NovelToon NovelToon
Bukan Bujang Desa Biasa

Bukan Bujang Desa Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Beda Usia / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:15.2k
Nilai: 5
Nama Author: Kim99

“Menikahlah denganku, Kang!”

“Apa untungnya untukku?”

“Kegadisanku, aku dengar Kang Saga suka 'perawan' kan? Akang bisa dapatkan itu, tapi syaratnya kita nikah dulu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masih Dianggap Bocah

Sagara menghela napas beberapa kali. Dia pikir Naura akan merasa jijik setelah adegan berdarah-darah sebelumnya, tapi yang ada dia malah sibuk makan cilok.

"Akang mau?" tanya Naura. Dia menyengir saat mengacungkan cilok yang penuh dengan saus dan juga sambal. Di sisi lain, beberapa orang sedang sibuk membersihkan mobil Sagara yang bahkan sampai ke area dalam butuh perlakuan khusus. "Mau enggak?"

"Enggak usah, lah. Kayak yang bisa dimakan aja." Dia mendelik.

"Ehhh, Ari Kang Saga teh kumaha atuh. Ini cilok enak, Kang. Isinya ayam, ayam halal bukan ayam tiren. Saya kenal kok mamang yang jualannya."

"Saya enggak perduli Naura."

"Tapi Akang lapar."

"Enggak."

"Iya gitu?" Naura mendekati Sagara, membuat pria itu duduk lebih tegak dan lebih waspada. Tubuhnya reflek mundur ke belakang saat Naura mendekatkan telinga ke perutnya.

Groook!

"Nah, Akang lapar!" pekik Naura yang kini sudah kembali menatap calon suaminya. "Perutnya protes, Kang. Ayok makan atuh, Akang belum makan ya? Kenapa? Gara-gara enggak mau tunangan sama aku?"

Pria itu memutar bola mata. Jika tidak berdosa, dia pasti akan menjahit mulut Naura yang terus mengoceh tanpa henti.

"Akang teh jangan gitu, kan aku udah bilang, Akang enggak bakal rugi apa-apa. Nanti juga aku enggak bakal minta mahar banyak-banyak, cukup emas sekilo."

Mata orang-orang yang mendengar ocehan Naura ikut melebar, sedangkan Naura malah tertawa.

"Bercanda deng. Abah Ali kan tanah sama lahannya banyak, gimana kalau Akang jual tanahnya aja, sehektar cukup, Kang. Atau, emas nikahnya tanah aja, gimana?"

"Terserah!" jawab Sagara. Bukannya malu, Naura malah tertawa, dia agak bingung mendengar perut Sagara yang keroncongan.

"Akang suka pedes enggak?" tanyanya sambil kembali menatap wajah Sagara.

"Enggak!"

"Oh." Naura membatin sambil terangguk beberapa kali. "Pantes dari tadi ditawarin enggak mau."

Dia kemudian menusuk salah satu cilok, memasukannya ke mulut dan kembali mengeluarkannya.

"Akang, Aaaaa! Ada laler! Aaaaa!"

"Aaaap?"

Dia baru akan bertanya saat tiba-tiba sebuah benda bulat nan kenyal masuk ke mulutnya. Pria itu mengerutkan kening, ingin memuntahkannya tapi tangan Naura membekap mulutnya.

"Kunyah, kalau keselek nanti Akang mati muda."

Awalnya Sagara tidak mau, tapi setelah dikunyah, dia mulai menikmati rasa makanan anomali yang cukup aneh itu tapi bisa mengganjal perut. Setelah berhasil ditekan, dia tersenyum.

"Enak, kan? Mau lagi?" tanya Naura.

Dia mengangguk dan menerima suapan kedua. Kali ini dia tidak fokus, Abah menelpon menanyakan keberadaan mereka.

"Iya, kami masih di car wash, Bah. Iya bentar lagi pulang, enggak akan." Dia menjawab ocehan Abah sambil menerima cilok yang disuapkan Naura.

Sampai ketika telepon berakhir, dia menatap Naura yang mengemut cilok lalu disodorkan padanya.

"Ini?" Dia tampak bingung. "Dari tadi kamu ngasih saya colok bekas kamu jilat?"

"Cilok, Kang. Iya. Katanya enggak suka pedes, jadi aku ilangin dulu pedesnya. Hehe. Aaaa!"

