 
                            "Kamu selingkuh, Mas?" 
"Vina, Mas bisa jelaskan! Ini bukan seperti apa yang kamu lihat." 
"Bukan, terus apa? Kamu... kamu berciuman dengan perempuan itu, Mas. Terus itu apa namanya kalau bukan selingkuh?" 
***
"Vina, bukannya kamu mencintai, Mas?"
"Maaf! Aku sudah mati rasa, Mas." 
***
Vina, harus terpaksa pura-pura baik-baik saja setelah suaminya ketahuan selingkuh. Tapi, ia melakukan itu demi bisa lepas selamnya dari suaminya. 
Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkan, Vina tentu langsung melepaskan pria yang menjadi ayah dari anaknya. 
Kejam? Tindakan Dimas yang lebih kejam karena menghianati cinta sucinya. Padahal Vina selama menjadi istri tidak pernah menuntut apa-apa, ia selalu menjadi istri yang baik dan taat. Tapi ternyata ia malah diselingkuhin dengan mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iindwi_z, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bingung...
Tubuh Dimas mengeng mendengar itu, jadi itu asalnya istrinya terlihat kecewa padanya?
Dimas berdiri dari duduknya, niat hati ingin menghampiri istrinya. Tapi, Vina lebih dulu memberinya isyarat untuk duduk lagi.
"Duduk saja, Mas! Sarapan dulu, jangan buat suansa pagi tidak nyaman. Makanlah! Biar Agam makan dengan tenang," ujar Vina tenang. Tangannya dengan cekatan meletakkan nasi goreng, ada sosis juga beberapa telur ceplok. Karena perempuan itu tahu, kalau suaminya tidak akan cukup hanya satu telur. Tidak lupa, Vina juga menyediakan kopi kesukaan suaminya. Meksipun suasana hatinya tidak baik-baik saja, tapi Vina tahu tugas istri yang baik itu seperti apa.
Dimas mendadak gugup, kalau saja itu perempuan lain, mungkin sudah marah-marah. Bahkan ada juga yang sampai tidak mempedulikan suaminya. Tapi istrinya ini. Lihatlah, Vina bahkan masih menyiapkan sarapan dan kopi untuknya. Meski tidak ada senyum manis seperti biasanya. Itu lebih dari cukup.
Dimas yang tahu kesalahannya jadi dilanda kegelisahan. Bingung mau melepaskan Lara, atau meninggalkannya?
***
Sejak selesai sarapan, belum ada waktu untuk Dimas berbicara dengan istrinya itu. Setelah makan, Agam memintanya untuk menemaninya bermain. Dimas melakukan dengan senang hati, karena ia tahu satu bulan ini ia telah mengabaikan putranya.
Setelah bermain, Dimas melihat istrinya sedang menggosok baju. Ia ingin mendekat tapi ragu.
Karena tidak mungkin diam-diaman terus, Dimas akhirnya mendekat. tangannya mengambil satu baju yang belum disetrika istrinya. Dengan ragu Dimas membuka suara pelan. "Maaf... mas tahu Mas salah, mas sudah bohongi kamu. Tapi, Mas enggak selingkuh seperti apa yang kamu pikirkan kok."
Vina menghentikan pergerakannya, setrika ia matikan. Menatap wajah suaminya dengan sorot mata kecewa. "Apa? Enggak selingkuh? Terus apa itu namanya, Mas? Kamu pergi dengan perempuan lain, tidak izin sama istri kamu, kamu ketawa sama perempuan lain. Itu apa namanya? Teman, bergitu?" Vina tak habis pikir, bagaimana bisa suaminya bicara seperti itu.
"Iya teman, karena kalau selingkuh itu pasti melakukan perbuatan di luar batas. Tapi... Mas tidak melakukan itu, Mas..."
Vina langsung memotong ucapan Dimas dengan sinis. "Belum, Mas. Kamu belum sampai melakukan itu karena ketahuan aku. Bagaimana kalau aku enggak tahu? Mungkin kamu akan melakukan itu mas!"
