Dinda memilih untuk menikah dengan seorang duda beranak satu setelah dirinya disakiti oleh kekasihnya berkali-kali. Siapa sangka, awalnya Dinda menerima pinangan dari keluarga suaminya agar ia berhenti di ganggu oleh mantan pacarnya, namun justru ia berusaha untuk mendapatkan cinta suami dari hasil perjodohannya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 2
"Kamu lagi apa disini? aku cari-cari didepan cafe juga." Tanya Rindu yang berhasil menemukan Dinda didekat taman.
Ia sempat terkejut saat keluar dari cafe dan tidak melihat Dinda disana.
"Ah tidak ada, aku cuma penasaran sama suasana taman sore hari." Jawab Dinda merasa sedikit bersalah karena membuat Rindu khawatir.
"Mau masuk?." Tanya Rindu menawarkan
Dinda berpikir sejenak, ia memang penasaran dengan bayi itu, tapi disatu sisi ia juga merasa tidak enak jika harus masuk kesana hanya untuk hal itu.
"Tidak usah, kita pulang saja." katanya kemudian memutuskan.
"Ya sudah."
Mereka berdua pun melangkah pergi meninggalkan taman, sesekali Dinda melihat kebelakang hanya untuk melihat wajah pria tadi, ia benar-benar penasaran dengan apa yang dirasakan oleh pria itu saat menatap bayinya.
Dinda pun merasa terkejut saat mata mereka bertemu, ia langsung berbalik dan terus melangkah pergi dari sana.
***
Langit sore yang nampak begitu gelap membuat Indra tersadar dari lamunannya, ia segera bangkit dari tempat duduknya dan mendorong stroller bayinya pergi dari taman.
"Sudah sore nak, kita pulang yah." ucapnya dengan lembut pada bayi perempuan berusia tiga bulan di dalam strollernya.
Bayi itu sangat cantik, senyum pun mengembang di wajahnya yang begitu lucu dan mungil. Melihat senyuman bayinya membuat Indra begitu sakit seperti di tusuk benda tajam.
Raut wajahnya sangat sendu, ditambah suasana gelap langit sore yang membuat langit seakan ingin runtuh.
"Kamu cantik sekali nak, persis seperti Mamamu." Mata Indra mulai berkaca-kaca saat berbicara dengan Bayinya.
Ia langsung beranjak pergi dari sana, takut jika ia akan terbawa suasana lagi.
Sudah tiga bulan sejak kepergian istrinya, namun ia masih tenggelam dalam kesedihannya, Indra merasa sangat sulit untuk bisa ikhlas melepaskan kepergian istrinya, ditambah lagi wajah putrinya yang begitu mirip dengan wajah mendiang istrinya, membuat Indra sangat sedih ketika melihat wajah bayinya Karena akan mengingatkannya pada Istrinya.
***
Saat Indra keluar dari taman, gerimis mulai turun hingga beralih dengan hujan yang mulai deras. Indra merasa sedikit panik karena ia tidak membawa payung sementara di sekitar luar taman itu tidak ada tempat berteduh.
Rasa panik yang tadi menghampiri Indra segera hilang saat seorang wanita menghampirinya dan dengan baik hatinya berbagi payung dengan mereka berdua sehingga Indra dan putrinya tidak kehujanan.
"Terima kasih banyak." Ucap Indra penuh rasa syukur.
"Sama-sama, kalau bisa anaknya digendong saja, kasihan kena pantulan air hujan dari ujung strollernya." Jawab perempuan tadi yang ternyata adalah Dinda.
Ia juga menyarankan agar Indra menggendong putrinya.
"Ah iya." Dengan cepat Indra mengambil bayinya dari strollernya dan membawanya ke pelukannya agar tetap merasa hangat.
"Bayinya cantik sekali, siapa namanya?." Tanya Dinda, rasa penasaran akan wajah bayi itu pun terbayar setelah melihatnya secara langsung.
"Ciara." Jawab Indra singkat.
"Nama yang cantik, sama dengan wajahnya yang lucu dan cantik." Kata Dinda dengan senyum diwajahnya yang tulus, entah kenapa hatinya merasa hangat saat melihat wajah bayi yang bernama Ciara itu.
"Bisa antar kami ke mobil?." Pinta Indra yang tidak ingin membuat bayinya berlama-lama berada ditengah hujan deras seperti ini.
"Saya bawa dua payung, bawa saja salah satunya." Jawab Dinda sembari memberikan satu payung untuk Indra.