Ya Tuhan, Astaghfirullah inalillahi .... Sagara benar-benar tidak habis pikir ke mana otak Naura pergi.

"Kamu bisa pake air lho," kata Sagara sambil melirik botol air mineral di depan mereka. "Kamu ...."

"Ehe-he. Maaf atuh, Kang. Kan biar cepet. Saya enggak ada riwayat TBC aman kok. Bentar lagi kan kita mau nikah, bukan cuma saling nyicip liur, kita juga bakammmm."

Naura memberontak, perempuan itu meminta dilepaskan saat Sagara dengan sengaja membekap mulutnya.

"Diam atau saya lempar dari tebing!"

Mau tidak mau Naura diam, ya kalau tidak dia pasti akan menjadi hantu gentayangan yang meminta pertanggungjawaban Sagara.

Beberapa saat kemudian ....

Mobil hitam milik Sagara melaju perlahan menembus jalan berkelok di antara perkebunan teh Rancabali. Lampu depan mobil menyapu kabut tipis, menimbulkan siluet pepohonan yang menjulang samar seperti bayangan hantu masa lampau.

Dari kursi kemudi, Sagara melirik ke arah perempuan di sampingnya, Naura.

Kebaya baby pink yang ia kenakan sudah tak seindah tadi. Di bagian bawahnya, noda darah sudah mengering dan menyisakan warna kecokelatan. Tapi wajahnya tetap terlihat lembut, dengan mata yang kini tak lagi berkilat karena panik, melainkan tenang dan lelah.

“Miris ya, Kang.”

“Apanya?”

Naura menghela napas panjang, menatap keluar jendela ke arah hamparan teh yang mulai tenggelam dalam kabut.

“Banyak orang di desa kayak gini masih percaya sama tradisi lama. Lahiran harus sama dukun beranak, katanya biar lebih alami dan enggak banyak keluar biaya. Padahal, kalau cuma alami tapi nyawa taruhannya, buat apa?”

Dia tersenyum getir, memandang tangannya sendiri yang masih berlumur noda merah samar, sebab air saja tak cukup untuk mencuci semua noda itu.

“Contohnya hari ini, rahimnya keluar gitu aja. Itu bukan salah ibunya, tapi salah cara pikirnya. Mereka tuh sebenarnya bisa, loh, lahiran di puskesmas. Ada BPJS, ada bidan yang jagain. Tapi yang mereka pikirin tuh biaya yang lebih murah, padahal mereka enggak tahu, nyawa itu jauh lebih mahal. Aku tahu enggak semua orang punya ekonomi yang stabil, tapi kalau bisa, sekiranya memang sanggup ya boleh-boleh aja lah banyak anak. Bukannya hak anak adalah tanggung jawab orang tua? Kalau enggak bisa kita penuhi, gimana hisabnya nanti?”

Sagara hanya diam saja, mendengarkan ocehan bocah di sampingnya, lagi-lagi, iya. Bahkan sampai sekarang Naura masih dia anggap anak kecil.

“Padahal, kalau mau bayar juga, para bidan di sini pasti lebih semangat, ya prakteknya kayak gitu.”

Dia mengubah posisi duduk, bersandar lebih santai sambil melipat tangan di pangkuan.

“Bukan cuma soal persalinan aja, Kang. Yang bikin pusing tuh, bapak-bapak yang ngerokok sembarangan. Kadang ngerokok di depan bayi, di rumah, di tempat tertutup atau bahkan di tempat terbuka sambil bawa anak atau abis ngerokok langsung gendong anak. Udah dibilangin asapnya bahaya, jawabnya cuma ‘ah, saya udah biasa’. Terus yang ibu-ibu, disuruh masak sayur buat anak malah dikasih mi instan tiap hari. Dibilang makanan sehat itu mahal, atau alasan klise, anaknya enggak doyan.”

Sampai detik ini, Sagara mendengarkan dengan sabar, sesekali menatapnya dari sudut mata sambil mengemudi.

“Kamu bawel dari lahir kan?” ujarnya setengah bercanda. "Suka banget ngomel."

Naura langsung mendengus, tapi senyum kecil muncul di ujung bibirnya.

“Saya bukan ngomel, Kang. Saya cuma… capek aja. Kadang ngerasa kayak sendirian berjuang. Anak-anak juga sekarang jarang banget mau makan makanan sehat. Disuruh makan singkong rebus aja udah kayak disuruh makan racun.”

