Anna adalah anak haram yang hidup menderita sejak kecil. Jalan hidupnya ditentukan oleh keluarga Adiguna secara kejam. Bahkan Anna harus menikahi calon suami kakak tirinya yang kabur meninggalkan pernikahan. Lion Winston, kekasih kakak tirinya, mereka saling mencintai, tapi entah kenapa kakak tirinya meninggalkan laki-laki sempurna itu. Tetapi Anna, gadis malang yang akan menerima penderitaan akibat kesalahan kakak tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elizabetgultom191100, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Api cemburu
"Apakah kita pulang saja?" tanya David saat melihat Anna murung. Tidak jauh dari mereka, Leon sedang bicara dengan tamu lainnya, tetapi Alana yang terus bergelayut manja pada Leon membuat Anna risih. Dadanya seolah dipukuli ketika sesekali ia mencuri pandang ke arah mereka.
"Kenapa? Bukankah kita baru datang?" tanya Anna yang berusaha bersikap seperti biasa. Namun Anna tidak bisa membohongi David. Di mata gadis itu jelas menyala api cemburu terhadap Leon dan Alana. Seharusnya sedari awal ia tidak senekat ini mencuri hatinya, karena sejak awal Leon telah berhasil merebut hati Anna.
"Aku tahu, Leon membuatmu tidak nyaman di sini. Lebih baik kita pulang dari pada tidak menikmati acara ini."
Anna bersyukur David memahaminya. Mereka akhirnya memilih pulang. "Anna, Alana adalah teman baik kami. Tidak usah cemburu padanya, dia layaknya saudara bagi kami." ucap David.
"Hem? Aku cemburu?" gadis itu tertawa kecil, "Tidak Kak David, aku tidak nyaman saat di pesta karena kejadian semalam, bukan karena Alana." bantahnya.
David tersenyum kecut, "Dulu Alana punya saudara kembar, Alan. Alan adalah salah satu sahabat kami. Tapi dia sudah meninggal ketika masih sekolah. Dan kami berjanji pada mendiang Alan untuk menjaga Alana." David tetap bercerita meski Anna tidak bertanya. Dia tahu Anna penasaran dengan gadis yang menggandeng suaminya tadi.
"Ooh..." sahutnya seolah tidak tertarik.
Tapi Anna tidak tahu, kehadiran Alana akan membuat hatinya kacau. Beberapa hari kemudian Leon sama sekali tidak menampakkan wajah di hadapannya. Pria itu menghilang di telan bumi. Bahkan Leon tidak mengajarinya bermain piano setiap malam.
Anna sedang menemani Diana berolahraga ringan di taman. "Anna, apa kau punya masalah dengan Leon?" tentu Diana menyadari apa yang terjadi pada mereka.
Diana melakukan gerakan peregangan otot, sementara Anna duduk di kursi panjang. "Tidak ada masalah Bibi. Seperti biasa kami sering berbeda pendapat. Tidak usah dipikirkan."
"Tapi kalian sudah akur sebelumnya. Apakah Leon bertingkah?"
"Tidak Bibi, jangan cemas. Nanti juga kami berbaikan." Anna meyakinkan.
"Bibi Diana." suara nyaring dari belakang Anna terdengar.
Anna berbalik, melihat Leon dan Alana datang. Keduanya tampak serasi, Leon yang tampan dan Alana yang super cantik.
"Alana." seru Diana.
Diana menghentikan kegiatannya, dia menyambut Alana yang berlari kecil untuk memeluknya. "Wah, kau cantik sekali. Bibi kesulitan mengenalimu." keduanya kini bergandengan.
Sementara Leon berdiri di samping Anna yang masih duduk. Ekor matanya melirik pria itu dan tidak berani menyapanya. Alana tampak asyik bicara dengan Diana. Anna yang merasa tidak dibutuhkan memilih beranjak pergi.
"Anna, mau kemana?" suara Diana menghentikannya. Mereka menghampirinya, "Alana, kenalkan ini Alana, menantuku." ucap Diana.
Meski sudah pernah bertemu, tapi sekarang adalah kali pertama mereka berjabat tangan. "Alana..."
"Anna." keduanya berkenalan singkat tanpa basa-basi.
"Siang ini kita makan di sini. Kau dan Leon pergilah ke meja makan lebih dulu, Bibi dan Anna mandi dulu."
"Baik Bibi."
