“Anak? Aku tak pernah berharap memiliki seorang anak denganmu!”
Dunia seolah berhenti kala kalimat tajam itu keluar dari mulut suaminya.
.
.
Demi melunasi hutang ayahnya, Kayuna terpaksa menikah dengan Niko — CEO kejam nan tempramental. Ia kerap menerima hinaan dan siksaan fisik dari suaminya.
Setelah kehilangan bayinya dan mengetahui Niko bermain belakang dengan wanita lain. Tak hanya depresi, hidup Kayuna pun hancur sepenuhnya.
Namun, di titik terendahnya, muncul Shadow Cure — geng misterius yang membantunya bangkit. Dari gadis lemah, Kayuna berubah menjadi sosok yang siap membalas dendam terhadap orang-orang yang menghancurkannya.
Akankah Kayuna mampu menuntaskan dendamnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SooYuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 19
“Brengsek sialan!” Adrian naik pitam, wajahnya merah padam, jemarinya mengepal erat sementara tangan satunya masih mencekik Niko kuat-kuat.
“Aa-aak ….” Niko tampak mendelik kesulitan bernapas.
“Pak Niko!” jerit Airin yang tiba-tiba muncul, dia menutup mulutnya yang menganga dengan telapak tangan, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Adrian, kau gila?!”
Adrian tak peduli, tatapannya masih fokus pada satu titik yang memicu amarahnya. Niko.
“Bukankah sudah kuperingatkan, Bajingan?! Lepaskan Kayuna, kau meremehkanku? Hah?!” hardik Adrian tangannya semakin erat mencengkram leher pria berdarah iblis itu.
Bugh!
Niko berhasil membalas satu pukulan, meski tak terlalu kuat tapi cukup untuk mengalihkan fokus Adrian.
Kayuna masih membeku menyaksikan peristiwa yang jauh dari rencananya, wajahnya tampak kebingungan.
Bugh! Bugh! Bugh!
Adrian pun menggila, ia menyerang — menjatuhkan pukulan bertubi-tubi pada Niko.
Niko tersungkur ke lantai, tubuh kekarnya tampak tak berdaya melawan Adrian. “Akh, aish!” desisnya tertahan, sementara ia menahan rasa perih. Cekikan Adrian masih membekas di lehernya, dan pukulan keras yang menghantam perutnya, membuatnya meringkuk geram.
“Bangun!” Adrian menarik paksa Niko — berdiri, kemudian menghempasnya ke pojok dinding. Tangannya kembali meraih leher Niko, persis seperti yang selalu Niko lakukan saat menyiksa istrinya.
“Adrian! Lepaskan dia!” Jay muncul dengan langkah tergesa. Ia membuka lebar matanya ketika melihat Adrian dengan tatapan beringas mencekik seorang pria di depannya.
“Kau ingin jadi pembunuh?!” serunya saat mendapati Niko yang hampir kehabisan napas.
Adrian tak menghiraukan, telinganya seolah tuli tak mendengar apapun, yang terdengar hanya dentuman jantung dan napasnya yang memburu, serta bisikan samar seolah memaksanya terus melanjutkan aksinya.
“Pembunuh ….” Kayuna bergumam, seketika tersadar dari benak yang melayang.
Saat Adrian mengangkat tangannya hendak kembali menghujani Niko dengan hantaman, Kayuna buru-buru berlari — memeluknya erat dari belakang.
“Cukup! Adrian!” cegahnya lantang.
Deg!
Adrian mendadak membeku, sorot mata yang sejak tadi membara perlahan meredup. Jantungnya masih berpacu, napas yang sedari tadi tersengal kini seolah menggumpal di tenggorokan.
Bruk! Bruk!
Anggota geng lain juga tiba dengan langkah terburu — menabrak Jay yang masih berdiri kaku di lorong gedung itu.
“Aish,” keluh Danar, tapi segera berdiri setelah sekilas melihat tatapan dingin Laudia. Tengkuknya langsung merinding.
“Sorry, Bang,” ujar Reza, kemudian berdiri seraya membantu Jay yang terguling di lantai. “Lagian badan segede gaban bisa-bisanya sampe ngguling.”
“Muncungmu! Body shaming, Kau?!” protes Jay sambil bersusah payah mengangkat tubuh besarnya.
Empat pasang mata langsung membelalak bersamaan, kala melihat pemandangan tak terduga. Ketua gengnya tengah mencekik seorang pria, kemudian seorang wanita memeluknya erat dari belakang.
Laudia yang berwajah datar pun kini mulutnya menganga lebar. “Amazing.”
“So sweet,” komentar Danar.
“Kayak adegan drama ini,” celetuk Reza.
“Wah ….” Jay tak bisa berkata-kata.
Sementara sorot mata Adrian yang meredup bersamaan dengan tubuhnya yang tiba-tiba lunglai, ia melonggarkan cengkramannya kala mendengar Kayuna berbisik lirih sambil memeluk dirinya.
“Cukup, Adrian … lepaskan dia,” lirih wanita itu.
Adrian menelan ludah. Bisikan serta pelukan Kayuna mampu meluluhkan amarahnya. Ia pun perlahan melepaskan Niko.
