“Yang hidup akan ditumbuk menjadi pil, yang mati akan dipaksa bangkit oleh alkimia. Bila dunia ingin langit bersih kembali, maka kitab itu harus dikubur lebih dalam dari jiwa manusia…”
Di dunia tempat para kultivator mencari kekuatan abadi, seorang budak menemukan warisan terlarang — Kitab Alkimia Surgawi.
Dengan tubuh yang lemah tanpa aliran Qi dan jiwa yang hancur, ia menapaki jalan darah dan api untuk menantang surga.
Dari budak hina menuju tahta seorang Dewa Alkemis sekaligus Maharaja abadi, kisahnya bukanlah tentang keadilan… melainkan tentang harga dari kekuatan sejati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nugraha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 : Jejak yang Terkubur
Setelah berpisah dengan Yue Xian di pintu masuk Lembah Kuno, Li Yao melangkah seorang diri menyusuri jalan setapak yang menanjak ke arah utara, jalur yang menurutnya menjadi rute tercepat menuju Gunung Hitam. Gunung itu menjulang gagah di antara deretan punggungan lain, seperti tombak hitam yang menusuk langit.
Kabut yang tadinya tebal perlahan menipis seiring ia semakin dekat ke kaki gunung, namun hawa dingin justru terasa semakin menusuk, seolah olah merambat langsung ke tulang sumsumnya. Angin yang berembus dari puncak gunung membawa aroma logam yang menyengat dan jejak samar racun, membuat dedaunan gemetar dan ranting-ranting berderak lirih seperti bisikan maut.
Setiap langkah yang ia ambil terasa berat, bukan karena kelelahan, tapi karena liontin hitam yang menggantung di lehernya mulai bergetar keras, bagaikan detak jantung kedua yang entah sedang membimbingnya… atau memperingatkannya.
“Tempat ini… seperti pernah aku datangi sebelumnya.”
Langkah Li Yao melambat begitu ia tiba di lereng bawah Gunung Hitam. Matanya menelusuri sekeliling, lalu terhenti.
Di hadapannya membentang sebuah dataran sunyi, dikelilingi oleh formasi batu melingkar dan pohon-pohon tua dengan batang bengkok, seolah olah terpelintir oleh waktu. Di sisi lereng berdiri sebuah gua batu dengan mulut lebar yang menganga, di atasnya terdapat pahatan simbol kuno, hampir tak terbaca karena terkikis oleh usia dan tertutup lumut tebal.
Li Yao terkejut dan matanya membelalak. Mimpi yang selama ini ia pikir hanya ilusi samar, kini muncul kembali dengan kejelasan yang nyata. Suasana ini... Formasi batu itu, kabut ungu yang menari di udara, danau merah di kejauhan, hingga aura dingin yang mencengkeram tulangnya. Semua itu terlalu nyata.
“Aku benar-benar pernah menginjakkan kaki di tempat ini.”
Jantungnya berdetak lebih cepat, seolah olah berpacu dengan kegelisahan yang menekan dadanya. Dengan langkah gemetar, ia maju perlahan dan mengulurkan tangan kanannya untuk menyentuh pahatan batu di mulut gua.
Namun tepat saat ia hendak melangkah masuk
Tap. Tap. Tap.
Suara langkah mendekat. Tiga bayangan muncul dari balik kabut di sisi kanan berjalan dengan dengan perlahan. Li Yao segera menghentikan gerakannya. Matanya menyipit tajam dan tubuhnya sudah bersiap.
Kabut seketika menipis, dan sinar matahari yang menembus celah-celah dedaunan mengungkapkan ketiga sosok tersebut, seorang kultivator muda berwajah dingin, mengenakan jubah hijau tua khas Sekte Langit Beracun.
Li Yao langsung mengenali mereka dari pakaian khas yang mereka kenakan, jubah hijau tua dengan bordir simbol ular berkepala dua. Tak diragukan lagi, mereka adalah tiga murid Sekte Langit Beracun, orang yang sama yang ia temui di pintu masuk Lembah Kuno beberapa waktu lalu.
"Sekte Langit Beracun..." gumam Li Yao pelan, matanya mengamati mereka dengan penuh kewaspadaan.
Salah satu dari mereka, seorang pemuda berambut perak dengan sorot mata tajam seperti bilah belati, melirik ke arahnya dengan senyum miring yang penuh ejekan.
“Eh? Bukankah ini si aneh yang berdiri di samping gadis cantik itu di pintu masuk tadi?” katanya, nada suaranya menggoda dan sinis.
“Apa yang kau lakukan di sini sendirian? Dan... ke mana perginya gadis itu?”
Li Yao tidak menjawab. Tatapannya tetap tenang, dingin, dan tanpa ekspresi. Ia tidak merasa perlu memberi penjelasan, terutama bukan pada orang-orang seperti mereka.
Pemuda kedua tidak bicara, hanya tertawa kecil, sementara yang ketiga, seorang wanita muda dengan wajah anggun namun diselimuti aura dingin, ia kemudian melangkah maju.
“Tempat ini adalah wilayah terlarang. Bahkan para tetua kami pun enggan menjejakkan kakinya di sini, Dan kau? Seorang pemuda biasa... Apa yang kau cari di sini?”
