"aku...aku hamil Rayan !!" teriak frustasi seorang gadis
" bagaimana bisa laa" kaget pemuda di depannya.
Laluna putri 19 tahun gadis desa yatim piatu yang tinggal bersama neneknya sejak kecil.
Rayyan Aditya 22 tahun mahasiswa semester akhir anak orang berada asal kota.
Alvino Mahendra 30 tahun CEO perusahaan besar AM grup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rizkysonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 20.
Sejak malam itu, setelah Luna dengan telaten memijat dan mengompres kaki Bu Meri, suasana rumah perlahan berubah.
Awalnya Bu Meri masih sering berdecak dan mengeluh, tapi entah kenapa setiap kali Luna datang membawa air hangat atau minyak gosok, nada bicaranya selalu melembut tanpa ia sadari.
“Pelan-pelan ya, Lun… jangan ditekan banget, nanti tulang mama lepas semua,” katanya datar, walau kata-kata nya bercanda tapi nadanya kaku.
“Iya, Mah. Luna pelan kok, ini cuma biar aliran darahnya lancar,” jawab Luna lembut, fokus dengan pijatannya.
Beberapa menit kemudian, Bu Meri malah nyengir geli.
“Eh eh, jangan ke situ, Luna! Itu bukan kaki yang sakit, itu titik geli mama… hahaha!”
Luna ikut tertawa kecil. “Hehe maaf, Mah. Kirain otot yang kaku.”
Untuk pertama kalinya, ruang tamu itu dipenuhi tawa, bukan suara bentakan.
Bi Ida yang lewat sambil bawa cucian sampai melirik heran. “Astaghfirullah… ini rumah kenapa jadi adem begini, biasanya kaya pasar malam,” gumamnya pelan sambil senyum.
Hari-hari berikutnya, Luna terus merawat Bu Meri.
Setiap pagi, ia bantu mengganti perban, menyeduhkan jahe hangat, dan mengantar Bu Meri jalan pelan di teras rumah.
Dan perlahan, Bu Meri yang keras kepala itu mulai luluh, walau masih suka bentak bentak dikit, juga masih membiarkan Luna mengerjakan pekerjaan rumah
Suatu pagi, Bu Meri tiba-tiba memanggil Luna.
“Luna…”
“Iya, Mah?”
Bu Meri terdiam sejenak, matanya menatap kaki yang mulai membaik.
“Kalau bukan kamu yang rawat, mungkin kaki mama belum bisa gerak sampai sekarang. Makasih ya, Nak…”Kata-kata nya emang menyejukkan hati, tapi jangan salah.. Nada nya tetap tidak sejalan
Luna hampir tak percaya mendengarnya.
“Mama gak perlu makasih, itu sudah kewajiban Luna,” jawabnya, matanya berkaca. Ia senang walau belum sepenuhnya Bu Meri berubah.
Tapi sebelum suasana makin haru, Bu Meri malah nyengir lagi.
“Tapi… jangan senang dulu. Besok kamu tetap harus bantu mama jalan keliling halaman, biar sekalian nurunin berat badan,” katanya sambil menepuk-nepuk perutnya sendiri.
Luna langsung tersenyum “Siap, Mah. Tapi kalau mama jatuh lagi, jangan marahin Luna ya.”
Bu Meri mengangkat bibirnya sedikit, “Deal! Tapi kalau kamu salah urut lagi, mama hukum kamu.”
Luna tertawa kecil, menatap Bu Meri dengan perasaan hangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Ada sesuatu yang berubah bukan hanya pada kaki Bu Meri, tapi juga di hatinya.
Yang dulu keras kini mulai lunak, yang dulu dingin kini mulai hangat…
Semua karena ketulusan yang sederhana.
...****************...
Hari ini hari yang di tunggu-tunggu Luna, hari dimana Rayyan pulang untuk pertama kalinya setelah mereka menikah.
" semangat bener nduk kerjanya, bibi perhatikan tuh bibir senyum terus, indah seperti bunga di pagi hari" kata bi ida sambil bercanda
" ia bi Luna lagi bahagia, tadi kak Rayyan nlp katanya dia pulang nanti sore" jawab Luna dengan riang
" waahh pantes tuh bunga pada bermekaran " bi Ida semakin menggoda, ia bahagia akhir akhir ini Luna mulai bisa tersenyum
" bibi bisa saja" sambil tersipu
" Ouh ya bukanya tuan dan den Tomi juga pulang sekarang ya" tanya bi Ida
" ia bi.. Aku bersyukur banget bi sekarang mama sudah berubah, walau masih suka bentak bentak tapi udah tidak seperti dulu lagi"
" Alhamdulillah.. Buah perjuangan mu perlahan terasa ya, bibi senang melihat nya, tapi kapan ya nyonya tambah art lagi gak mungkin kan kamu terus yang kerja apalagi tuh berut sudah mulai besar"
" gak tau bi tapi mudah-mudahan aja secepatnya nya ya"
" ya mudah-mudahan ajah"
Mereka ngobrol kesana kesini sambil nyiapin makan siang.
