NovelToon NovelToon
Immortality Through Suffering

Immortality Through Suffering

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:6.8k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di desa terpencil yang bahkan tidak tercatat di peta, Xu Hao lahir tanpa bakat, tanpa Qi, dan tanpa masa depan. Hidupnya hanyalah bekerja, diam, dan menahan ejekan. Hingga suatu sore, langit membeku… dan sosok berjubah hitam membunuh kedua orang tuanya tanpa alasan.

Dengan tangan sendiri, Xu Hao mengubur ayah dan ibunya, lalu bersumpah. dendam ini hanya bisa dibayar dengan darah. Namun dunia tidak memberi waktu untuk berduka. Diculik perampok hutan dan dijual sebagai barang dagangan, Xu Hao terjebak di jalan takdir yang gelap.

Dari penderitaan lahirlah tekad. Dari kehancuran lahir kekuatan. Perjalanan seorang anak lemah menuju dunia kultivasi akan dimulai, dan Xu Hao bersumpah, suatu hari, langit pun akan ia tantang.


Note~Novel ini berhubungan dengan novel War Of The God's.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelelangan Bawah Tanah

Langkah kaki ketiga pria bertubuh besar itu menggema di sepanjang jalanan berbatu kota. Xu Hao masih tergeletak di pundak salah satu dari mereka, tubuh kecilnya terayun-ayun seperti karung gandum tak bernyawa. Kepalanya menghadap ke bawah, rambutnya kusut dan meneteskan darah kering di ujung pelipis. Kota itu sendiri terlihat sibuk, dengan para pedagang berteriak menawarkan barang dagangan, dan para pembeli berlalu-lalang dengan wajah lelah oleh hiruk pikuk kehidupan. Namun perhatian beberapa orang justru tertuju pada pemandangan tak biasa itu.

Beberapa ibu-ibu tua yang sedang membawa keranjang buah berhenti. Salah satu dari mereka menggeleng pelan sambil bergumam, “Kasihan sekali anak itu... seperti boneka rusak yang dibuang.” Seorang anak kecil yang menggenggam tangan ibunya mencoba bertanya, namun ibunya segera menariknya menjauh, takut terlibat dengan urusan gelap dunia bawah kota.

Namun tiga pria itu tidak menggubris. Mereka terus berjalan menuju lorong sempit yang tak banyak dilalui orang. Lorong itu gelap, lembap, dan berbau anyir seperti darah lama yang belum mengering sempurna. Di ujung lorong, berdiri seorang pria berjubah hijau, wajahnya tertutup kain tipis yang hanya menyisakan sepasang mata tajam dan penuh kecurigaan. Di tangannya tergenggam sebuah tasbih batu roh yang berkilau samar dalam cahaya lentera gantung.

Salah satu pria bertubuh besar itu berkata dengan suara serak. “Tuan, kami ingin melelang bocah ini. Tolong buka pintunya.”

Pria berjubah hijau memandangi Xu Hao yang tak sadarkan diri. Matanya mengamati dengan cermat luka di pelipis dan kondisi tubuh bocah itu yang kurus dan kotor. Setelah beberapa helaan napas panjang, ia berkata pelan, “Dari mana kalian mendapatkan bocah ini?”

Pria kedua menjawab sambil terkekeh, “Hutan tanpa nama. Kami menemukannya sendiri. Tak ada jejak keluarga atau pembimbing kultivasi. Anak ini seperti daun jatuh, terbang tanpa arah.”

Pria berjubah hijau akhirnya mengangguk. Ia meraih sebilah besi panjang dan menusukkannya ke dinding batu. Suara mekanik terdengar, dan sebuah pintu tersembunyi mulai terbuka. Di baliknya, tampak tangga batu yang melingkar ke bawah tanah. Cahaya lentera menyala perlahan dari dinding ke dinding, seperti menyambut tamu yang tak diinginkan ke perut dunia.

Ketiganya turun menapaki tangga batu itu. Setiap langkah menghasilkan suara gema yang seperti jeritan makhluk-makhluk yang dahulu pernah dibawa ke tempat itu. Lorong bawah tanah dipenuhi tikungan seperti labirin. Suasana di sana sunyi, namun terasa penuh tekanan spiritual. Aura gelap seperti menyelimuti setiap sisi, membuat pernapasan terasa berat.

Akhirnya mereka berhenti di sebuah pintu kayu besar dengan ukiran naga mati yang terbelah dua. Salah satu pria mengetuk keras. “Buka pintunya. Kami membawa barang lelang.”