Li Yao akhirnya bicara dengan suara datar namun ada tekanan.
“Kalau tempat ini terlarang… kenapa kalian juga berada di sini?”
Pertanyaan itu membuat mereka terkejut. Akhirnya pemuda berambut perak melangkah maju dengan ekspresi marah.
“Berani sekali kau bicara seperti itu pada Tuan Putri kami!” serunya, seolah Li Yao telah menghina sesuatu yang sakral.
Wanita itu adalah Yu Xiren, Putri dari Sekte Langit Beracun, ia masih memandangi Li Yao dengan pandangan rumit. Rasa penasarannya pada pemuda ini terus membesar sejak pertemuan pertama mereka. Bagaimana mungkin seorang manusia biasa, tanpa kekuatan kultivasi yang terlihat, mampu menyentuh tanaman beracun kelas tinggi tanpa cedera?
"Pemuda ini bukan kultivator. Tapi tubuhnya bisa menetralisir racun…" gumam Yu Xiren dalam hatinya.
"Sungguh langka bahkan nyaris mustahil. Apakah dia memiliki tubuh khusus?"
Aura di sekelilingnya menjadi lebih dingin, namun matanya menyala dengan ketertarikan yang tak bisa ia sembunyikan.
Namun, pemuda berambut perak kembali bicara, kali ini dengan nada tajam.
“Tuan Putri, kita tidak bisa membiarkan pemuda ini hidup.”
Tangannya perlahan bergerak ke gagang pedang berbisa yang terselip di pinggangnya, dan hawa membunuh mulai muncul di udara.
Li Yao tidak bergerak. Namun tatapan matanya berubah sedikit lebih gelap.
Li Yao mendengar ucapan itu dengan tenang, namun tubuhnya langsung bersiaga. Ia tahu, suasana ini bisa berubah menjadi pertempuran kapan saja.
Yu Xiren, sang putri Sekte Langit Beracun melangkah maju perlahan. Suaranya lembut namun mengandung tekanan, dan matanya menatap tajam ke arah Li Yao, seolah olah ingin mencari setiap rahasia yang ia sembunyikan.
“Aku tidak tahu apa yang kau cari di tempat ini, Tapi tak sembarang orang bisa memasuki wilayah ini. Bahkan para tetua dari sekte-sekte besar pun harus mendapat izin. Hanya Sekte Langit Beracun yang diizinkan bebas menapaki tempat ini.” ujarnya sambil berhenti hanya beberapa langkah di hadapan Li Yao.
Li Yao tidak menjawab. Ia tetap diam dan waspada, namun sorot matanya semakin waspada.
“Aku penasaran denganmu, Kau manusia biasa… tapi aku menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, kau dapat memegang Tanaman Penghisap Darah, tetapi kau tetap baik-baik saja. Itu bahkan sangat mustahil bagi orang biasa.” lanjut Yu Xiren, nada suaranya berubah menjadi lebih tajam.
Li Yao sempat terkejut, “Apa maksudmu?”
Yu Xiren menyilangkan tangan di depan dadanya. “Tanaman itu tidak bereaksi. Itu berarti tubuhmu memiliki kemampuan untuk menetralisir racun tingkat tinggi. Hal yang bahkan jarang dimiliki kultivator kelas atas sekalipun..”
Ia melangkah lebih dekat. “Dan lagi… tempat ini adalah wilayah terlarang. Siapa pun yang memasukinya tanpa izin adalah musuh sekte kami.”
Li Yao menyipitkan matanya, “Kenapa tidak boleh ada orang lain ke sini? Apakah tempat ini milik Sekte Langit Beracun seutuhnya?”
Yu Xiren tertawa kecil dengan anggun namun mengandung ejekan.
“Hahaha… menarik sekali. Keberanianmu luar biasa. Atau mungkin hanya karena kau manusia biasa yang tak tahu apa-apa… hingga tak paham apa itu Sekte Langit Beracun.”
Ia berhenti tertawa lalu memandang Li Yao dalam-dalam. “Baiklah. Aku akan mengizinkanmu menjelajah tempat ini… tapi dengan satu syarat.”
“Katakan padaku, bagaimana kau bisa menetralisir racun dari Tanaman Penghisap Darah. Apa yang sebenarnya tersembunyi dalam tubuhmu?”
Li Yao menghela napas pelan, lalu menjawab dengan tegas, “Kalau aku tidak mau?”
Yu Xiren tersenyum, namun kali ini senyumnya sangat dingin, seperti bunga es yang mekar di puncak salju.
“Kalau begitu… aku akan mencari tahu sendiri dengan paksa.”
Begitu kata-kata itu keluar, dua sosok di belakang Yu Xiren segera melangkah maju. Tatapan mereka tajam, tangan mereka mulai meraih senjata beracun di pinggang mereka masing-masing. Aura pembunuh langsung menyelimuti mereka.
Li Yao masih tidak bergerak, Matanya kini berubah tajam dan tidak menunjukan rasa takut sedikitpun, seolah olah badai yang akan datang ia akan hadapi dengan kepala tegak.