Bagaimana perasaan kamu kalau teman SMAmu melamar di akhir perkuliahan?
Itulah yang dialami Arimbi, selama ini menganggap Sabda hanya teman SMA, teman seperjuangan saat merantau untuk kuliah tiba-tiba Sabda melamarnya.
Dianggap bercanda, namun suatu sore Sabda benar-benar menemui Ibu Arimbi untuk mengutarakan niat baiknya?
Akankah Arimbi menerima Sabda?
Ikuti kisah cinta remaja ini semoga ada pembelajaran untuk kalian dalam menghadapi percintaan yang labil.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AJAKAN SAKRAL
"Kita nikah yuk, Mbek?" ucap Sabda pada akhirnya setelah obrolan panjang mereka. Sebuah penawaran sakral yang tak pernah Arimbi pikirkan.
Dirinya memang mengenal Sabda sejak SMA, tiga tahun sekelas, bahkan kuliah pun di kampus yang sama hanya beda jurusan. Sudah menjadi teman baik dan tak pernah terlibat cinta sekolah, pure berteman. Tapi malam ini, sedang berdua saja dengannya ditemani guyuran hujan yang semakin malam semakin deras Sabda melamar Arimbi.
"Sinting!" jawab Arimbi ketus, masih menganggap Sabda bercanda, toh sejak tadi cowok itu menceritakan perjuangannya mencari uang, kenapa ujung-ujungnya mengajak nikah.
"Lo sekali aja gak ketus sama gue kenapa sih," protes Sabda kembali menegakkan badan dan menatap wajah polos Arimbi dengan tatapan kesal.
"Ya lo bercanda mulu!"
"Siapa yang bercanda sih. Gue beneran ajak nikah!" ucap Sabda sembari menatap Arimbi, tampak serius.
"Heleh bohong kan lo, jangan bilang lo mau apa-apain gue dengan dalih ajak nikah. Gue gak ngaruh tuh!"
"Ck, ada cowok baik mengajak nikah dianggap lelucon, sedangkan ada cowok modal aku sayang kamu tapi cuma diajak pacaran dia mau, dunia kenapa sekocak ini sih."
"Ya lo tiba-tiba ajak nikah! Sekarang gue tanya kenapa lo tiba-tiba ajak gue nikah? Lo gak cinta sama gue, begitupun gue!"
Sabda tertawa, menonyor kening temannya ini. "Lo pinteran dikit napa, Mbek. Selama ini hiduo gue bisa buat bercanda dengan main cinta-cintaan kayak lo sama Kak Azrel?"
"Apaan sih!"
"Selama ini hidup gue cuma buat pikir gimana dapat uang, gak penting tuh cinta monyet di kampus. Terus gue juga gak tahu gimana cinta sama cewek, makanya gue ajak lo nikah biar gue tahu cinta sama cewek itu seperti apa."
"Maksud lo?" Arimbi belum paham makna tersirat dari pengakuan Sabda.
"Gue udah bosan hidup sendiri, Mbek. Minggu depan gue ujian skripsi, setelah itu waktu gue longgar, biasanya ditemani anak kos, kita bercanda bareng, gitaran bareng, lalu gue harus balik ke rumah ini sendiri. Kok ngenes banget hidup gue. Lebih baik gue nikah aja kan?"
"Ya tapi kenapa harus gue?"
"Lo kapan pinternya sih. Emang selama ini cewek yang gue kenal siapa selain lo?"
"Ya mana gue tahu, meski kita satu kampus, bisa aja lo dekat sama cewek lain."
Sekali lagi Sabda menonyor kening Arimbi. "Udah dibilangin gue hidup cuma mikir uang pe'a! Cewek yang intens chat sama gue itu cuma lo. Sap nebeng pulang!
"Sumpah baru kali ini gue nebeng sama lo, Sapi!"
Sap kalau presentasi enaknya pakai aplikasi apa biar eye catching dan out of the box. Sekali lagi Sabda menirukan chat Arimbi, dan membuat gadis itu tertawa ngakak. Baru sadar kalau selama ini dirinya begitu menyebalkan bagi Sabda.
"Gimana?" tanya Sabda sekali lagi.
"Ini lo serius apa bercanda sih, kok gue gak ada deg-deg an gitu?"
"Ya lo emang cuma anggap gue teman makanya lo gak deg-deg an."
"Emang lo deg-deg an sama gue sekarang, pas melamar gue barusan juga, lo deg-deg an gak?" tantang Arimbi.
"Enggak!"
"Nah, terus atas dasar apa gue harus mau menikah sama lo?"
Sabda terdiam, ia tak tahu juga kenapa Arimbi harus menerima ajakannya untuk menikah. "Asal ceplos kan lo? Mungkin lo baper apa, karena habis ini gak ada anak kos yang ramai, hanya rumah sepi ini. Tapi gue yakin kalau lo kerja, pulang tinggal capeknya doang, dan langsung tidur."
