NovelToon NovelToon
OBSESI SANG “CALON CEO”

OBSESI SANG “CALON CEO”

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Terlarang / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Kehidupan di Kantor
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: Five Vee

Gyantara Abhiseva Wijaya, kini berusia 25 tahun. Yang artinya, 21 tahun telah berlalu sejak pertama kali ia berkumpul dengan keluarga sang papa. Saat ia berusia 5 tahun, sang ibu melahirkan dua adik kembar laki - laki, yang di beri nama Ganendra Abhinaya Wijaya, dan Gisendra Abhimanyu Wijaya. Selain dua adik kembarnya, Gyan juga mendapatkan sepupu laki-laki dari keluarga Richard. Yang di beri nama Raymond Orlando Wijaya. Gracia Aurora Wijaya menjadi satu-satunya gadis dalam keluarga mereka. Semua orang sangat menyayanginya, tak terkecuali Gyan. Kebersamaan yang mereka jalin sejak usia empat tahun, perlahan menumbuhkan rasa yang tak biasa di hati Gyan, yang ia sadari saat berusia 15 tahun. Gyan mencoba menepis rasa itu. Bagaimana pun juga, mereka masih berstatus sepupu ( keturunan ketiga ) keluarga Wijaya. Ia pun menyibukkan diri, mengalihkan pikiran dengan belajar. Mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin Wijaya Group. Namun, seiring berjalannya waktu. Gyan tidak bisa menghapus

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20. Kenapa Jadi Seperti Ini?

Tiba di gedung Wijaya Group, CIA tidak langsung pergi ke lantai lima belas. Gadis itu mampir ke pantry, yang terletak di lantai empat belas untuk membuat kopi.

Lagipula masih banyak waktu yang tersisa sebelum jam kerja di mulai. Jadi gadis itu tidak terburu - buru.

"Selamat pagi, Bu Cia." Office boy yang tadi menyapa Gyan, baru saja keluar dari ruang Devisi Keuangan dan berpapasan dengan Cia di depan lift.

"Selamat pagi, mas." Balas Cia dengan ramah.

"Tadi dicari sama pak Gyan." Beritahu pemuda itu lagi.

Cia hanya menanggapi dengan anggukan kecil. Ia kemudian masuk ke dalam ruangan Devisi Keuangan dan duduk di kubikelnya.

Gadis itu meletakkan cangkir kopi di sudut meja sebelah kanan. Kemudian menyimpan tas tangan yang ia bawa di bawah meja.

Sembari menunggu komputernya siap, gadis itu menyempatkan memeriksa ponselnya.

Pesan dari Gyan muncul memenuhi layar gawai, membuat gadis itu menghela nafas panjang.

"Kenapa jadi seperti ini, Gyan?" Gumamnya. Ia teringat kembali dengan ungkapan perasaan Gyan padanya.

Cia mengabaikan pesan - pesan itu. Sama sekali tak berniat membuka. Hanya membaca dari layar depan ponselnya.

Gyan menanyakan dimana keberadaan gadis itu. Cia yakin jika saudara sepupunya itu melihat mobil Raymond di basemen, dan tau kalau dirinya yang membawa kereta besi itu.

"Padahal aku sangat senang memiliki saudara seperti kamu."

Meski Cia lebih tua tiga bulan dari Gyan, namun gadis itu menganggap putra sulung ayah Dirga itu sebagai seorang kakak, mengingat mereka tidak memiliki kakak.

"Mana bisa aku mencintai kakak sendiri?" Gadis itu kembali menghela nafasnya.

"Rajin sekali calon Menejer kita ini."

Cia mendongak ketika mendengar suara pak Bima disekitarnya. Pria berusia tiga puluh tahun itu berdiri tepat di depan meja kerja Cia. Tubuhnya terhalang oleh sekat kaca buram yang menjadi pembatas pada pinggiran meja.

"Selamat pagi, pak Bima." Sapa Cia dengan sopan.

"Selamat pagi juga, Bu Cia." Balas pak Bima dengan terkekeh.

