Yan Ruyin, nama yang membuat semua orang di Kediaman Shen jijik. Wanita genit, pengkhianat, peracun… bahkan tidur dengan kakak ipar suaminya sendiri.
Sekarang, tubuh itu ditempati Yue Lan, analis data abad 21 yang tiba-tiba terbangun di dunia kuno ini, dan langsung dituduh melakukan kejahatan yang tak ia lakukan. Tidak ada yang percaya, bahkan suaminya sendiri, Shen Liang, lebih memilih menatap tembok daripada menatap wajahnya.
Tapi Yue Lan bukanlah Yan Ruyin, dan dia tidak akan diam.
Dengan akal modern dan keberanian yang dimilikinya, Yue Lan bertekad membersihkan nama Yan Ruyin, memperbaiki reputasinya, dan mengungkap siapa pelaku peracun sebenarnya.
Di tengah intrik keluarga, pengkhianatan, dan dendam yang membara.
Bisakah Yue Lan membalikkan nasibnya sebelum Kediaman Shen menghancurkannya selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Kejadian itu berlalu begitu saja. Tidak ada lagi yang berani membicarakan Yan Ruyin secara terbuka setelah Shen Liang memberi peringatan. Seolah satu kalimat darinya sudah cukup untuk menutup mulut seluruh kediaman.
Baru saat itu Yue Lan benar-benar menyadari satu hal.
Meski Shen Liang bukan anak utama keluarga Shen, pengaruhnya jauh lebih besar daripada yang selama ini terlihat. Ketegasan sikapnya, cara ia berdiri tanpa perlu meninggikan suara, dan wibawa yang secara alami terpancar darinya itulah yang membuat orang-orang segan. Bukan karena status, melainkan karena kehadiran.
Sore itu, Yue Lan berjalan perlahan mengitari paviliun bersama Xiaohe. Langkahnya masih belum sepenuhnya stabil, tetapi ia memaksakan diri. Ia ingin melihat sendiri lingkungan tempat ia harus bertahan hidup ke depannya.
“Di sebelah timur paviliun ini adalah gudang kain,” jelas Xiaohe sambil menunjuk. “Biasanya dijaga ketat. Di sebelah barat ada dapur kecil khusus untuk paviliun kita, tapi jarang digunakan sejak Nyonya… eh, sejak kejadian-kejadian sebelumnya.”
Yue Lan mengangguk, menyimpan setiap informasi dengan saksama.
“Lorong itu,” lanjut Xiaohe pelan, “mengarah ke paviliun utama. Sedangkan jalan kecil di belakang ini menuju taman belakang. Jarang orang lewat sana.”
“Tempat yang bagus untuk menghindari orang,” gumam Yue Lan tanpa sadar.
Xiaohe menatapnya sekilas, lalu mengangguk setuju.
“Dan di sebelah sana,” lanjut Xiaohe sambil menunjuk ke arah bangunan yang agak terpisah, “adalah perpustakaan, Nyonya. Tempat buku-buku disimpan. Di sana ada catatan tentang kekaisaran, silsilah keluarga Shen, juga sejarah lama kediaman ini.”
Perpustakaan.
Kata itu membuat pikirannya langsung bekerja. Di dunia lamanya, data selalu menjadi senjata. Dan di dunia ini, buku adalah satu-satunya bentuk data yang bisa ia akses.
Ia terdiam sejenak, menimbang.
Xiaohe menatapnya, sedikit heran dengan perubahan sikap nyonyanya lebih tenang, lebih fokus, seolah sedang menghitung sesuatu yang tak terlihat.
“Ayo kita ke sana,” ujar Yue Lan singkat.
Xiaohe tersenyum kecil dan mengangguk. “Baik, Nyonya.”
Mereka berbelok menuju perpustakaan.
Bangunan itu sunyi, dengan aroma kertas tua dan kayu kering yang menguar begitu pintu dibuka. Rak-rak tinggi berjajar rapi, dipenuhi kitab tebal dan gulungan bambu. Cahaya matahari masuk dari jendela tinggi, jatuh miring di lantai, membuat debu terlihat menari pelan di udara.
Yue Lan berjalan perlahan di antara rak-rak itu. Jarinyanya menyusuri punggung buku, membaca judul-judul yang asing namun penting. Sejarah kekaisaran. Catatan hukum. Silsilah keluarga besar.
Ia berhenti di satu rak dan mulai membaca buku tentang silsilah keluarga Shen. Nama-nama, hubungan darah, cabang selir, pewaris sah. Matanya bergerak cepat, mencatat dalam diam.
Lalu, ia membeku.
Di sela buku-buku kuno itu, ada satu buku yang tidak seharusnya ada di sana.
Sampulnya berbeda. Bukan kain atau kulit, melainkan bahan licin yang terlalu halus. Dan judul di punggungnya, tertulis dengan huruf yang terlalu familiar. Huruf modern.
Jantung Yue Lan berdetak lebih cepat.
“Xiaohe,” panggilnya pelan, tanpa mengalihkan pandangan. “Apa kau juga melihat itu?”
Ia mengangkat tangan dan menunjuk satu buku.
Xiaohe mendekat, mengernyitkan dahi. “Melihat apa, Nyonya?” Ia menatap rak itu lama, lalu menggeleng. “Semuanya tampak sama. Tidak ada yang berbeda.”
Yue Lan menelan ludah.
Apa mungkin aku berhalusinasi?
Ia mengulurkan tangan. Jarinya menyentuh buku itu, padat, nyata, dingin. Bukan bayangan. Bukan pula ilusi.
Perlahan, ia menariknya keluar.
Buku itu tebal, seukuran novel modern. Sampulnya berwarna, namun jelas bukan buatan zaman ini. Tidak ada ukiran. Tidak ada aksara kuno.
Napas Yue Lan tertahan.
Di dunia yang seharusnya mustahil, ia baru saja menemukan sesuatu yang berasal dari dunianya sendiri.
Dan untuk pertama kalinya sejak terbangun di tubuh Yan Ruyin, Yue Lan merasakan kegelisahan yang berbeda.
semangat thor jangan lupa ngopi☕️