Dimas menggenggam tangan Vina, ia merasa bersalah melihat perempuan yang dicintai meneteskan air mata. "Mas cuma kasihan sama dia. Mas, kasihan saat anaknya minta di ajak ke pasar malam, tapi enggak ada yang menemani."
Vina tentu terkekeh mendengar itu. Kasihan katanya? Padahal kemarin Agam juga meminta ditemani ke pasaran malam loh. "Kenapa harus kamu yang menemani? Emang kamu siapanya dia? Terus mana bapaknya? Kenapa enggak mintak bapaknya saja?"
"dia janda..." jawab Dimas dengan menunduk.
Ah jadi karena janda? Vina tidak sanggup menatap suaminya lagi. ia memilih melanjutkan kegiatannya, pikirannya masih kalut. ia tidak ingin sampai kelepasan. Malah mengeluarkan kata-kata kasar untuk suaminya itu.
Dimas diam, ia tahu istrinya itu pasti marah dan kecewa dengannya. tanpa ragu, Dimas langsung memeluknya dari belakang. "Maaf, maaf, Sayang. Mas minta maaf ya! Mas janji tidak akan buat kamu bersedih lagi. Mas janji tidak akan bertemu dengannya lagi."
Vina diam dengan tubuh bergetar, air matanya kembali turun semakin deras. "kamu tahu... kamu adalah rumah buat aku, Mas. cuma kamu dan Agam yang aku punya. kalau ada yang kurang dari aku, kamu bilang, kamu kasih tahu biar aku bisa introspeksi diri. biar aku bisa jadi istri yang baik versi kamu. jangan kamu mencari perempuan lain di luar sana. Aku enggak tahu bagaimana hidupku kalau kamu pergi dariku, Mas." Vina mengeluarkan semua yang ada di hatinya, bagaimana kegelisahannya. Berfikir kalau suaminya sudah bosan terhadapnya.
Dimas ikut menangis, memeluk tubuh istrinya semakin erat. Vina sama sekali tidak punya kekurangan apa-apa. Justru setelah mereka menikah kehidupan mereka jadi bahagia. Dimas yang diangkat jadi karyawan tetap, jadi punya rumah dan mobil.
"kamu enggak kurang apa-apa, maafkan mas ya! Mas janji tidak akan seperti itu lagi."
"Jangan temui dia lagi Mas, aku tidak suka."
"Iya, mas janji."
***
Satu bulan terlah berlalu, Dimas benar-benar kembali seperti sebelumnya. Pulangnya tepat waktu, Sabtu dan Minggu selalu ada di rumah. Mengajak istri dan anaknya jalan-jalan.
Vina tentu bahagia, ia bersyukur akan hal itu. Berharap kalau tidak akan ada godaan lagi dari wanita-wanita penggoda di luar sana.
Sedang tidak dengan Lara, perempuan itu tentunya marah saat diabaikan Dimas. Pesanannya, telponnya tidak pernah direspon. Bahkan, sekarang nomernya diblokir.
"Kamu tidak bisa pergi bergitu saja Dimas, kamu harus jadi milikku lagi. Kamu, sudah masuk dan tidak semudah itu kamu lepas dariku," gumam Lara, tersenyum sinis, merencanakan bagaimana agar bisa mendapatkan Dimas lagi.
Cepat atau lambat, Dimas harus menjadi miliknya.
***
Pagi itu Vina tersenyum dengan ceria, apalagi setelah mendapatkan kado dari suaminya. "Terima kasih ya, Mas."
Dimas mengangguk, tersenyum lembut sambil membelai pipi mulus istrinya itu. "Nanti Mas usahakan pulang tepat waktu, soalnya kamu tahu sendiri kalau akhir bulan bagaimana. Jadi, kalau telat kamu jangan sedih ya?" ujar Dimas, takut istrinya kepikiran lagi.
Vina menggeleng, bibirnya membentuk senyuman lebar. "Enggak apa-apa, kalau emang kamu enggak bisa pulang cepat, Sabtu aja kita makan di luarnya."
