Night Destiny

"Kalau seperti itu, izinkan aku mencintaimu lebih dulu!."

Salsa menatap Azka sekali lagi. Entah kenapa dia merasa Azka begitu tulus. Tapi jujur, hatinya masih ragu. Tidak gampang mempercayai orang lain apalagi baru sehari bersama.

"Berjanjilah padaku, Sal. Apapun yang terjadi, jangan sampai rumah tangga kita menjadi korban. Setiap masalah pasti bisa diselesaikan. Seperti perkataanmu, kepercayaan adalah kunci utama bukan? Aku mau kamu mempercayaiku, begitupun sebaliknya. Aku tahu, dalam rumah tangga pasti akan mengalami banyak masalah. Tapi apapun itu, aku harap kamu tidak akan pernah mengambil keputusan sepihak. Kita harus bicarakan semuanya berdua!."

Salsa tersenyum, "Bisakah perkataanmu dipercaya?."

Azka menatap Salsa tajam, "Aku bukan pembohong, Sal. Semua yang aku ucapkan tidak akan pernah aku ingkari. Apalagi jika aku sudah berjanji!."

Salsa terkekeh, "Kamu ambekan juga ya!."

Azka mendengus, "Kamu wanita paling aneh dan unik yang pernah aku temui!."

"Bukankah kamu hanya mengenal mantanmu itu, kenapa seolah-olah kamu mengenal banyak wanita?."

Skak

Azka bungkam seketika, wanita didepannya tidak hanya mampu membuatnya tertawa namun juga kesal seketika.

"Kamu belum mengantuk? Sudah malam!," ucap Azka sambil melirik jam yang sudah pukul 11 malam.

"Belum. Biasanya aku tidak suka begadang. Tapi sejak hamil, mataku tidak suka mengantuk seperti biasanya!."

Rupanya kamu menurun sifatku, Nak. Apa kamu takut ayah tidak akan mengakuimu hingga kamu begitu mirip denganku? Bathin Azka

"Kita teman, bukan?," Salsa menoleh pada Azka lalu tersenyum, "Boleh aku bertanya tentang dirimu?."

"Tentu saja. Akupun akan bertanya beberapa hal tentangmu. Kita akan tinggal bersama, dan aku belum tahu apa-apa tentang dirimu!."

Azka tersenyum, "Kamu boleh bertanya apapun padaku!."

"Baiklah. Sekarang, kamu akan bertanya apa padaku?."

Azka terdiam sejenak, "Sebagai seorang teman, alangkah baiknya kita berkenalan terlebih dahulu. Siapa nama lengkapmu!."

"Salsabila!," perempuan itu menyodorkan tangannya, tentu Azka langsung menyambut uluran tangan sang istri.

"Atharrazka Ibrahim!," sahut Azka tersenyum, "Apa pekerjaanmu?."

"Aku seorang handicraft!"

"Dalam bidang apa?."

"Buah tangan. Souvenir, hampers, buket, parcel dan kerajinan tangan lainnya!."

"Rupanya kamu wanita yang berbakat," puji Azka

"Aku hanya menekuni hobiku. Kebetulan banyak yang menyukainya. Jadi aku meneruskannya menjadi bisnis kecil-kecilan!. Bahkan Bunda juga menyukainya. Bunda memesan souvenir pengajian pernikahanmu padaku. Mungkin inilah yang disebut takdir, saat aku menghubungi ponsel Bunda, selama dua hari ponselnya tidak aktif. Jadi aku berinisiatif mengirimnya sendiri. Dan beginilah akhirnya, aku bisa berada disini!."

"Kamu benar, Allah memberikan jalan melalui Bunda!."

"Tepat sekali!."

Azka menatap Salsa yang tersenyum kecil, "Kamu sudah tahu pekerjaanku?," tanya Azka

"Kamu seorang pengusaha. Semua orang juga tahu bukan?."

Azka tersenyum, "Benar juga. Tapi apa kamu tahu jelasnya suamimu ini pengusaha apa?," Salsa hanya mengedikkan bahu. "Aku memiliki beberapa hotel, restoran dan juga vila!."