...****************...
Bu Meri yang kini sudah bisa berjalan tanpa tongkat memperhatikan tingkah Luna sambil tersenyum geli.
“Luna, itu meja disapu udah tiga kali. Mau disapu lagi? Nanti kayunya hilang lho,” candanya sambil menyeruput teh. Jangan ketinggalan nada suaranya yang masih datar seperti orang yang marah.
Luna tersipu, “Hehe maaf, Mah. Luna cuma pengin semuanya kelihatan rapi.” Luna perlahan terbiasa dengan kata-kata mertua nya tidak sejalan dengan nada suaranya itu, dan itu jadi hiburan tersendiri bagi Luna
“Ya ampun… baru beberapa minggu ditinggal suami, udah kayak mau nyambut pejabat aja,” goda Bu Meri sambil belalu menahan tawanya
Tapi kemudian, suaranya melembut.
“Gak apa, Lun. Mama ngerti kok perasaan kamu"
Luna menunduk, bibirnya tersenyum tipis.
“Iya, Mah….”
Menjelang sore, suara mobil terdengar dari halaman.
Luna langsung berdiri, jantungnya berdegup kencang. Tangannya gemetar saat memperbaiki penampilan nya.
Bu Meri yang melihat itu langsung menepuk bahu Luna pelan.
“Tenang, Jangan nangis dulu. Nanti kaget suamimu dikira kamu abis di siksa mertua," setengah bercanda. Tapi ia tidak Ingat akan hari-hari lalu saat ia selalu menyiksa Luna.
Luna tertawa kecil di sela gugupnya, lalu melangkah pelan ke pintu.
Dan di sanalah Rayyan berdiri. Wajah yang lama tak ia lihat, kini tampak lebih matang, tapi tetap dengan tatapan hangat yang dulu membuatnya jatuh cinta.
“Assalamu’alaikum…”
“Wa’alaikumussalam…” jawab Luna lirih, suaranya nyaris tak terdengar.
Rayyan tersenyum,”apa kabar Laa?"
Luna mengangguk dengan air yang mulai jatuh, Rayyan mendekat dan langsung memeluk nya.
Bu Meri muncul dari ruang tengah sambil memegang tongkat kecilnya, " ehemmm ingatlah penduduk bumi disini masih ada orang tua yang menunggu anaknya kembali" Rayyan tertawa mendengar nya lalu melepaskan Luna berbalik dan memeluk ibunya.
" mama apa kabar, bagaimana kakinya?" tanya Rayyan sambil memeriksa kaki buk Meri
" mama sudah lebih baik, mama udah punya menantu yang sabar dan mau mijetin kaki mama tiap malam!” katanya bangga.
Rayyan langsung melirik Luna yang wajahnya memerah, “Oh… jadi itu sebabnya mama cepat sembuh, ya?”
“Bukan cuma sembuh, Nak. Mama juga tobat setengah jalan,” ujar Bu Meri lagi sambil tertawa pelan.
Luna ikut tersenyum haru, ada rasa lega di dadanya melihat ibu mertuanya kini bisa bercanda begitu.
Rayyan menatap Luna lebih lama kali ini, seolah tak percaya bahwa gadis sederhana itu yang selama ini menjaga ibunya dengan penuh sabar.
“Terima kasih, Luna,” ucapnya pelan tapi penuh makna.
Dan saat itu, tanpa sadar, Luna meneteskan air mata.
Tapi bukan air mata sedih… melainkan air mata bahagia.
Akhirnya, semua penantian, luka, dan sabarnya mulai terbayar perlahan.
" ayo pada duduk mau sampai kapan kita berdiri disini, apa lagi kamu Luna cepat duduk, mama juga ini belum bisa berdiri lama-lama" ajak Bu Meri sambil ia duduk
" kamu istrahat dulu sama, bentar lagi papa sama Tomi nyampe, mama juga ngundang Rendi katanya dia sudah pulang kemarin malam "
" baiklah mah, ayo sayang kita masuk " ajak Rayyan
" kak Rayyan duluan aja, aku mau bantuin bibi siapin makan malam " tolak Luna lembut
" gak usah di bantuin laa, mereka bertiga mana mungkin kewalahan "
Degg... Buk Meri berasa tertampar
.
.
.
.
Bagaimana guys... Kita cerita yang manis-manis dulu ya sebelum ke konflik puncak nya, yang bakal menguras air mata...
Terus dukung author dengan like dan komen dan vote juga ya...
Love
You
😍