tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolong orang
Kecerobohan dalam mendapatkan informasi menyebabkan kami ketahuan dan misi pencurian buah mangga kami gagal.
Sudah bisa tertebak, aku akhirnya harus menderita, Nenek memukuliku dan mengomeliku sepanjang malam, Nyai Bajang mengadukanku tentu saja, setelah membawaku pulang dengan menjewer telingaku.
Tentu saja aku menangis dan minta ampun, berjanji tidak akan mengulanginya lagi, tapi dalam hati aku masih sangat penasaran dengan buah mangga itu, kalau aku tidak bisa memakannya akan sangat memalukan untuku.
Pagi harinya kakiku bengkak, bilur-bilur bekas sabetan lidi, meninggalkan warna merah di sepanjang betisku.
" Kau sudah kapok ? nakal sekali " kata kakaku Gamin setengah mengolok, aku menjulurkan lidah tanda kembali mengejeknya.
kakaku Gamin tidak nakal sepertiku, dia cenderung pendiam dan penurut, pada pagi hari kakak akan pergi keladang bersama bapak sampai tengah hari, kemudian membantu emak menjemur jagung, mengambil air di sumber, mencuci baju di kali.
" hai gadis pesek, mau kemana lagi kau ?" ucapnya sarkas, memang kakak lelakiku itu mempunyai hidung yang lebih mancung mirip hidung emak, sedangkan fitur wajahku lebih mirip bapak dengan kulit coklat juga, aku tidak menjawabnya dan berlari sambil mengejeknya,
Tentu saja ada yang harus kuurus, aku tidak akan membiarkan aku menderita sendiri, ketiga temanku juga harus kubuat serupa denganku, tapi buah mangga itu harus segera diambil, atau Ki Bajang akan segera menjualnya kepada pengepul, kalau para pengepul itu datang, jangankan buah yang manis, bahkan buah yang masih bayipun habis diangkut dengan keranjang-keranjang besar, musim tahun lalu kami keduluan para pengepul, buah mangga ini berbuah setahun sekali dan tidak ada alasan untuk melepaskan begitu saja.
dengan mengendap-endap aku mendekati rumah Ki Karsa, bapak Lakso, aku mengintip dari sela-sela dinding bambu, sekilas aku melihat Lakso tertelungkup, sudah sesiang ini anak itu malah masih tidur, mataku berkeliling mencari tahu apakah ada orang lain di dalam rumah, rumah itu nampak sepi, pasti emak dan bapak Lakso sedang bepergian, kadang mereka berdua akan ke pasar atau ke kota dengan berjalan kaki.
" So, bangun " kataku setelah berhasil masuk ke rumah Ki karsa, aku mengguncang tubuh Lakso yang meringkuk di amben depan, tapi saat menyentuh kulitnya ada yang aneh, anak itu sangat panas,
" kamu kenapa ?" tanyaku dengan merubah intonasi perkataanku, Lakso berbalik dan melihatku, astaga anak itu pucat, bibirnya seputih kertas.
kembali aku meraba keningnya,
" kamu demam, apa semalam kau dipukul bapakmu ? " tanyaku sok tahu
Lakso menggeleng " emak dan bapak tidak dirumah " aku tau pasangan suami istri ini sering bepergian,
" Apakah Ki Bajang memukulmu?" tanyaku penasaran dengan demam yang diderita oleh Lakso.
anak itu menganggukan kepalanya, kuambil air dan menyuapkan beberapa teguk air ke Lakso,
" akan kupanggillan Ki Paing " kataku kemudian, Ki Paing adalah penyembuh di desa kami, setiap kali warga sakit maka Ki Paing akan datang menyembuhkan kami.
" tidak usah ... " kata Lakso
" Apa kau tidak punya uang untuk membayar Ki Paing ?" tanyaku, tentu saja pertanyaanku aneh bagaimana kami anak kecil mempunyai uang untuk membayar obat-obatan, anak lelaki itu mengangguk.