"Pak Bima, saya mohon maaf untuk kejadian akhir pekan lalu. Karena kedatangan Gyan, rencana kuliner pinggir jalan kita jadi berantakan." Cia merasa bersalah pada teman - temannya.

Setelah menonton film, rencananya mereka akan mampir untuk kuliner malam di pinggir jalan. Namun kedatangan Gyan mengacaukan semuanya.

"Tidak masalah, Cia. Saya sudah mentraktir yang lain kemarin. Tinggal kamu saja yang belum. Bagaimana kalau makan siang nanti?"

Cia nampak menimbang. "Sebagai penebus rasa bersalah, biar saya yang mentraktir pak Bima. Bagaimana?" Tawar gadis itu kemudian.

Ia yang mengusulkan untuk melakukan kuliner malam di pinggir jalan. Justru malah dirinya yang tidak bisa ikut.

Sungguh Cia merasa tidak enak hati pada sang atasan dan teman - temannya.

Pak Bima nampak berpikir. Pria dewasa itu kemudian mengangguk pelan.

"Saya setuju. Kapan lagi bisa ditraktir oleh anak Direktur Utama Wijaya Group." Pak Bima mengakhiri kalimatnya dengan terkekeh.

Pria itu senang sekali bergurau dan tertawa. Karena itu Cia sangat suka mengobrol dengan sang kepala Devisi.

Tidak kaku seperti Gyan.

"Baiklah kalau begitu. Saya tunggu pak Bima di jam makan siang nanti." Ucap Cia kemudian.

Obrolan mereka pun berakhir dengan pak Bima yang pamit untuk pergi ke ruangannya.

"Selamat pagi, kak Gyan." Sapa Senja pada pria yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

Gadis itu sudah selesai membersihkan meja Gyan dan sedang menunggu komputernya siap untuk digunakan.

"Kamu datang jam berapa, Senja?" Tanya pemuda itu sembari melirik arloji mahal yang melingkar di pergelangan tangannya.

Padahal ia sudah berangkat lebih pagi untuk bertemu dengan Cia. Ternyata sekretarisnya sudah datang lebih dulu dari dirinya.

"Saya berangkat jam enam, agar tidak ketinggalan bis, kak." Selain karena alasan itu, Senja juga menghindari sang kakak yang kembali meminta uang padanya.

Gyan menanggapi dengan anggukan kecil. Ia tak berbicara lebih jauh. Selama satu minggu berada di dalam ruangan yang sama, nyatanya tidak membuat mereka semakin akrab.

Jarak itu masih ada. Terbentang luas diantara mereka, meski tidak kasat mata. Gyan enggan mengakrabkan diri dengan orang lain.

Setelah Gyan duduk di atas kursi kerjanya, Senja pun mendekat dengan beberapa map di tangan gadis itu.

"Apa kak Gyan ingin minum kopi?" Tanya Senja setelah meletakkan map di atas meja kerja Gyan.

"Boleh. Tolong kopi hitam tanpa gula." Ucap pria itu dengan wajah datar.

Senja pun pamit untuk pergi ke pantry.

Sepeninggal sang sekretaris, Gyan kembali melihat ponselnya. Tak ada balasan pesan dari Cia. Bahkan pesan yang ia kirim, belum di baca oleh gadis itu.

"Aku tau kamu melihat pesanku, Cia." Monolog Gyan sembari menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

Senja kembali setelah pergi selama sepuluh menit. Gadis itu meletakkan cangkir kopi di atas meja Gyan.

Pria itu hanya mengucapkan terimakasih dengan pelan. Tidak ada basa - basi selebihnya.

Senja pun kembali ke meja kerjanya.

Waktu berlalu begitu saja, dengan Gyan yang sama sekali tidak fokus pada pekerjaannya.

Hanya tubuh pria itu yang ada di dalam ruangan, namun pikirannya dipenuhi oleh Cia. Gadis itu kini sudah mengetahui isi hati Gyan, yang membuat hubungan mereka kembali merenggang.

