JURUS TERAKHIR TUANKU/ TUANGKU
Ribuan tahun lamanya, daratan Xianwu mengenal satu hukum: kekuasaan dipegang oleh pemilik teknik bela diri pamungkas.
Tuanku —seorang pewaris klan kuno yang tersisa—telah hidup dalam bayang-bayang kehancuran. Ia tidak memiliki bakat kultivasi, tubuhnya lemah, dan nyaris menjadi sampah di mata dunia persilatan.
Namun, saat desakan musuh mencapai puncaknya, sebuah gulungan usang terbuka di hadapannya. Gulungan itu hanya berisi satu teknik, satu gerakan mematikan yang diwariskan dari para pendahulu: "Jurus Terakhir Tuanku".
Jurus ini bukan tentang kekuatan, melainkan tentang pengorbanan, rahasia alam semesta, dan harga yang harus dibayar untuk menjadi yang terkuat.
Mampukah Tuanku, dengan satu jurus misterius itu, mengubah takdirnya, membalaskan dendam klannya, dan berdiri sebagai Tuanku yang baru di bawah langit Xianwu?
Ikuti kisah tentang warisan terlarang, kehormatan yang direbut kembali, dan satu jurus yang mampu menghancurkan seluruh dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
NOVEL: JURUS TERAKHIR TUANKU
BAB 2: MEMBANGKITKAN AKAR YANG MATI DAN SUMPAH KEGELAPAN
1. Kehidupan Kedua yang Dingin
Pangeran Sultan Sati terbangun oleh rasa sakit yang menusuk, tetapi bukan rasa sakit dari ledakan yang seharusnya merenggut nyawanya. Rasa sakit itu berasal dari dada kirinya. Ia membuka mata. Langit kelabu di atas Lembah Siluman masih sama suramnya, namun hari telah berganti. Matahari sudah jauh di atas cakrawala, sinarnya yang samar menembus lapisan kabut.
Ia beringsut duduk. Batu giok putih itu kini tertanam sepenuhnya di dadanya, seperti lencana yang menyedihkan. Permukaannya dingin membeku, mengirimkan hawa dingin yang perlahan menyebar ke seluruh tubuhnya. Itu bukan rasa dingin biasa; itu adalah kedinginan yang menusuk tulang, yang seolah-olah membekukan darah dan meredupkan nyala api kehidupan.
Di sampingnya, tubuh Lin Kai telah mendingin. Pangeran Sultan Sati duduk di sana untuk waktu yang lama, memandangi wajah damai pria tua itu. Ia tidak lagi merasakan amarah yang membakar yang memberinya kekuatan Jurus Terakhir. Yang tersisa hanyalah kekosongan, kesedihan yang dalam, dan hawa dingin yang terus-menerus.
Ia adalah seorang Pangeran Sultan Sati. Ia tidak pernah menangis di depan publik, bahkan saat klan hancur. Tetapi melihat Lin Kai, satu-satunya keluarganya, satu-satunya orang yang memanggilnya 'Tuanku' dengan hormat yang tulus, air matanya menetes, bercampur dengan debu di pipinya.
"Lin Tua," bisiknya, suaranya parau dan lemah. "Kau tidak seharusnya mati untukku. Aku... aku seharusnya tidak selamat."
Ia meraih tongkat kayu tua Lin Kai. Itu adalah tongkat biasa, tetapi Pangeran Sultan Sati memperlakukannya seperti relik paling suci. Ia mulai menggali. Dengan tangan kosong dan sepotong reruntuhan yang tajam, ia menggali tanah keras Lembah Siluman, di samping Pilar Kemuliaan yang tersisa.
Butuh waktu berjam-jam. Pangeran Sultan Sati adalah manusia biasa. Setiap gerakan menguras tenaganya, dan hawa dingin dari batu giok itu membuatnya menggigil tanpa henti.
Akhirnya, dengan tubuh yang compang-camping dan seluruh tenaganya terkuras, ia menyelesaikan pemakaman Lin Kai. Ia menancapkan tongkat kayu itu sebagai nisan, dan berlutut.
