NovelToon NovelToon
WHO¿

WHO¿

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Anak Genius / Identitas Tersembunyi / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:418
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Misteri kematian Revano yang tidak pernah meninggalkan jejak, membuat gadis penderita ASPD tertantang menguak kebenaran yang selama bertahun-tahun ditutupi sebagai kasus bunuh diri.

Samudra High School dan pertemuannya bersama Khalil, menyeret pria itu pada isi pikiran yang rumit. Perjalanan melawan ego, pergolakan batin, pertaruhan nyawa. Pada ruang gelap kebenaran, apakah penyamarannya akan terungkap sebelum misinya selesai?

Siapa dalang dibalik kematian Revano, pantaskah seseorang mencurigai satu sama lain atas tuduhan tidak berdasar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sembilanbelas

“Gue nemu data anak PMR tahun itu dan beberapa list pemain sport yang sempet cidera, gue tahu sih ini nggak penting, tapi bisa jadi lo butuh” pria itu memberikan beberapa lembar yang terlipat di saku celananya. Menampilkan setiap nama anggota dan pasien yang sempat di cidera di beberapa perlombaan sport sekolah maupun diluar sekolah.

“Revano Putra Sach ada disalah satunya, kakak lo pernah fraktur klavikula”

“Patah tulang antara bahu dan lengan, bisa jadi akibat jatuh dengan posisi tangan menumpu atau benturan langsung di area bahu”

Khalil mengangguk, Aletha tahu banyak hal. Seperti satu dunia memang dia kuasai di kapasitas otaknya yang besar itu.

“Ini bisa jadi kenapa kakak lo temenan sama Sean, menurut gue selain pinter akademik dia juga pinter banget soal bahasa dokter,”

“Kakak gue nggak pernah bilang dia patah tulang”

“Itu yang gue maksud, dia dateng ke Sean buat periksa itu karena dia nggak mau keluarganya cemas, mungkin?”

Selain luka tusukan di dada sebelah kiri, dokter forensik juga menemukan patah tulang ringan yang terdapat di tulang selangka. Yang masih belum bisa diidentifikasi sebagai salah satu luka timbul saat kejadian.

“Kita harus ketemu Sean, dia kuncinya”

“Gue lagi usahain, lo masih bisa sabar?”

Aletha menatap manik Khalil, “nomor telepon”

“Nggak aktif”

Aletha melanjutkan langkah, tentu dengan Khalil yang masih setia dengan kebiasaan gadis itu. Mengarahkannya pada lorong yang sempat jadi bukti bisu perdebatan mereka kala itu.

“Cari kunci”

“Kunci apa?”

Aletha mengarah ke gudang lebih tepatnya ruang kecil disebelah gudang. Yang sebagai tempat penyimpanan kunci setiap ruangan disekolah ini. Tatapan Khalil lebih menaruh kecurigaan saat justru anak yang terbilang baru menetas minggu lalu, bahkan tahu dimana letak tempat penyimpanan kunci. Bahkan bisa Khalil katakan hanya orang-orang tertentu saja yang tahu atau bisa dibilang berani datang kesini.

“Ruang Laboratorium”

Khalil masih diam.

“Khal kita nggak punya banyak waktu, lo masih mau gue disini sampe waktu yang nggak bisa kita tentuin karena kita nggak segera menyelesaikan ini?”

Kedua pasang mata mereka bertemu. Hanya ada kecemasan saat kekosongan yang selama ini dia tunjukkan, namun begitu cepat berubah. Saat sadar ekspresi yang tidak seharusnya dia sembunyikan malah tampil. Aletha menghela napas, memegang knop pintu untuk membukanya.

“Semua kode yang ada cuman Pak Gunawan yang tahu”

Gunawan, dia sempat melupakan nama itu. Orang yang beberapa hari terakhir sempat gelisah karena cctv yang dia pasang di kamar mandi siswi tiba-tiba menghilang. Gadis itu menghela napas, menatap setiap kode yang ada di kunci itu terlihat lebih mudah dari yang dia kira.

Aletha terdiam saat ketukan high heels terdengar lebih tegas. Helaan napas kecil sudah berkuasa dengan kesunyian, gadis itu diam pada ruang rangkap yang tidak siapapun ketahui. Picingan mata dingin menyambungkan benang pada kecurigaannya selama ini.

Wanda Inthaliya, seseorang yang sempat dia temui di kamar mandi tempo hari. Tatapan tajam yang dia salurkan pada Gunawan, seakan sedang membaca situasi yang ada. Helaan napas yang bisa Aletha dengar walau jarak mereka cukup jauh.

“Saya kehilangan aksesnya, kamu mengambilnya?”

“Buat apa? Lagian tujuan kita sama kan? Sejak kapan kamu kehilangan akses itu, biar saya lacak. Saya curiga sama satu murid”

“Yang akses kamera itu? Tapi cuman saya yang bisa cek CCTV toilet perempuan, jangan gila”

Gunawan menghela napas panjang, tatapannya dingin.

“Oke, katakanlah”

“Kamu masih ingat kasus pembunuhan tiga tahun lalu?”

Wanda mendengus, “Saya tidak ingin ingat apapun, cepat katakan”

“Septian Adriasa, saya sudah lacak riwayatnya di sekolah lamanya”

“Cuman itu?”

“Lainnya akan saya kirim via whatsapp”

Kode, kode apa yang perlu dia saring padahal dia ahli dalam hal ini?