"Ayo Anna." ajak Diana. Anna menurut, berjalan melewati Leon tanpa mau meliriknya.
Hari ini adalah makan siang yang paling Anna tidak nikmati. Kehadiran Alana menyita perhatian keluarga Winston. Ia sama sekali tidak dianggap. Alana yang sudah lama mengenal keluarga ini tampak akrab. Mereka bercerita nostalgia yang bahkan tidak dia pahami.
Alana tahu segalanya tentang keluarga itu. Makanan kesukaan mereka dan semua kebiasaan di rumah itu. Alana bahkan menceritakan kenangan mereka ketika masih kecil. Anna muak sehingga dia tidak betah berada di sana.
"Emm aku sudah selesai makan, aku akan le kamar." Anna menyela cerita Alana yang tiada habisnya.
"Kenapa langsung pergi Nak? Duduk dulu, kita mengobrol sebentar." sela Diana.
Mengobrol apanya, sedari tadi dia tidak diajak bicara. "Lain kali saja Bi, aku ingin istirahat."
"Ya sudah, pergilah istirahat."
Anna akhirnya pergi dari sana. Saat ia hendak membuka pintu kamar, dorongan kuat dari luar membuat pintu terbuka kembali. Itu adalah Leon.
"Ada apa kemari? Tidak menemani temanmu bercerita?" bibir gadis itu menyemburkan rasa cemburunya.
Mata Leon terlihat sayu, pria itu menghela nafas berat sebelum akhirnya menarik Anna ke dalam pelukannya. Kaki kanannya mendorong pintu kamar agar tertutup. Leon memeluk Anna begitu erat. Anna tidak tahu harus bagaimana bereaksi. Tetapi pelukan Leon terlalu nyaman untuk ditolak. Ia menyandarkan kepalanya dengan suka rela di pelukan Leon.
"Kau sangat menyebalkan Anna." gumam Leon sambil menghirup aroma rambut Anna yang wangi.
Kerinduan Leon meleleh setelah memeluk gadis itu. Berhari-hari pria itu sangat sibuk mengatasi kekacauan di perusahaan membuatnya tidak bisa bertemu Anna.
"Apa saja yang kau lakukan beberapa hari ini hem?" Leon melepas tubuh Anna, kemudian menarik Anna duduk di tepi ranjang. Pria itu memaksanya duduk di atas pangkuannya.
Anna tidak tahu kenapa tubuhnya mengikuti setiap perintah pria itu. Meski dia rusuh duduk di atas paha Leon, tapi rasa nyaman membuat tubuhnya tidak bisa menolak.
"Kenapa?" tanya Leon karena Anna hanya bengong.
"Dari mana beberapa hari ini?"
Pertanyaan itu membuat hati Leon terasa hangat. Itu artinya gadis ini masih memikirkannya. Ternyata bukan hanya dirinya yang memikirkan gadis itu.
"Kepala keuangan melakukan korupsi besar-besaran membuat perusahaan rugi besar. Aku harus bekerja nonstop untuk mengatasi masalah itu." jelas Leon.
"Tapi Alana...?"
Anna cukup lega, karena sebelumnya dia berpikir Leon menghabiskan waktu dengan Alana selama beberapa hari ini.
"Aku baru bertemu dengannya hari ini. Tidak usah cemburu, David sudah menceritakan Alana padamu bukan?"
Anna mendorong Leon dan hendak turun dari pangkuannya, "Aku tidak cemburu. Untuk apa coba?" gerutu Anna.
Leon tidak membiarkannya pergi begitu saja, ia malah menarik dagu gadis itu, memberikan tatapan penuh selidik, "Benarkah? Coba lihat mataku kalau begitu?"
Anna mencoba membalas tatapan itu, tapi tatapan Leon membuat jantungnya berdetak semakin kencang.
"Tidak." bantah Anna, ia memutus kontak mata dengan pria itu.
"Lepaskan aku Leon, jangan begini lagi padaku." Anna gelisah dan meronta ingin turun. Tapi kekuatan Leon tidak mampu dilawannya.
"Anna dengarkan aku. Jika yang kau khawatirkan adalah Laura, maka dengarkan aku." Leon mengunci kepala Anna yang mencoba menghindarinya. "Aku tidak mengharapkan Laura kembali lagi. Aku ingin bersamamu."
Jantung Anna sudah hampir copot, kalimat Leon terlalu manis merayu hatinya.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️