"Si-al."

Senja yang sedang berkonsentrasi pada pekerjaannya pun tersentak setelah mendengar umpatan yang keluar dari mulut Gyan.

"Ada apa, kak?" Tanya gadis itu. Dari tempat duduknya, Senja dapat melihat tangan Gyan terkepal di atas meja, dan raut wajahnya yang tak bersahabat.

Gyan sontak menatap ke arah Senja. Pemuda itu lupa jika dirinya tak sendirian di ruangan itu.

"Tidak. Saya hanya salah memasukkan angka." Jawab Gyan dengan asal.

Senja menggangguk paham. Gadis itu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Waktu makan siang tiba. Gyan meminta Senja untuk menyimpan pekerjaannya dan melanjutkan lagi nanti.

"Apa kak Gyan mau saya belikan makan siang?" Tanya Senja sebelum keluar dari ruangan itu.

Beberapa hari terakhir, pria itu sempat meminta Senja untuk membelikan makanan karena Gyan enggan untuk pergi.

Gyan tidak langsung menjawab. Ia memeriksa ponselnya sekali lagi, untuk memastikan balasan pesan dari Cia.

"Tidak perlu. Saya juga mau makan di luar." Ucap pria itu sembari merapikan meja kerjanya.

Senja menanggapi dengan anggukan kecil, kemudian pamit untuk makan siang.

Gadis itu memilih pergi ke kantin kantor. Para karyawan Wijaya Group mendapatkan jatah makan siang gratis setiap harinya. Lumayan untuk Senja menghemat uang jajannya.

Sementara itu, Gyan memeriksa keberadaan Cia melalui aplikasi ponsel mereka yang terhubung. Karena merasa percuma juga untuk mendatangi gadis itu ke lantai lima belas.

Dahi Gyan berkerut halus ketika melihat lokasi dimana Cia berada saat ini.

"Dia pergi ke kafe ibu?"

Putra sulung Dirgantara Wijaya itu pun meraih jasnya. Memastikan kunci mobil dan dompet ada di dalam saku, kemudian bergegas meninggalkan ruangan.

Kafe sang ayah, yang sekarang di kelola oleh ibu Gista menjadi tujuan Gyan. Ia harus bertemu dengan Cia, dan memperbaiki hubungan mereka.

...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...

1
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
iya memang kesalahan.
Noviie 🍃🍃
❤️❤️❤️
Noviie 🍃🍃
❤️❤️❤️
Siti Vogel
bagus
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
memang dia cemburu bu gista
Jengendah Aja Dech
❤️
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sadarlah gyan. takutnya kamu stress nanti
Rafly Rafly
saya kira Gyan lelaki jantan..eh . ternyata hanya seorang pecundang /Facepalm/
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
waaa.. CIA mengajak bima ke cafe Gista ya?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
CIA kemana ya? senja juga belum datang?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
gyan. sadarlah. kamu buat cia takut
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
CIA mulai mencari circle baru. Gyan, tak ada yang mendukung rasamu.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
kamu tau sejak awal gyan. kamu & gua is impossible..
Naufal Affiq
gyan kamu sama cia itu gak bisa menikah,karena ayh dirga dan papi Richard saudara sepupu lak -laki,kecuali ayh dirga sama mami renata yang beradik kakak baru bisa,itu disebut pariban gyan
Author Amatir🍒: Kasih tau si Gyan itu kak.. 😅 jangan ngeyel…
total 1 replies
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
maka kamu harus mencoba berpaling & harus bisa Gyan
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
senja tau gyan cinta CIA. apakah niat CIA menjodohkan mereka akan berhasil?
Amidah Anhar
Aku dukung CIA buat pergi dari Gyian 🤭🤭🤔🤔
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
fix, CIA tak punya cinta untuk gyan.
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
andai kalian tau kekhawatiran istri2 kalian yang sebenarnya itu.
Netta
hati² Cia jgn smpe khilangan Gyan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!