“Aletha, kita harus pergi”

“F01, F11, F21”

Khalil mengusap wajahnya, ini bukan waktu yang tepat untuk menebak sandi morse. Mereka tidak punya banyak waktu juga sampai Gunawan datang membawa sisa kunci rungan yang sedang dia tutup.

“Huruf didepan itu jurusan, angka di tengah itu kelas”

“Angka terakhir ruangan, ya terus kalo laboratorium apa? Kita cuman punya satu labo dan letaknya paling jauh dari kelas”

“Justru itu” gadis itu kembali memfokuskan arah pandangnya. Mencari kunci yang terlihat berbeda dari ruangan yang lain. Lubang yang serupa yang sempat dia lihat sebelum meninggalkan laboratorium biologi tempo hari. Lubang yang lebih besar dan sendirian.

“Kita harus pergi” pria itu menyeret tangan Aletha saat suara langkah kaki terdengar lebih dekat. Pada sudut ruangan yang sekiranya bisa melindungi mereka dari orang yang datang.

“Saya sudah kunci semuanya Pak, tidak mungkin ada yang bisa masuk lagian kunci utamanya selalu ada di saya”

Mahen menghela napas, “Kalau sudah kamu pastikan kenapa ada barang saya yang hilang?”

Gunawan menyimpan sisa kunci yang masih ada di tangannya, lantas menutup ruangan itu dengan kunci yang tersisa. Sebelum kembali mengikuti langkah kaki Mahen meninggalkan rungan ini. Bahkan di jam segini pria itu masih ada disekolah? Musuh dari segala musuh yang pernah Aletha temui.

“Barang apa, Pak?”

“Cuman hal kecil tapi ya cukup penting”

Khalil berusaha sepenuhnya ada dalam ketenangan saat jantungnya berdegub dengan kencang. Disaat dia takut ketahuan, gadis itu justru bersikap biasa saja dengan tatapan dingin mengunci pergelangan tangannya.

“Sorry”

Aletha menjaga jarak, menatap sekitar yang sudah lebih sepi dari sebelumnya.

“Dia sadar robekan korannya hilang”

Khalil masih sibuk mengintai di tengah Aletha yang terus membicarakan hal-hal masuk akal. Bahkan ditengah kegentingan seperti ini, gadis itu masih bisa bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun.

“Kita harus temuin sesuatu sekecil apapun”

“Bahaya nggak sih, kita juga nggak tahu kuncinya dimana” Khalil memegang knop pintu yang sudah terkunci, menatap pembekuan yang diciptakan Aletha. Gadis itu mengangkat tangan kanannya dan menjinjing sebuah kunci di antara jari telunjuk dan jempol. Membuat senyum tak rela karena misi yang belum sempat mereka rencanakan, harus terlaksana dengan mendadak.

Kedua manusia itu melangkah pada langkah yang tak beriringan. Aletha yang masih selaras dengan nada awal dan Khalil yang berusaha mengimbangi kaki kecil Aletha. Masih mencegah agar gadis itu tidak melakukannya. Bahkan cegahan itu tidak berhenti sampai pintu laboratorium terbuka.

“Kalau nggak bisa diem, mending lo pergi” gadis itu mencabut kuncinya dan mencari anak kunci yang lain sambil menuju lemari hitam incarannya. Harusnya masih ada disana dan harusnya dia menemukan yang lebih dari itu.

“Aletha, kita harus pergi sebelum Pak Mahen datang”

Gadis itu menghela napas panjang. Mengeledah isi lemari untuk mencari berkas yang sempat dia temukan tiga tahun yang lalu, ‘duplikat data kasus pembunuhan dan hasil pemeriksaan forentik Revano Putra Sach’.

“Aletha dan Khalil, apa yang kalian lakukan?”

Pria itu berbalik, menatap Mahen yang berdiri diambang pintu. Sementara gadis itu hanya diam dengan lamunan yang belum sempat dia selesaikan. Matanya membeku ketika nama lengkap kakaknya tertera sempurna pada berkas itu. Tangannya yang sembari tadi memegang kunci bergetar.

“Kita cari laporan penelitian minggu lalu, Pak. Harusnya masih ada ya?”

“Untuk apa mengeledah lemari itu?”

Khalil hanya diam, disusul tatapan dingin Aletha terarah pada Mahen. Memberikan umpatan batin yang ingin dia berikan detik itu juga, namun gadis itu hanya sanggup menghela napas. Untuk tidak membuat runyam suasana sore ini.

“Kuncinya tidak mau membukakannya untukku”

Khalil berbalik, detik dimana Mahen datang. Lemari itu masih terbuka dengan lebar dan beberapa dokumen ada ditangan gadis itu. Bagaimana bisa secepat itu dia membereskannya? Apakah dia punya mantra atau sihir untuk membereskan barang secepat itu?

“Saya pikir hanya Khalil yang mau membantu saya mempelajari laporan Biologi yang ditugaskan, siapa lagi?”

Mahen hanya diam, berbalik badan untuk meninggalkan ruangan. Ini terdengar lebih masuk akal di telinga Mahen. Pasalnya hanya Khalil yang beberapa hari terakhir yang terlihat bersama Aletha, walau naas tidak pernah digubris dengan pantas.

“Besok temui saya di ruang kepala sekolah Aletha Waniwongso”

To Be Continue...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!