"Aku bersumpah," ucapnya. Suaranya rendah dan serius, menggema di lembah yang sunyi itu. "Aku akan hidup, bukan sebagai pewaris yang pengecut, tetapi sebagai pedang pembalasan. Aku bersumpah, di hadapan debu leluhurku dan di atas makam pelayanku yang setia, bahwa Klan Naga Hitam akan membayar darah ini seribu kali lipat. Daratan Xianwu akan tahu bahwa Klan Pangeran Sultan Sati belum sepenuhnya mati."
Sumpah itu adalah api kecil di tengah hawa dingin.
Ia mencoba merasakan energinya. Tujuh tahun tanpa hasil. Kini, ia bisa merasakan sesuatu.
Itu adalah Qi. Bukan Qi yang lembut dan hangat yang digambarkan dalam buku-buku kuno. Ini adalah Qi yang dingin, berat, dan terasa asing—Qi dari Kutukan Jiwa.
Ia menyentuh batu giok di dadanya. Batu itu seolah-olah menjadi pompa, menarik energi kehidupan dari sekitarnya dan mengubahnya menjadi Qi dingin, yang kemudian dipaksa masuk ke dalam meridiannya yang layu.
Akar spiritualnya? Akar itu masih mati. Tetapi batu giok itu telah menciptakan jalan pintas, sebuah saluran paksa. Ia tidak bisa berkultivasi seperti yang lain, tetapi ia memiliki sumber energi. Jurus Terakhir Tuanku telah menghancurkan dan membangun kembali jalannya.
2. Kebangkitan Meridian 'Yin' Mutlak
Pangeran Sultan Sati menghabiskan sisa hari itu untuk memulihkan diri. Ia menyadari sebuah kenyataan yang mengerikan: kekuatan yang ia dapatkan adalah sebuah kutukan berlapis.
Pertama, kekuatan itu dingin. Qi dingin ini, yang oleh leluhurnya disebut Qi Yin Mutlak, menyebabkan rasa sakit yang terus-menerus dan melemahkan tubuhnya.
Kedua, ia tidak bisa mengendalikan kecepatan penyerapan Qi. Batu giok itu menyerap Qi dari lingkungan dengan kecepatan gila. Ia harus segera menyalurkannya melalui latihan, jika tidak, meridiannya akan membeku dan hancur.
Ketiga, ia tidak bisa membentuk Dan (Inti Kultivasi) normal. Qi-nya terlalu dingin dan destruktif. Jika ia mencoba membentuk Dan, intinya akan retak.
Ia harus beradaptasi.
Pangeran Sultan Sati mengambil dua gulungan tipis yang diselamatkan Lin Kai dari reruntuhan perpustakaan—sebuah buku tentang teknik pernapasan dasar dan sebuah catatan kuno tentang teori Meridian.
Ia mulai mengamati Qi-nya. Qi Yin Mutlak ini, meskipun dingin, ternyata sangat murni dan padat. Ia memutuskan untuk menggunakan Qi ini bukan untuk berkultivasi, tetapi untuk memaksakan pembukaan titik-titik meridian yang selama ini tertutup karena tidak adanya Akar Spiritual.
Meridian adalah saluran energi di tubuh. Tanpa Akar Spiritual, saluran ini tidak aktif. Dengan Jurus Terakhir, kini ia memiliki kunci paksa.
Ia mulai dengan Meridian Utama lengan kanannya. Ia mendorong Qi dingin ke dalamnya.
Rasa sakitnya seperti sepuluh ribu jarum es menusuk sekaligus. Ia menggigit bibirnya hingga berdarah, tetapi ia terus mendorong.
KRACK!
Setelah satu jam penderitaan, sebuah suara retakan terdengar di dalam tubuhnya. Meridian itu terbuka, terlapisi es dari Qi Yin Mutlak.
Malam itu, Pangeran Sultan Sati berhasil membuka tiga Meridian minor. Ketika ia selesai, ia berada dalam genangan keringat dingin, tetapi ada kegembiraan yang suram. Ia kini adalah seorang kultivator tingkat rendah, tetapi dengan Qi yang jauh lebih murni daripada banyak master.
