidak lupa, Zaky juga mengambil dua tangkai mawar merah. Kemudian, Zaky berjalan menuju kasir untuk membayarnya. "Ini, Mbak Zoya. Seperti biasa ya?" ucap Zaky ramah.
Zoya mengangguk dan bergegas menotalnya. Entah mengapa, Zoya tidak ingin berlama-lama dengan Zaky karena dirinya dan Zaky bukanlah mahram.
"Jadi lima puluh ribu, Pak,"
Dan seperti biasa, Zaky memberikan uang lebih dan dua tangkai bunga mawar merah. Zoya menatap dua benda itu dengan tatapan bersalah. "Maaf, Pak. Tapi saya nggak bisa terima lagi. Bagaimana pun juga, saya sudah bersuami. Dan tidak sepantasnya juga Pak Zaky memperlakukan saya seperti itu,"
Zaky langsung menarik kembali mawar merahnya. "Baiklah. Maaf jika perlakuan saya membuat Mbak Zoya tak nyaman. Ini uang yang pas, Mbak. Terima kasih," Zaky berucap dengan rikuh.
Zoya merasa tidak enak hati. Namun, Zoya harus tegas demi martabat dan kehormatannya sebagai seorang istri.
"Assalamualaikum, Mbak Zoya."
Setelah mengucapkan itu, Zaky keluar dari toko. Zoya menatap tak tega pada Zaky. "Waalaikumsalam."
Setelah kepergian Zaky cukup lama, pintunya berdenting lagi. Zoya mendongak untuk melihat siapa yang datang. "Assalamualaikum."
Betapa terkejutnya Zoya saat melihat mama dan papa mertuanya yang datang. "Mama? Papa? Kalian datang kesini? Harusnya aku yang datang mengunjungi kalian. Maafkan Zoya karena akhir-akhir ini sibuk," Zoya merasa bersalah dan tidak enak hati.
Mama mertuanya tersenyum. "Kenapa minta maaf? Mama sama papa memang sengaja mengunjungi kamu karena rindu dengan menantu kami," ucap bu Maya lembut. Dia berhambur memeluk Zoya. Ada rasa bersalah yang menelusup di hati bu Maya saat melihat Zoya yang sebagai istri pertama justru tinggal di luar rumah utama.
Bu Maya mengelus punggung Zoya lembut. "Ehem, ehem. Disini ada papa ya? Kalian lupa?" Suara pak Rama terdengar menginterupsi saat pelukan itu tak kunjung terlepas. Pak Rama juga ingin berbincang dengan menantu kesayangannya.
"Papa ... Bagaimana kabar, Papa? Maaf, Zoya belum sempat berkunjung ke rumah Papa lagi," ucap Zoya menunduk. "Huush ... Jangan bicara seperti itu. Kami sangat memahami perasaanmu, Nak."
Zoya tersenyum haru. "Kita masuk dulu ya, Pa, Ma." ajak Zoya sambil menarik tangan bu Maya lembut, agar mengikutinya menuju lantai atas. Keduanya pun mengekori Zoya.
"Zoya?" ucap bu Maya saat sudah duduk di sofa yang tersedia di lantai atas.
"Iya, Ma?"
Apa nggak sebaiknya kamu tinggal di rumah kamu? Masa iya kamu kalah sama perebut suamimu? Zoya, kamu harus lebih kuat dari perebut suamimu itu. Kalau tidak begitu, kamu bisa sepenuhnya kehilangan Zada. Itu berlaku jika kamu masih mau mempertahankan rumah tangga kamu. Mama cuma kasih saran saja. Keputusannya, biar kamu yang tentukan,"
Zoya tersenyum haru. Mama mertuanya memang sudah seperti mama kandungnya sendiri. Zoya bersyukur mempunyai ibu dan ayah mertua seperti bu Maya dan pak Rama. "Terima kasih, Ma. Aku senang banget Mama mau perhatian sama aku. Aku sayang Mama," ucap Zoya lalu memeluk bu Maya.
Bu Maya balas memeluk Zoya. "Zoya, pulanglah ke rumahmu. Itu tetap menjadi rumahmu. Kalaupun ada yang harus pergi, dia adalah wanita ular itu," ucap bu Maya menggebu-gebu.
"Istighfar, Ma. Mama nggak boleh ngomong begitu. Baik dan buruknya Ghaida, biar Allah yang menilai," ucap Zoya sama sekali tidak ada keinginan untuk menjelekkan nama Ghaida di hadapan mertuanya.
Bukankah sesama wanita baiknya tidak merendahkan wanita lainnya?
Zaman sekarang sudah marak terjadi. Kebanyakan yang merendahkan seorang wanita adalah dari kaum wanita itu sendiri.
"Assalamualaikum." Sapaan salam itu berhasil membuat tiga orang itu tersentak dan menatap ke arah sumber suara. Ketiganya sama terkejut dengan kedatangan tamu tak di undang itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
kira-kira siapa yang datang nih?😋
maaf ya, aku telat update karena ada urusan seharian ini🙈
jangan lupa, like, komen, vote, dan kasih hadiah semampu kalian ya😍
dukungan kalian akan sangat berarti untuk othor😘
terima kasih yang masih setia baca dan menemani othor😘
terima kasih juga atas dukungan yang selalu kalian berikan.
aku terhura😭