Pria iblis itu pun langsung luruh ke lantai.
“Uhuk! Uhuk!” Ia terbatuk-batuk sambil menghirup rakus udara yang sejak tadi menyesakkan dirinya.
“Pak Niko!” Airin lalu buru-buru mendekati bosnya itu, tatapannya khawatir melihat Niko yang tampak kehabisan tenaga — tersandar lemas di dinding. “Apa yang kalian lakukan? Aku tidak akan—”
“Tutup mulutmu, Pelakor laknat!” Kayuna kembali meninggikan suaranya, setelah melepas dekapannya pada Adrian. “Urus laki-laki iblismu ini, dan tunggu giliranmu … menerima karmamu.”
Setelah melontarkan kalimat tajam, Kayuna meraih lengan Adrian — menariknya keluar, meninggalkan lorong gedung yang menyesakkan itu.
Adrian masih berdiam tak bersuara, ia masih merasa tak nyata, Kayuna sendiri yang menggenggam erat tangannya, bahkan tadi memeluknya. Laki-laki itu terbuai sesaat.
“Di mana kamu memarkir mobilmu?” tanya Kayuna begitu tiba di luar.
Adrian masih bisu, ia hanya menatap lekat bahu wanita yang tengah menggandengnya itu.
“Adrian ….” Kayuna menoleh. “Kamu nggak bawa mobil?”
“Aa … itu, aku nggak bawa,” sahut Adrian setengah tersentak dari lamunannya.
“Mobilku di sebelah sana, pulanglah. Kamu bisa naik taksi, ‘kan? Makasih untuk hari ini, aku pergi dulu,” ujar Kayuna menunduk tak berani menatap lama pria di hadapannya.
Dia benar-benar merasa malu, karena Adrian selalu muncul dan melihat titik terendahnya.
Saat hendak pergi, Adrian dengan cepat mencekal tangan Kayuna. “Jangan pergi sendiri, aku ikut.”
“Ta-tapi ….”
Adrian menggandeng tangan Kayuna menuju tempat parkir. “Mana kunci mobilmu?”
Kayuna masih ragu, tapi tetap menyerahkan kunci mobilnya. “Ini.”
Begitu tiba, Adrian membukakan pintu mobil di kursi depan. “Masuklah, aku akan mengantarmu,” ucapnya.
Kayuna ragu-ragu, tapi segera mengangguk dan masuk ke mobil.
Adrian menutup pintu mobil dengan perlahan. Laki-laki pemilik senyum manis itu pun segera beralih ke kursi kemudi. Setelah duduk, ia menoleh ke samping. Tanpa bicara pria itu tiba-tiba mencondongkan tubuhnya ke arah Kayuna.
Kayuna terkesiap — reflek menepis pipi Adrian. “Kamu!”
“Akh!” Adrian kembali menjatuhkan tubuhnya di kursi kemudi. “Kayuna ….”
“Kamu mau ngapain?!” Alis Kayuna meruncing tajam, kedua tangannya terlipat di depan dada, tatapannya jelas waspada.
Adrian menghela napas sambil mengusap pipinya yang baru saja ditepis keras oleh Kayuna. “Seat belt. Pakai sabuk pengamanmu.”
“Hah?” Kayuna tampak bingung sesaat, tapi lalu menunduk dan segera paham maksud Adrian. Dia belum memakai sabuk pengaman.
Tangannya buru-buru meraih seat belt dan memasangnya. “Maaf, aku pikir, kamu ….”
“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Adrian dengan sudut bibir terangkat, tapi jelas nada bicaranya sengaja iseng — menggoda Kayuna.
“Apa? Bukan, aku nggak mikirin apa-apa,” sahut Kayuna sedikit gelagapan.
Adrian mengalihkan wajah, senyum tipis jelas terulas, ia segera melajukan mobilnya. “Ke mana aku harus mengantarmu? Ke rumah kakakmu?”
“Jangan!” Kayuna spontan mencegah niat Adrian. “Aku nggak mau ketemu Ibu atau Kakakku dengan kondisi seperti ini,” ujarnya.
Adrian menoleh sekilas, tapi netranya menangkap jelas penampilan Kayuna saat ini. Wajahnya yang masih gelisah, juga tubuhnya yang tampak gemetar.
“Lalu ke mana tujuanmu?”
Kayuna terdiam, tangannya saling meremas erat. “Antar aku ke hotel Grand Like, aku akan istirahat di sana malam ini.”
“Jangan.” Adrian melarang tegas. “Kamu pikir Niko akan tinggal diam setelah apa yang terjadi hari ini? Dia akan memburumu mati-matian. Hotel … cukup berbahaya.”
“Kamu benar … tapi, mau ke mana? Aku nggak punya tempat tujuan,” jelas Kayuna.
Adrian tampak berpikir sejenak, lalu tiba-tiba memutar setir, membawa mobilnya ke arah lain.
“Mau ke mana? Ini bukan jalan ke hotel,” ucap Kayuna heran.
Adrian hanya melirik ke samping. “Ke rumahku.”
*
*
Bersambung.