Ia memejamkan mata dan menarik napas. Alih-alih menarik Qi dari luar, ia merasakan batu giok di dadanya memompa. Ini adalah metode kultivasi terbalik: menggunakan relik sebagai inti, bukan tubuhnya sendiri.
Ia tahu, jika ia bertemu kultivator normal, ia akan mudah kalah. Tekniknya masih dasar. Namun, ia memiliki potensi yang tak terbatas.
3. Pertemuan di Jurang Terlupakan
Tiga hari setelah pemakaman Lin Kai, Pangeran Sultan Sati memutuskan untuk meninggalkan Lembah Siluman. Ia tidak bisa lagi berkeliaran di sana. Ia harus mencari tempat yang penuh Qi untuk memberi makan batu gioknya dan tempat yang sunyi untuk berlatih.
Tujuannya: Pegunungan Tanduk Naga, tempat Biara Kunlun.
Ia berjalan ke arah Pegunungan, membawa tongkat Lin Kai dan ransel kecil berisi bubur jagung kering. Ia sengaja menghindari jalan besar, melewati hutan yang jarang dilalui.
Pada hari kelima perjalanannya, ia sampai di sebuah jurang yang disebut Jurang Terlupakan, sebuah lokasi terpencil yang kabarnya dihuni oleh binatang buas tingkat rendah. Di sana, Qi-nya terasa sangat kental—surga bagi batu giok di dadanya.
Ia berhenti di tepi sungai kecil yang mengalir ke Jurang. Saat mengisi air, ia mendengar suara pertempuran. Suara pedang beradu, jeritan manusia, dan raungan binatang buas.
Ia merangkak ke balik semak-semak.
Di tengah padang rumput yang terbuka, sekelompok kecil kultivator (sekitar lima orang) sedang diserang oleh seekor Serigala Tanduk Besi—binatang buas tingkat tiga yang kuat. Serigala itu berukuran seekor kerbau, kulitnya sekeras baja, dan tanduknya tajam.
Kelompok itu dipimpin oleh seorang gadis muda dengan jubah berwarna ungu, usianya tidak jauh dari Pangeran Sultan Sati. Wajahnya cantik tetapi pucat karena ketakutan dan kelelahan. Dia adalah satu-satunya di antara mereka yang menunjukkan tingkat kultivasi yang tinggi, mungkin di tingkat Master Kultivasi Awal.
"Tahan formasi! Kita harus mundur ke Jurang!" teriak gadis itu.
Tiga dari lima kultivator di pihaknya sudah terluka parah. Serigala itu terlalu kuat dan terlalu cepat.
"Nona Muda, kita tidak akan berhasil!" kata salah satu pengawalnya, terengah-engah.
Tiba-tiba, Serigala Tanduk Besi itu melompat, mengincar gadis berjubah ungu. Gadis itu menutup matanya, bersiap menerima kematian.
Aku harus bergerak, batin Pangeran Sultan Sati.
Bukan karena ia pahlawan. Ia tahu, jika mereka mati, ia akan menjadi target Serigala Tanduk Besi itu selanjutnya, dan ia masih terlalu lemah untuk melawan binatang buas tingkat tiga.
Pangeran Sultan Sati bertindak. Ia tidak mengeluarkan pedang. Ia mengambil dua buah batu seukuran kepalan tangan dari tanah.
Ia mendorong Qi Yin Mutlak ke dalam kedua batu itu. Qi dingin itu menyerap ke dalam batu, membuatnya dingin membeku. Ini adalah aplikasi pertama Jurus Terakhirnya: Penggunaan Qi paksa tanpa teknik.
Dengan kekuatan yang baru, Pangeran Sultan Sati melemparkan kedua batu itu dengan kecepatan tinggi. Ia mengincar dua titik vital: mata dan telinga Serigala.
Dua suara TAK! yang keras terdengar hampir bersamaan.
Serigala Tanduk Besi itu sedang di udara. Batu pertama menghantam mata kirinya. Batu kedua menghantam telinga kanannya. Qi Yin Mutlak yang terkandung di dalam batu itu tidak melukai secara fisik, tetapi energi dingin itu seketika melumpuhkan sistem saraf di area tersebut.