Pintu itu berderit terbuka. Seorang gadis muda muncul. Ia mengenakan pakaian hijau kusam, rambutnya dikepang sederhana ke belakang. Namun mata gadis itu tajam, seperti ular yang bisa menilai nilai hidup seseorang hanya dari tatapan pertama.

“Apa yang kalian jual?” tanyanya singkat.

“Ini,” jawab pria pembawa Xu Hao sambil meletakkan tubuh bocah itu di lantai.

Gadis itu menunduk, memperhatikan wajah Xu Hao yang masih memucat. Setelah beberapa detik ia berdiri dan membuka pintu sepenuhnya. “Masuklah.”

Ketiganya masuk dan duduk di kursi panjang yang telah disediakan. Di sudut ruangan, seorang pria tua duduk di kursi kayu tinggi. Jubahnya berwarna kelabu, dan rambutnya yang memutih terurai tak terawat. Di depannya terdapat meja batu dengan beberapa gulungan catatan, botol pil, dan batu roh.

Pria tua itu mengangkat satu alis lalu berkata, “Anak itu tampak lemah. Kurus, luka, dan tampaknya tidak memiliki akar spiritual. Bakat kultivasinya mungkin nyaris nol.”

Salah satu pria menjawab sambil terkekeh. “Kami tidak berharap banyak, tuan. Kami tahu anak ini bukan calon kultivator. Tapi dia bisa dijadikan pelayan, atau dijual ke keluarga bangsawan sebagai anak penggembira.”

Pria tua itu mengangguk pelan. “Sepuluh ribu batu roh. Itu harga yang berlebihan untuk anak seperti ini, tapi kami sedang butuh pekerja kasar.”

Ketiganya saling berpandangan dan mengangguk. “Itu sudah cukup,” jawab mereka serempak.

Gadis muda itu lalu berjalan ke rak dan mengambil kantong kain berisi batu roh. Suara gemerincing terdengar ketika ia menjatuhkan kantong itu ke tangan pria bertubuh besar. Batu roh berwarna biru kehijauan menyala lembut dari dalam kain.

“Ambil dan pergilah. Jangan ganggu urusan kami,” ucap gadis itu datar.

Ketiga pria itu tertawa kecil, lalu berdiri dan keluar dari ruangan itu. Pintu tertutup kembali, suara gerendel berat mengunci jalur mereka.

Gadis itu berbalik dan menatap tubuh Xu Hao yang masih tak bergerak. Pria tua itu berkata, “Masukkan dia ke kandang. Jangan biarkan siapa pun melihatnya sebelum lelang. Kita munculkan dia terakhir. Kadang yang tampak hina bisa menjadi rebutan jika dibuat langka.”

Gadis itu mengangguk, lalu meraih tubuh Xu Hao dan mengangkatnya dengan kedua tangan. Dengan langkah mantap ia membawa Xu Hao ke sisi lain ruangan, di mana terdapat deretan kandang besi. Seperti sangkar binatang, kandang itu cukup besar untuk satu manusia, namun tidak memberikan kenyamanan sedikit pun.

Ia meletakkan Xu Hao di dalamnya, menyelimutinya dengan kain gelap. Wajah Xu Hao tak terlihat, hanya suara napas lemah yang masih tersisa di antara desahan hening ruangan itu.

“Tidurlah... mungkin ini malam terakhirmu sebagai manusia bebas,” gumam gadis itu sebelum menutup kandang dengan gembok hitam dan kembali ke samping pria tua itu.

Lorong bawah tanah itu kembali sunyi. Hanya suara tetesan air dari langit-langit dan napas Xu Hao yang terus melemah, seperti bara yang hendak padam sebelum api baru terlahir.

Waktu pelelangan pun tiba.

Kegelapan yang memeluk tubuh kecil Xu Hao perlahan mulai memudar. Kesadaran yang sempat tenggelam kini kembali naik ke permukaan, bagai kabut tipis yang tersibak angin pagi. Kelopak matanya bergetar pelan, lalu terbuka, namun pandangannya tetap tertutup gulita. Xu Hao mengedarkan pandang ke sekeliling, namun hanya dinding kain hitam yang menyekat dunia luar. Suara gaduh dan samar terdengar dari luar, teriakan-teriakan, sorakan, dan derai tawa bercampur menjadi satu.