Melihat respon Salsa yang hanya ber-oh ria, Azka heran. Bukankah semua wanita menyukai pria mapan, tapi kenapa Salsa terlihat biasa saja. "Kamu tahu kan, aku pengusaha sukses yang mapan. Apapun yang kamu inginkan, bisa aku berikan. Tidakkah kamu mau bertanya atau meminta sesuatu padaku?!."

"Pernahkah kamu mendengar ungkapan, lebih baik memberi daripada meminta?," Azka mengangguk, "Selama kebutuhanku sudah terpenuhi, aku tidak akan meminta hal lain lagi. Kamu tahu, sebanyak apapun harta yang kita miliki, tidak akan ada artinya jika digunakan untuk hal yang tidak berguna. Diluar sana banyak orang yang membutuhkan, alangkah baiknya jika kita memberikannya pada me yang lebih butuh. Kita bisa makan enak direstoran, membeli pakaian mewah, perhiasan mahal, namun disamping kita banyak yang kekurangan makan, tidak mampu membeli baju apalagi perhiasan. Bukankah sebagai manusia, sebaiknya kita mengutamakan mereka?."

Azka tertegun, selama dia hidup jarang sekali dia memikirkan orang lain. Walau Azka tidak pernah lupa akan kewajibannya atas hak orang lain dari hartanya, namun hanya sebatas itu yang dia lakukan.

"Oh ya. Kamu suka makanan apa saja?," pertanyaan Salsa membuat lamunan Azka buyar. Pria itu tersenyum tanpa sadar,

Terima kasih karena Engkau mengirim wanita sesempurna Salsa dalam hidup hamba, Ya Allah.

"Hei! Kamu mendengarku, tidak?."

"Ah ya. Apa tadi?."

Salsa mendengus, "Kamu suka makanan apa saja?."

Azka kembali tersenyum melihat lipatan bibir Salsa, "Aku suka semuanya. Tapi yang paling aku suka adalah sop ayam, chiken katsu, gurami asam manis dan ayam bumbu Bali!."

"Kamu pecinta ayam rupanya!."

"Ya, aku sendiri heran. Aku tidak pernah bosan makan menu ayam. Apalagi masakan Bunda! Kalau kamu, menu apa yang kamu sukai?."

"Lidahku selera desa. Aku suka soto ayam, pepes ikan, lalapan juga sambal terasi. Segala sayuran aku suka!."

"Kamu bisa masak?."

"Tentu saja. Bukankah memasak adalah tugas seorang istri?!."

"Tapi sekarang jaman sudah modern. Banyak suami istri yang memakai jasa pembantu rumah tangga."

"Lalu apa tugas seorang istri jika semuanya di lakukan oleh pembantu? Sesibuk apapun seorang istri, dia tidak boleh melupakan kodratnya sebagai seorang wanita. Apalagi masalah perut. Ada yang mengatakan, dari perut naik ke hati. Perut kenyang, hatipun senang!."

Azka tergelak, "Kamu wanita yang unik!."

"Aku bukan barang. Kenapa dikatakan unik?".

"Sudahlah, sudah malam. Sebaiknya kamu tidur, tidak baik ibu hamil tidur terlalu malam. Besok kita akan pindah, jadi sekarang istirahatlah!."

"Pindah? Kemana?."

"Ke rumah baru kita!."

"Rumah baru?."

"Tentu saja. Aku sudah membeli rumah baru kemarin. Dan besok, kita bisa menempatinya!."

"Kenapa harus pindah? Bukankah rumah Bunda ini besar? Lagipula, disini enak. Suasananya nyaman dan menyenangkan."

"Kalau tinggal disini, aku tidak bebas melakukan apapun padamu!," jawab Azka sambil memejamkan mata.

"M-memangnya apa yang akan kamu lakukan padaku?."

Mata Azka seketika terbuka, "Membuatmu memintanya lebih dulu!."

*

*

Hiya, bang Azka nyebelin sekali