Dia menggeleng pelan, wajahnya menyiratkan kegetiran yang tulus.

“Padahal zaman dulu, Kang, anak-anak kampung itu kuat, tangguh. Makanannya sederhana, ubi, singkong, pisang bakar. Sekarang? Semua pengin snack warna-warni yang isinya bahan kimia. Dibilangin bahaya malah diketawain.”

Pria itu menyunggingkan senyum kecil. Naura ini kalau ngomong soal masyarakat, kayak lagi pidato kampanye. Tapi dia juga terlihat sangat tulus.

Naura menatap jalan yang berliku, lalu menutup mata perlahan. Senyum samar terbit di wajahnya sebelum akhirnya kantuk mengambil alih. Suara mesin mobil menjadi alunan nina bobo yang lembut. Dalam hitungan menit, napasnya mulai teratur, bahunya jatuh lemas.

Sagara melirik sekilas ke arah perempuan itu, tertidur dengan kepala miring sedikit ke kanan.

“Dasar perempuan aneh,” gumamnya pelan.

Namun bibirnya membentuk senyum kecil, yang nyaris tak terlihat dalam cahaya temaram.

Mobil terus melaju menembus kabut yang makin tebal. Jalan mulai menurun, melewati hamparan hutan teh yang gelap dan sunyi. Hanya lampu mobil yang memecah kabut, seperti sepasang mata yang menembus bayangan.

Hingga akhirnya Sagara tiba-tiba mengerem mendadak. Pandangannya tajam menatap ke depan, ke arah bayangan-bayangan hitam yang berdiri di tengah jalan.

Beberapa orang, lima atau enam, berdiri berjejer di depan mobil, mengenakan pakaian serba hitam dari kepala sampai kaki. Hanya mata mereka yang terlihat, menatap langsung ke arah Sagara.

“Harus emang kayak gini?” Dia mendesah, melirik Naura untuk beberapa saat kemudian keluar dari mobil untuk menghampiri orang-orang itu. Sementara Naura, dia masih terlelap dalam tidurnya, mungkin capek setelah melalui drama panjang bertubi-tubi hari ini.

1
neny
aduuhh nau,,eta knp orang teh ngegosipin km kyk gtu,,kurang gawean jiga na nyak🤣🤣
lanjut lah kak othor,,💪🥰
Piet Mayong
wah pamor Bu bidan jelek ya di kampungnya, trus ngapain selama ini kamu nebar kebaikan terus nau????
resiko anak cantik ya Nau JD gerak dikit JD tontonan...
😄😄😄🤭
Eka ELissa
aduh ksian kmu Nau moga GK kbur Nau cumn lgi beresin mslh aj
Eka ELissa
TPI lok yg bunuh Nanda jht bgt dia ..😡😡😡😡
Attaya Zahro
Perasaan sedang sedih malah ditambah ada kompor mbleduk 😅😅😅
iqha_24
up lg dong kk, kurang bacanya
Ayesha Almira
siap2 Naura ngeluarin tanduk
Nurlaila Elahsb
yah sedih lagi kan si enau!!kira kira siapa ya yang bakalan jadi sasaran kemarahan si Eneng nau??
Eka ELissa
yg bunuh spa Nau...
Nanda kah... entah lah hanya emk yg tau ..
neny
nah loch,,jno c mochi dan mocha mati,,siapa yg membunuh nya,,lanjut akak💪🥰
iqha_24
waduuh siap2 nii Nau ngamuk
𝕸𝖆𝖗𝖞𝖆𝖒🌹🌹💐💐
kasihan😥😥😥
neny
wkwkwk,,nau eta sagara dibere lamotan km,,eeh meuni kacidaa🤣🤣,,
neny: wkwkwk,,leureus eta kak,,jampe na nya eta🤣🤣
total 3 replies
Kaylaa
siapa lagi itu..
teman apa lawan 🤔
juwita
Dirga saha thor🤣🤣
juwita
jorok ih Naura masa kang saga di bere urut di lamotan🤣🤣
Attaya Zahro
Waduch..siapa tuh yang menghadang Sagara 🤔🤔
mars
siapa sebenernya sagara ini
IbuNa RaKean
Sagara KA othor🤣🤣
Ayesha Almira
keganggu deh tidur naura
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!