Serigala itu mengeluarkan raungan kesakitan yang memekakkan telinga. Ia kehilangan keseimbangan di udara dan jatuh ke tanah dengan dentuman keras.
Gadis berjubah ungu membuka matanya, terkejut melihat binatang buas itu tersungkur.
Pangeran Sultan Sati, tahu ini adalah satu-satunya kesempatannya, berteriak, "Sekarang! Sasar tanduknya! Itu adalah intinya!"
Gadis itu tidak ragu. Meskipun terkejut dengan munculnya Pangeran Sultan Sati, insting kultivasinya lebih kuat. Ia memfokuskan sisa Qi-nya pada pedangnya dan menusukkannya ke pangkal tanduk Serigala yang jatuh.
KRING!
Pedang itu berhasil menembus kulit yang keras, dan energi kehidupan Serigala itu seketika meredup. Binatang buas itu menggeliat sebentar, lalu mati.
Gadis berjubah ungu itu berdiri, terengah-engah, dan menoleh ke arah semak-semak.
Pangeran Sultan Sati keluar. Ia terlihat kurus, compang-camping, dan wajahnya pucat karena kelelahan setelah menggunakan Qi paksa itu.
4. Janji Emas dan Kutukan Baru
"Siapa kau?" tanya gadis itu, suaranya dipenuhi kewaspadaan. Ia melihat Pangeran Sultan Sati. Pria ini tidak terlihat seperti kultivator. Ia tidak memiliki aura yang stabil. Tetapi ia melemparkan batu dengan kekuatan yang luar biasa.
"Aku seorang pengembara," jawab Pangeran Sultan Sati singkat, memasukkan tangannya ke jubah compang-campingnya untuk menyembunyikan batu giok di dadanya. "Aku hanya lewat dan tidak ingin menjadi makan malam."
Gadis itu memberi isyarat kepada pengawalnya yang terluka untuk merawat luka-lukanya. "Nama saya Putri Liandra dari Klan Pedang Abadi. Terima kasih atas bantuan Anda, Tuan. Jika bukan karena peringatan Anda, saya sudah mati."
"Putri?" Pangeran Sultan Sati mengangkat alisnya sedikit. Klan Pedang Abadi adalah salah satu klan terkuat di Daratan Xianwu, bersaing ketat dengan Klan Naga Hitam.
"Ya. Kami sedang dalam misi penting. Bolehkah saya tahu nama Anda, Tuan?" desak Putri Liandra, matanya yang indah menyelidiki.
Pangeran Sultan Sati ragu-ragu. Memberi tahu namanya berarti mengungkapkan siapa dirinya.
"Panggil saja aku Sati," jawabnya, memilih nama depannya. Ia harus tetap anonim.
Putri Liandra mengangguk. "Tuan Sati. Bantuan Anda sangat berharga. Saya akan memberikan hadiah yang pantas. Apa yang Anda inginkan? Teknik kultivasi? Emas? Batu spiritual?"
Pangeran Sultan Sati menatap mayat Serigala itu. Ia ingin batu spiritual, tetapi ia tidak bisa menerimanya sekarang. Itu akan menarik perhatian.
"Saya hanya ingin sebuah tempat aman untuk bersembunyi di Pegunungan Tanduk Naga, dan peta yang detail. Itu saja," katanya.
Putri Liandra tampak terkejut. "Hanya itu? Pegunungan Tanduk Naga sangat berbahaya. Mengapa Anda ingin pergi ke sana?"
"Saya mencari seorang tabib tua. Urusan pribadi," bohong Pangeran Sultan Sati dengan lancar.
Putri Liandra tersenyum. "Baiklah. Saya akan memberikan lebih. Kami kebetulan menuju ke sana.
Ikutlah bersama kami, Tuan Sati. Kami akan menjamin keamanan dan kerahasiaan Anda. Saya juga bisa memberi Anda token dari Klan Pedang Abadi—dengan itu, Anda akan dihormati di mana pun Anda berada."