Xu Hao menggeliat perlahan. Tubuhnya terasa lemas, seolah semua tenaga telah dicuri oleh malam-malam panjang yang kelam. Ia menyentuh jeruji di sekelilingnya dan terkejut saat menyadari bahwa dirinya terkurung. Jeruji-jeruji logam melengkung membentuk sangkar sempit, dengan lantai kasar yang keras dan dingin. Wujudnya aneh, bukan seperti sel tahanan yang pernah digambarkan oleh ayahnya, melainkan lebih menyerupai sangkar burung besar yang pernah ia lihat tergantung di beranda rumah Kepala Desa. Ia menggigit bibirnya. Hatinya mulai bergetar.

Tangis pelan pecah dari bibir mungilnya. Suara tangis itu teredam oleh kain hitam yang menutupi seluruh sangkar, membuatnya terdengar seperti rintihan kecil dari makhluk yang terbuang.

"Ayah... Ibu..." bisiknya lemah. "Aku takut... aku tidak ingin hidup lagi... dunia ini terlalu mengerikan."

Air mata menetes satu per satu, membasahi pipinya yang kotor. Luka di pelipisnya masih terasa perih, dan perutnya kosong seperti lubang tanpa dasar. Setiap detik terasa seperti seumur hidup dalam penantian yang menyiksa.

Tiba-tiba, suara nyaring seorang gadis muda memecah kegaduhan.

"Baiklah, tuan-tuan sekalian! Kini kita sampai pada barang terakhir dalam lelang malam ini!" teriak gadis itu dengan suara lantang, penuh semangat dan gairah dagang. "Persiapkan batu roh kalian. Barang ini... sangat unik."

Kerumunan di luar mendadak terdiam. Xu Hao mengangkat kepala, jantungnya berdegup kencang. Lalu, cahaya menyilaukan menerobos masuk. Kain hitam yang menutupi sangkar ditarik dengan satu gerakan cepat, dan dunia luar kembali terlihat.

Xu Hao memicingkan mata, cahaya lentera dari langit-langit gua bawah tanah membuatnya sulit melihat jelas. Namun, ia melihat banyak wajah yang memandang ke arahnya. Wajah-wajah asing dengan tatapan mencemooh, penasaran, dan jijik.

"Ha! Aku kira itu senjata spiritual! Ternyata hanya anak kecil kurus dan kotor!"

"Apakah ini semacam lelucon?"

"Begitu lemah... bahkan angin bisa membunuhnya."

Xu Hao menunduk, memeluk lututnya. Kata-kata itu bagai pisau yang menusuk ke dalam hatinya yang rapuh.

Namun gadis lelang itu tetap tersenyum, bahkan kini matanya berkilat seperti pedagang yang melihat emas.

"Jangan meremehkan anak ini, tuan-tuan!" katanya sambil melangkah ke depan sangkar. "Dia ditemukan di hutan tanpa nama. Sendirian, tanpa pengawal, tanpa pelindung. Tidak ada guru, tidak ada orang tua. Namun... dia bertahan hidup."

Suasana seketika berubah. Beberapa orang saling memandang, lalu terdengar bisik-bisik penuh keheranan.

"Hutan tanpa nama? Itu tempat berkumpulnya binatang buas peringkat tinggi..."

"Aku dengar bahkan kultivator tingkat menengah pun jarang bisa kembali dari sana..."

"Bagaimana mungkin anak kecil ini bertahan?"

Gadis lelang mengangkat tangan, menenangkan kerumunan.

"Karena itulah... kami membuka harga mulai dari sepuluh ribu batu roh. Setiap kenaikan tidak boleh kurang dari seribu batu roh. Jika kalian melihat lebih dalam... mungkin anak ini menyimpan rahasia."

Ruangan itu kembali sunyi sesaat, lalu gadis itu mengangkat palu kecil.

"Lelang dimulai!"

Suara pertama langsung terdengar.

"Sebelas ribu batu roh!" teriak seorang pria gemuk di kursi depan.

"Limabelas ribu batu roh!" suara berat seorang lelaki tua berkumis panjang.

"Duapuluh ribu batu roh!" jerit seorang nenek tua dengan kulit keriput, suaranya tajam seperti burung elang.

"Akanku bayar tiga puluh ribu!" suara menggelegar datang dari seorang pria bertubuh kekar yang duduk di bangku tengah. Lengan besarnya berotot, dan di pinggangnya tergantung kapak raksasa.