Indra berpikir sejenak, payung itu ukurannya tidak begitu besar, tidak akan cukup jika ia meletakkan putrinya lagi ke stroller, takutnya bayinya akan terkena hujan.
Sadar dengan tatapan Indra yang melihat payung dan stroller itu bergantian, Dinda pun segera memahami situasinya.
"Pakai saja payungnya dengan putri anda, biar saya yang membawa strollernya ke mobil anda." Ucap Dinda kemudian.
"Sekali lagi terima kasih banyak." Ucap Indra yang merasa lega karena Dinda sangat peka.
Dengan cepat Dinda membuka payung satunya lagi dan segera memberikannya pada Indra, ia begitu hati-hati saat memberikan payung tersebut untuk memastikan tidak ada setetes pun air hujan yang mengenai Ciara.
"Ayo." Ajak Dinda kemudian mengambil alih stroller Ciara.
Mereka berdua pun berjalan beriringan menuju ke mobil Indra ditengah derasnya hujan sore ini.
Letak mobil Indra lumayan jauh dari taman, mereka pun akhirnya sampai di tempat Indra memarkir mobilnya.
Pertama-tama Indra membuka pintu mobilnya dan meletakkan Ciara di car seat bayi, lalu menutupnya pintu mobilnya kembali dengan cepat. Lalu ia beralih mengambil stroller bayinya dan membawanya ke bagasi, tentu saja di bantu oleh Dinda yang setia memayunginya.
Setelah semua selesai, Indra dan Dinda sama-sama berjalan ke tempat kemudi.
"Terima kasih banyak..." Indra menggantungkan ucapannya karena tidak tau harus bagaimana memanggil Dinda yang terlihat lebih muda darinya.
"Dinda, panggil saja Dinda." Ucap Dinda yang sekali lagi peka dengan keraguan Indra.
"Dinda." lanjut Indra saat mengetahui nama Dinda.
"Sama-sama, lain kali pastikan anda selalu bawa payung kemana-mana. Sekarang musim hujan." jawab Dinda sembari memberinya saran.
"Iya, saya lupa membawanya hari ini." kata Indra hampir menyesali kecerobohannya hari ini karena hampir membuat putrinya kehujanan.
"Kalau begitu saya pamit dulu." ucap Dinda berpamitan.
"Tidak mau sekalian saya antar?." Tanya Indra menawarkan tumpangan untuk Dinda sebagai bentuk balas budinya.
"Tidak usah, rumah saya dekat dari sini." tolak Dinda dengan sopan.
"Sekali lagi terima kasih Dinda." ucap Indra untuk kesekian kalinya berterima kasih pada kebaikan Dinda hari ini.
"Sama-sama, saya permisi kalau begitu, hati-hati dijalan." jawab Dinda lagi dan langsung beranjak dari sana.
"Dinda.." Panggil Indra yang menghentikan langkah kaki Dinda dan kembali berbalik menatapnya.
"Iya, kenapa?." Tanya Dinda penasaran.
"Payungnya." Indra menunjuk payung yang masih ia pakai.
"Bawa saja payungnya, saya lihat anda tidak membawa payung, mungkin akan berguna begitu sampai dirumah anda untuk membawa Ciara masuk ke dalam rumah." senyum tulus di wajah Dinda membuat Indra tidak bisa menolaknya kebaikan Dinda.
"Terima kasih, lain kali saya kembalikan sama Anda." ucap Indra kemudian.
Dinda hanya tersenyum sembari mengangguk dan kembali berjalan berlalu dari sana. Sementara itu Indra langsung masuk ke dalam mobilnya. Matanya masih memperhatikan Dinda yang berjalan menjauh dari tempat itu.
***
"Padahal bayinya begitu cantik dan menggemaskan, tapi kenapa dia selalu menatap putrinya dengan tatapan sendu dan sedih?." Gumam Dinda merasa heran.
"Untung saja waktunya tepat, hampir saja bayi cantik itu kehujanan." katanya lagi pada dirinya sendiri.
Sebelumnya ia berlari pulang ke rumahnya setelah berpisah dengan Rindu sepulang dari cafe tadi, Dinda dengan cepat mengambil dua payung dan kembali ke taman, entah kenapa ia merasa Indra tidak membawa payung sementara hujan sudah akan turun tadi. Dan ternyata firasatnya memang benar, waktunya sangat tepat, ia sampai ke taman saat hujan mulai turun.