Pangeran Sultan Sati berpikir sejenak. Jika ia sendirian, perjalanannya akan memakan waktu berbulan-bulan, dan ia rentan terhadap bahaya. Dengan Putri Liandra, ia akan mendapatkan perlindungan dan peta. Namun, ia tidak boleh sampai membuat Putri Liandra mengetahui rahasia batu gioknya.
"Saya menerima tawaran Anda, Putri Liandra," jawabnya. "Tapi saya akan berjalan di belakang. Saya tidak suka keramaian."
Putri Liandra tertawa kecil. "Sangat misterius. Baiklah, Tuan Sati. Selamat datang di tim kecil kami. Kami akan berangkat segera setelah kami membersihkan kekacauan ini."
Saat Putri Liandra berbalik untuk membantu pengawalnya, Pangeran Sultan Sati melihat ke tangannya. Telapak tangannya sedikit memerah. Qi Yin Mutlak itu kuat, tetapi tidak terkontrol, dan terlalu keras untuk tubuh manusianya. Ia harus menemukan cara untuk mengendalikan hawa dingin ini, atau ia akan mati bukan karena serangan, tetapi karena kelelahan Qi.
Ia menghela napas. Jalan di depannya penuh duri, dan ia harus berjalan di bawah bayangan kutukan.
5. Titik Balik di Gua Es
Perjalanan dengan Putri Liandra ternyata berjalan lebih lancar dari yang dibayangkan Pangeran Sultan Sati. Mereka adalah sekelompok kecil yang berhati-hati, bergerak cepat, dan Putri Liandra tidak banyak bertanya, menghormati kerahasiaan Pangeran Sultan Sati.
Dua minggu berlalu. Mereka semakin jauh memasuki Pegunungan Tanduk Naga. Malam semakin dingin, dan batu giok di dada Pangeran Sultan Sati semakin aktif menyerap Qi.
Malam itu, mereka berkemah di dekat Gua Es. Pangeran Sultan Sati duduk terpisah dari kelompok, berlatih teknik pernapasan dasar hanya untuk menyalurkan Qi Yin Mutlak yang berlebihan.
Tiba-tiba, ia merasakan sakit yang tak tertahankan. Tubuhnya mulai membiru. Qi Yin Mutlak berlebihan. Tanpa Akar Spiritual untuk menstabilkan dan Inti Kultivasi untuk menyimpan, Qi itu tidak punya tempat. Ia akan meledak dari dalam.
"Argh!" Pangeran Sultan Sati mengerang, terhuyung-huyung.
Putri Liandra, yang sedang bermeditasi di dekatnya, segera menyadari ada yang tidak beres. Ia berlari ke arahnya.
"Tuan Sati! Apa yang terjadi?"
Pangeran Sultan Sati tidak bisa berbicara. Ia menunjuk ke Gua Es. "Gua... Dingin... harus..."
Putri Liandra, seorang Master Kultivasi yang berpengalaman, langsung mengerti: Pangeran Sultan Sati mengalami penyimpangan Qi, dan anehnya, ia membutuhkan lingkungan yang lebih dingin.
"Ikuti aku!"
Mereka berlari ke Gua Es. Di dalamnya, hawa dingin yang menusuk tulang segera menyambut mereka. Putri Liandra segera menyalakan perisai Qi untuk melindungi dirinya dari suhu yang membekukan.
Tetapi Pangeran Sultan Sati, meskipun menggigil, merasakan lega. Qi Yin Mutlak-nya seolah-olah "menemukan rumah."
Ia duduk di atas sebongkah es. Hawa dingin luar dan hawa dingin dalam saling menyeimbangkan, memberikan jeda sesaat dari rasa sakit yang mematikan.
Putri Liandra memperhatikan keanehan ini, lalu melihat dada Pangeran Sultan Sati.
"Batu apa itu?" tanyanya, matanya melebar.
Batu giok putih itu, yang ditutupi oleh pakaiannya, kini bersinar samar di bawah tekanan Qi yang stabil.
Pangeran Sultan Sati tahu, rahasianya sudah terbuka sebagian. Ia tidak bisa berbohong lagi. "Itu adalah Relik Jiwa. Itu adalah satu-satunya alasan saya hidup dan satu-satunya alasan saya bisa berkultivasi."