"Gue udah bilang, Mbek. Gue udah kerja. Gue gak berniat jadi budak kantoran, Mbek!"
"Ya emang kerjaan lo sekarang menjanjikan?" suara Arimbi begitu panas di telinga Sabda, seolah meremehkan jerih payahnya menjadi freelancer dan konten kreator.
Sabda membuka website di mana ia menjadi penjual produk digital berupa e-book tutorial mahir Excel, powepoint dan beberapa aplikasi lainnya. Ia juga membuka ytb studio untuk ditunjukkan kepada Arimbi di mana ia mendapatkan sumber cuan. Belum lagi proyek dosen serta joki skripsi anak informatika dari kampus lain.
Belum lagi dia menjajal peruntungan fotografi dengan menjual hasil potretnya saat mendaki gunung, ia jual di internet, dan laku dengan bayaran dolar.
Belum lagi dia menjadi affiliator berbagai marketplace dunia seperti amaz*ne, dan adidas, semua dilakoni Sabda dengan memiliki background mahasiswa IT.
Sabda juga membuka portofolio sahamnya, mata Arimbi hanya bisa mendelik, ketika melihat cuan Sabda dari investasi saham. Jadi uang dari kurir ia sisihkan 50 % untuk kebutuhan hidup, 50% lagi untuk investasi saham, dan dia sudah menjalaninya semenjak kelas 12 untuk belajar saham ini.
"Dan ini uang di atm gue, ini uang gue sendiri bukan rekening yang diketahui papa tiri gue," Sabda menunjukkan internet bankingnya dan, Arimbi shock dengan jumlah uang yang dimiliki Sabda, cowok kurus tapi manis di hadapannya ini.
"Sap, kok gue kepikiran matre sih, Sap. Ya Allah!" ucap Arimbi sembari menggetok kepalanya. Sabda tertawa, dan memegang tangan Arimbi untuk tidak meneruskan getokan kepala.
"Secara materi gue udah mampu, Mbek."
"Orang tua lo? Bentar ya Sap, ini tuh menikah bukan tahu bulat yang digoreng dadakan di atas kompor dan tosa."
Sabda kembali tertawa ngakak, teman SMAnya ini masih saja lawak. "Ya siapa yang dadakan, gue minta kita nikah bukan berarti gue bakal nikahi lo besok. Setidaknya habis ujian skripsi lah."
"Sueeekkk. Lo kok udah punya plan sih, sangat rapi coba. Curiga gue. Heh bentar sejak kapan lo punya pikiran buat menikah sama gue?"
"Barusan!"
"Berarti asal ceplos kan?"
"Enggak asal ceplos, ya tiba-tiba kepikiran saja, saat lo cuci mangkok tadi terbersit untuk menikahi lo, gue kerja depan laptop kita satu rumah, gue bisa punya teman ngobrol yang sudah tahu saat gue masih miskin sampai gue punya uang seperti sekarang, dan dipikiran gue cuma lo yang cocok jadi teman hidup gue!" ucap Sabda dengan menatap dalam mata Arimbi. Saat bicara pun santai banget, Arimbi semakin curiga, masa' iya ada cowok melamar sesantai ini.
"Bentar-bentar. Lo lagi gak merencanakan hal jelek buat gue kan?"
"Apa untungnya, Mbek? Coba sebutin rencana jelek apa yang mungkin bisa gue lakukan ke lo? Jual diri lo? Dih mana laku!"
"Sialan!" ucap Arimbi sembari menutup dadanya. Sabda kembali tertawa. Ia kemudian menyentil kening Arimbi.
"Buang pikiran buruk lo tentang gue, malam ini silahkan dipikirkan matang-matang, gue tunggu jawaban lo. Kalau emang lo setuju, besok pagi saat gue antar lo pulang. Gue langsung bilang sama Ibu lo."
Arimbi diam sebentar, menatap wajah Sabda dengan berbagai pemikiran. "Gue gak percaya sama lo, Sap. Lo gak mungkin asal ceplos dan baru kepikiran sekarang kan? Jujur, sejak kapan lo punya niatan kayak gini?" tanya Arimbi beruntun, menatap tajam Sabda untuk menuntut sebuah jawaban yang bisa saja menjadi pertimbangan Arimbi untuk memutuskan iya atau tidak.
"Sejak," Sabda menelan ludahnya kasar, ditatap sedemikian rupa oleh Arimbi ternyata keder juga. Tak disangka, teman sengkleknya ini sangat pintar membaca pikiran lawan bicaranya, hingga Sabda sulit untuk mengungkap fakta sebenarnya.
"Sejak?"
"Sejak gue antar lo pulang saat Ayah lo kena serangan jantung!"
"Apa??" Arimbi berteriak, sangat kaget pasti.
lanjut kak
semangat terusss ya /Heart/
lanjut ya kak
semangat