Lian shen ,seorang pemuda yatim yang mendapat kn sebuah pedang naga kuno
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dwi97, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lorong Seribu Ukiran
Setelah melewati Danau Cermin Jiwa, jalan bercahaya membawa Shen dan Lin Feng menuju sebuah lorong panjang. Dindingnya terbuat dari batu hitam berkilau, diukir dengan ribuan simbol naga, manusia, dan binatang buas. Api biru menyala di obor-obor kristal yang menempel di dinding, memberikan cahaya redup namun cukup untuk melihat ukiran-ukiran itu.
Lorong itu sunyi, hanya suara langkah mereka yang bergema. Namun semakin jauh mereka berjalan, semakin terasa berat di dada. Seolah setiap simbol naga di dinding menatap, hidup, dan menilai mereka.
Lin Feng berhenti sejenak, jarinya menyentuh salah satu ukiran naga. Saat itu, simbol naga itu berkilau, dan matanya seakan bergerak. Lin Feng segera menarik tangannya. “Shen... ini bukan ukiran biasa. Rasanya seperti... mereka hidup.”
Shen memperhatikan lebih dekat. Ukiran itu memang dipenuhi detail luar biasa: sisik naga yang seakan bergetar, taring yang berkilau, bahkan aliran energi halus yang terasa nyata. Shen mendesah pelan. “Bukan hanya hidup. Ini adalah fragmen ingatan naga. Setiap ukiran mengandung potongan sejarah mereka.”
Mereka melangkah lagi, dan tiba-tiba suara berat bergema dari dinding: “Siapakah yang berani melangkah di lorong kenangan kami?”
Shen berhenti, tubuhnya tegang. “Kami hanyalah pengembara yang mencari kebenaran,” jawabnya mantap.
Dinding bergetar, ukiran naga bergerak seperti relief yang hidup. Salah satu naga keluar dari dinding, meski hanya dalam bentuk cahaya emas. Ia menatap Shen dengan mata menyala. “Kalau kau mencari kebenaran, maka kau harus melihat sejarah kami tanpa menutup mata. Siapkah kau?”
Sebelum Shen sempat menjawab, cahaya menyelimuti mereka berdua. Dalam sekejap, mereka tidak lagi berada di lorong itu—melainkan di medan perang kuno.
Langit hitam, tanah dipenuhi api. Puluhan naga raksasa bertarung melawan manusia yang menggunakan pedang bercahaya. Jeritan, dentuman, dan suara raungan menggema.
Lin Feng terkejut, matanya melebar. “Kita... dibawa ke masa lalu?”
Shen menatap dengan tenang, meski hatinya bergetar. “Bukan masa lalu sungguhan. Ini adalah kenangan naga, tersimpan dalam ukiran.”
Mereka menyaksikan naga emas terbang, menyapu pasukan manusia dengan api suci, namun jatuh oleh tombak raksasa yang ditempa dari tulang naga itu sendiri. Mereka melihat manusia yang menangis sambil menusukkan pedangnya pada naga yang bersujud, seolah perang ini bukan sekadar perebutan kekuasaan—tetapi pengkhianatan.
Shen mengepalkan tangan. “Jadi... naga dan manusia pernah hidup berdampingan, sebelum saling membantai.”
Suara berat naga bergema lagi di udara. “Benar. Manusia dulu adalah sahabat kami. Namun keserakahan merusak segalanya. Mereka menginginkan kekuatan kami, darah kami, jiwa kami. Maka perang pun pecah, dan dunia hampir hancur.”
Lin Feng berbisik pelan, wajahnya pucat. “Kalau begitu... bukankah kita sama saja seperti manusia serakah itu, karena sekarang kita juga mencari kekuatan naga?”
Shen menoleh padanya, menatap tajam. “Tidak, Feng. Perbedaan ada pada niat. Mereka mencari untuk menguasai. Kita mencari untuk melindungi.”
Kenangan itu berakhir. Cahaya menarik mereka kembali ke lorong. Ukiran naga yang tadi berkilau kini meredup, seolah puas dengan jawaban Shen.
Namun ujian belum selesai. Dinding di sisi lain bersinar, memperlihatkan ukiran manusia. Sosok manusia itu bukan pejuang biasa, melainkan seorang pria berwajah bijak dengan mata tajam. Suaranya bergema dari batu: “Kami manusia juga punya alasan. Kami berperang bukan hanya karena serakah, tapi karena naga ingin memaksakan kehendak mereka. Kami menolak menjadi budak.”
Tiba-tiba, bayangan naga dan bayangan manusia muncul di tengah lorong, saling bertarung dengan kekuatan dahsyat. Suara benturan menggetarkan dinding, hampir menghancurkan lorong.
Lin Feng menutup telinganya. “Ini... seperti tak ada akhir. Naga menyalahkan manusia, manusia menyalahkan naga. Siapa yang benar? Siapa yang salah?”
Shen menatap pertarungan itu dengan mata dalam. Lalu ia maju satu langkah, berdiri di antara kedua bayangan. Dengan suara lantang ia berteriak, “Cukup! Aku tidak peduli siapa yang benar atau salah di masa lalu. Aku hanya tahu, kalau kita terus menyimpan dendam, dunia tidak akan pernah damai!”
Pertarungan berhenti seketika. Bayangan naga dan manusia menatap Shen bersamaan. Perlahan, keduanya memudar menjadi debu cahaya, menyatu kembali ke ukiran di dinding.
Lorong kembali tenang. Cahaya emas muncul di ujung lorong, membentuk pintu besar dengan ukiran naga yang bersinar terang.
Shen menarik napas panjang. “Lorong ini bukan hanya tempat ujian, tapi tempat pengakuan sejarah. Mereka ingin kita belajar, bukan hanya bertarung.”
Lin Feng menatapnya, wajahnya campur aduk antara kagum dan bingung. “Dan kau... kau benar-benar bicara seperti seorang pemimpin. Hati-hati, Shen. Kalau terus begini, kau bisa saja berakhir sebagai raja naga.”
Shen hanya tersenyum tipis, lalu melangkah menuju pintu bercahaya itu. Dalam hatinya, ia tahu satu hal: perjalanan ini bukan sekadar tentang kekuatan, tapi tentang menyatukan sejarah yang retak antara naga dan manusia.
Di balik pintu, bayangan naga raksasa tampak menunggu, matanya berkilau merah menyala.