"Mana bisa begitu, kan ulang tahun kamu sekarang, Sayang."
"Yah, kan kamu sibuk."
Dimas menarik tubuh istrinya dalam pelukannya, menghujani wajahnya dengan ciuman, terakhir di bibir mereka saling melumat. Senyum terukir di bibir keduanya setelah ciuman mereka terlepas.
"Mas, akan usahakan pulang cepat, sekali lagi selamat ulang tahun dan I Love you..." bisik Dimas.
Vina merasa bahagia mendengar itu, hatinya menghangat. "I love you too..." balas Vina, kemudian mereka melanjutkan saling berpelukan, saat bibir mereka hampir bertemu lagi, suara Agam membuat mereka langsung menoleh.
"Lama sekali sih? Nanti Agam telat loh sekolahannya," keluh Agam, bocah lima tahun itu sudah rapi dengan seragam sekolah TKnya.
Dimas mengangguk, setelah itu kembali menatap istrinya. "Mas pergi dulu ya..." pamitnya.
Vina mengangguk, tangannya saling bertautan untuk mengantar suami dan anaknya pergi pagi ini.
***
Jam sudah menunjukkan pukul depan malam, seharusnya suaminya sudah pulang. Karena suaminya sudah pamit akan pulang telat Vina pun sudah tidak khawatir.
"Bunda, itu kuenya dipotong kapan? Aku sudah ngantuk," rengek Agam, anak itu sejak tadi begitu antusias saat pulang dari sekolah di ajak ibunya membeli kue, tapi sampai malam kue itu tidak kunjung dipotong-potong.
Vina menatap kue berwarna coklat dengan di atasnya ada lilin, dan angka dua puluh tiga, yang menandakan kalau sekarang ia sudah berusia dua puluh tiga tahun.
"Agam kepingin banget ya?" tanya Vina sambil mengelus rambut tebal Agam.
Anak itu mengangguk dengan antusias, siapa yang tidak suka dengan kue. Karena kasihan, Vina memotong ujung untuk putranya. "Sudah malam, makan sedikit saja ya! Habis itu gosok gigi dan tidur."
Agam menerima dengan mata penuh binar. "Iya, Bunda. Terima kasih."
***
Dimas sudah bersiap untuk pulang, tapi tiba-tiba saja ponselnya ada yang menghubungi dengan nomer baru. Awalnya Dimas tidak ingin mengangkatnya, karena ia sudah terburu-buru, ingin segera pulang dan sampai rumah.
Sampai, nomer itu tak henti-hentinya menghubunginya, Dimas pun mulai mengangkatnya.
Dimas begitu terkejut saat panggilannya tersambung, mendengar suara Lara. Perempuan itu juga terisak-isak, membuat Dimas jadi dilema.
"Dim, tolong aku... Dimas, tolong aku... Dimas, apa kamu bisa datang sebentar? Aku butuh kamu Dimas."
Dimas terdiam sesaat, sampai ia menolaknya karena ingat dengan istrinya. "Lara... maaf, aku enggak bisa. Aku..."
Mendengar penolakan, Lara langsung memotong ucapan Dimas. "Sebentar saja, ini yang terakhir Dimas. Anak aku, anak aku sakit. Aku enggak punya siapa-siapa. Tolong aku..."
Dimas diam, bingung harus pergi atau pulang. Satu sisi ia sudah berjanji dengan istrinya. Tapi, sisi kemanusiaannya meminta untuk datang.
***
busettt pindah lobang sana sini moga moga tuh burung cepat pensiun dini biar nyaho
bahaya loh kalau kena tetangga ku dah mati dia pipis darah ma nanah terus melendung gede kasihan lihatnya tapi kalau ingat kelakuan nya ga jadi kasihan
aihhh suami mu vin lempar ke Amazon
semoga ntar karmanya persis seperti nama pelakornya "LARA", yang hidupnya penuh penderitaan apalagi dia punya anak perempuan
orang udah mati sekarang