Putri Liandra adalah seorang putri dari klan kultivasi tertua. Ia mengerti arti 'Relik Jiwa'. Relik yang memadukan jiwa, bukan hanya energi.
"Relik Jiwa hanya digunakan oleh kultivator tertinggi untuk menyimpan teknik yang sangat kuat... atau untuk menyelamatkan nyawa ketika Inti Kultivasi hancur," bisik Putri Liandra. "Teknik apa yang harus disimpan dengan cara ini, dan mengapa begitu dingin?"
Pangeran Sultan Sati menatapnya dengan mata yang serius. "Teknik yang terkutuk, Putri. Dan sekarang, saya yang terkutuk. Jika Anda takut, tinggalkan saya di sini."
Putri Liandra menggeleng. Ia adalah seorang wanita muda, tetapi tatapannya tegas. "Seorang Pangeran Sultan Sati diselamatkan oleh seorang pengembara.
Seorang pengembara diselamatkan oleh Putri Liandra. Kita terikat, Tuan Sati. Rahasiamu aman bersamaku."
"Tetapi ada satu hal yang harus Anda ketahui," kata Pangeran Sultan Sati. "Saya tidak memiliki Akar Spiritual. Saya adalah mayat hidup yang dikendalikan oleh batu ini. Kekuatan saya datang dengan kutukan: Saya tidak akan pernah memiliki kehidupan yang damai, dan saya akan selalu menjadi target Klan Naga Hitam.
Saya adalah pewaris terakhir Klan Pangeran Sultan Sati."
Putri Liandra tertegun. Klan Pangeran Sultan Sati. Nama yang menghilang tujuh tahun lalu. Klan yang dibantai karena Jurus Pamungkas.
"Jadi... Anda adalah... Pangeran Sultan Sati," katanya pelan.
Pangeran Sultan Sati mengangguk. "Ya. Dan Jurus Terakhir Tuanku kini ada di dada saya. Itu adalah kutukan yang membunuh para leluhur saya. Saya hanya berhasil menggunakannya sekali. Dan itu membunuh tiga Master Kultivasi Klan Naga Hitam."
Putri Liandra tersentak. Tiga Master Kultivasi. Itu adalah berita besar.
Ia duduk di samping Pangeran Sultan Sati. "Saya mengerti sekarang. Klan Naga Hitam akan mencari Anda sampai ke ujung dunia. Tetapi Jurus itu... bagaimana Anda mengendalikannya?"
"Saya tidak mengendalikannya. Saya hanya menyeimbangkan Qi-nya," jawab Pangeran Sultan Sati. "Saya perlu tahu bagaimana teknik kultivasi dapat digunakan tanpa Akar Spiritual, dengan Qi yang dingin dan destruktif ini. Saya tidak bisa berlatih teknik normal."
Putri Liandra berpikir keras. "Qi Yin Mutlak. Itu adalah Qi yang sangat langka, sering dianggap sebagai Qi kegelapan. Tidak ada teknik yang dapat mengatasinya, kecuali... teknik Transformasi Yin-Yang Balik."
"Apa itu?"
"Teknik yang dianggap hilang. Itu digunakan untuk mengubah energi dingin menjadi energi yang dapat dikontrol. Tapi itu sangat berbahaya, dan hanya bisa dilakukan di tempat dengan Qi yang sangat dingin—seperti gua ini."
Malam itu, di Gua Es, di bawah bayangan kutukan dan di hadapan seorang putri dari klan saingan, Pangeran Sultan Sati mulai mempelajari rahasia kultivasi terlarang. Ia tidak mencari kekuatan, tetapi keseimbangan. Ia tidak ingin menjadi pahlawan, tetapi hanya ingin bertahan hidup dan menuntut balas.
Di sana, di dalam gua es, Pangeran Sultan Sati memulai perjalanan kultivasi yang berbeda dari yang lain, sebuah perjalanan yang didasarkan pada hawa dingin, penderitaan, dan janji pembalasan yang mengerikan. Ia adalah naga yang lahir tanpa sayap, tetapi kini, ia memiliki api es di dadanya.
— AKHIR BAB 2 —