Tapi aku tetap nekat mendatangi Ki Paing dan menceritakan kondisi anak itu,
" paman, Lakso di rumahnya sedang demam, orang tuanya tidak dirumah, kemarin kami mencuri buah mangga di rumah Ki Bajang, anak itu dipukul " ceritaku, aku berharap Ki Paing akan kasihan dan memberikan obat kepadaku.
" ah keterlaluan sekali, kenapa anak itu dipukul, kalau bapaknya tahu akan marah " kata paman paing sambil menggerutu masuk ke dalam rumahnya.
" paman apa yang harus kulakukan ?" tanyaku sebelum Ki Paing benar-benar masuk ke dalam
" Tunggu disini !" perintahnya, dan aku mengangguk walaupun Ki Paing tidak melihatku lagi.
setelah Ki Paing keluar dari dalam rumahnya, dia memberikanku beberapa daun-daun dan umbi-umbi kering dalam satu buntalan dari daun pisang.
" ini rebuslah dengan air, kemudian biarkan dia minum, tapi dia harus makan " kata Ki Paing menjelaskan .
"baik paman terimakasih, aku akan menyuruh Ki Karsa untuk datang kesini setelah datang dari kota, Ki Paing mengangguk tanda setuju, setengah berlari aku menuju rumah Ki Karsa,
kembali aku masuk rumah itu, anak itu masih meringkuk, aku melihat umbi dan daun kering yang diberikan kepadaku, aku mengenalinya, ternyata daun ini punya manfaat juga.
segera kucari beberapa makanan, ada jagung dan ketela rebus sisa semalam dan aku menghangatkanya lagi di tungku, makanan hangat lebih menggugah selera, aku juga mulai merebus obat pemberian Ki Paing, air bergolak dan bau obat menguar di udara memberikan sensasi hangat di tengah dinginnya desa kami.
Lakso memakan apa yang kuberikan dengan terpaksa, sebenarnya dia tidak ingin makan tapi aku terus saja memelototkan mataku, anak itu mengalah dan menelan apa yang kusuapkan, setelah makan aku memberinya minum obat buatanku,
" bilanglah pada emakmu, aku berhutang obat kepada Ki Paing " kataku disela suapanku, Lakso tersedak,
" Kau berhutang ?" tanyanya lemah
" Kau pikir aku dapat uang dari mana ?" kataku kembali membentak, anak itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
setelah memberinya makan dan minum, anak itu terlihat lebih baik.
" aku akan kesini lagi nanti melihatmu, sekarang tidurlah " kataku, Lakso mengangguk patuh kemudian merebahkan dirinya lagi, aku segera pulang, keinginan untuk mengajar orang hilang dengan sendirinya.
" Kau seharian kemana ?" nenek berteriak ketika melihatku muncul dari semak yang memisahkan rumah dengan tetangga,
" aku menolong orang " kataku sedikit kesal, Nenek melihatku dengan heran dan kembali mengomel
" anak gadis taunya hanya main "
beberapa hari kedua temanku yang lain Darsin dan Woko sama sekali tidak menampakan batang hidung mereka, aku tahu mereka takut kalau aku akan menghajar mereka berdua yang telah meninggalkan kami pada hari itu, tak lupa aku juga masih beberapa kali mengintip buah mangga Ki Bajang, masih belum ada tanda akan di petik oleh pemiliknya.
" Pergilah dengan kakakmu mencuci, keramasilah rambutmu sekalian " perintah emak, tentu saja aku akan pergi, beberapa hari ini rambutku terasa kaku, emak memberikan beberapa biji buah yang biasa digunakan untuk mencuci dan keramas,
kami berdua melewati rumah Lakso, setelah kedua orang tuanya datang aku tidak lagi mendatanginya, tentulah Nyai Karsa akan merawatnya, anak itu sedang duduk di depan rumahnya dan mengupas beberapa buah ketela, saat melihat kami berdua melintas anak itu tampak girang.
" kalian mau ke kali kah ?" tanyanya dari kejauhan
" Apa kau akan ikut ? " tanya kakaku, anak itu girang dan berteriak membalas
" Tunggu, aku akan mengambil bumbung " ( bumbung adalah tempat kami mengambil air erbuat dari bambu jenis khusus yang besar ).