Sorak sorai mulai terdengar. Suasana memanas. Gadis lelang tersenyum puas, matanya berkilat penuh gairah. Di belakangnya, pria tua berjubah abu-abu mengangguk perlahan. Raut wajahnya senang, seolah telah memperkirakan semuanya dengan tepat.

Namun kemudian, suasana mendadak senyap. Suara halus namun tegas terdengar dari belakang ruangan.

"Lima puluh ribu batu roh."

Semua mata menoleh ke arah suara itu. Di antara bayangan temaram, terlihat seorang pria berjubah biru berdiri anggun. Rambutnya diikat tinggi, wajahnya tenang namun memiliki aura yang menekan. Ia membawa tongkat kayu putih yang dihiasi pola awan dan petir.

"Itu... Tuan Cuyo...!"

"Patriark klan He...!"

"Kenapa dia tertarik pada anak ini?"

Bisik-bisik kembali memenuhi ruangan. Beberapa orang menatap dengan kagum, yang lain dengan iri. Gadis lelang tampak kaget, namun segera tersadar saat pria itu melangkah maju.

"Jangan hanya tertegun, nona," kata Cuyo dengan nada lembut namun tegas. "Umumkan hasilnya."

Gadis itu tergagap lalu segera mengangkat palu.

"Apakah ada yang ingin menaikkan tawaran?" tanyanya.

Tidak ada yang menjawab.

"Apakah ada yang ingin menaikkan tawaran?" ulangnya, suaranya sedikit tegang.

Keheningan.

"Apakah... masih ada yang ingin menaikkan tawaran?"

Semua tetap diam. Bahkan pria berkepala botak yang sebelumnya hampir berdiri, kini hanya menggeleng kecil.

Gadis lelang menarik napas, lalu berkata dengan suara lantang. "Baiklah! Anak ini menjadi milik Tuan Cuyo dari klan He!"

Palu kayu diketukkan tiga kali ke meja. Suara itu menggema di seluruh ruangan. Kandang logam itu segera ditarik kembali ke belakang panggung. Beberapa petugas menariknya ke dalam ruang penyimpanan, menunggu sang pembeli untuk mengambil barangnya.

Xu Hao hanya duduk diam. Ia tidak mengerti semua yang terjadi. Wajahnya masih basah oleh air mata. Suasana riuh, harga yang tinggi, dan perhatian orang-orang... semua itu tak berarti apa-apa bagi dirinya.

Hidupnya... tidak memiliki arti.

Ia menunduk, memeluk lututnya lagi.

Yang menemaninya malam itu hanyalah air mata. Tidak ada harapan. Tidak ada mimpi.

Hanya sangkar. Hanya kesepian.

Dan dunia yang terlalu kejam bagi seorang anak berusia empat belas tahun.

1
Nanik S
Ditunggu upnya tor 🙏🙏🙏
Nanik S
Huo... nekat benar memberi pelajaran pada Pria Tu
Nanik S
apakah mereka bertiga akan masuk bersama
Nanik S
Huo memang Urakan.... memang benar yang lebih Tua harus dipanggil senior
Nanik S
Lha Dau Jiwa sudah dijual
YAKARO: itu cuma tanaman obat kak. bukan jiwa beneran
total 1 replies
Nanik S
Inti Jiwa...
Nanik S
Lanjutkan makin seru Tor
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Makan Banyak... seperti balas dendam saja Huo
Nanik S
Pil Jangan dijual kasihkan Paman Cuyo saja
Nanik S
Mau dijual dipasar tanaman Langkanya
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Ceritanya bagus... seorang diri penuh perjuangan
Nanik S
Cerdik demi menyelamatkan diri
Nanik S
Baru keren... seritanya mulai Hidup
YAKARO: Yap, Thanks you/Smile/
total 1 replies
Nanik S
Mungkin karena Xu Hai telah byk mengalami yang hampir merebut nyawanya
Ismaeni
ganti judul yaa thor?
YAKARO: enggak. Hidup Bersama Duka itu awalnya judul pertama pas masih satu bab, terus di ubah jadi Immortality Though Suffering. malah sekarang di ganti sama pihak Noveltoon ke semula.
total 1 replies
Nanik S
Xu Hai... jangan hanya jadi Penonton
Nanik S
Sebenarnya siapa Pak Tua yang menyelamatkan Hao
YAKARO: Hmm, saya juga penasaran/Proud/
total 1 replies
Nanik S
untung ada yang menolong Xu Hai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!