NovelToon NovelToon
Candu Istri Klienku

Candu Istri Klienku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: N_dafa

"Jangan, Mas! aku sudah bersuami."
"Suami macam apa yang kamu pertahankan itu? suami yang selalu menyakitimu, hem?"
"Itu bukan urusanmu, Mas."
"Akan menjadi urusanku, karena kamu milikku."
"akh!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N_dafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19

*

“Kamu siap, Baby? Kamu yakin akan meninggalkan semuanya?”

“Ya. Aku yakin, Mas. Aku pergi karena ingin mempertahankan hakku.”

“Tapi, selama kamu pergi, kemungkinan Rendy bisa mengambil lebih banyak lagi uang dari usaha kalian karena kamu nggak memantau."

“Nggak apa-apa. Justru itu, Mas. Sebelum semuanya habis, sebisa mungkin, hakku harus kembali. Aku kan pergi sekarang cuma sementara."

Ceklek.

Ajeng langsung enurunkan ponselnya, saat seseorang masuk ke kamarnya.

Ya, kalau tanpa ketukan seperti itu, tentu saja hanya Rendy lah yang berani.

“Kamu sudah siap, Dek?” Rendy yang sudah tampil menawan dengan pakaian casualnya, menyapa Ajeng baik-baik hari ini.

“Ya. Aku udah siap.”

“Baiklah, ayo jalan. Kamu udah sarapan kan?”

Ajeng hanya mengangguk saja karena terlalu malas jika berbicara dengan Rendy. Yang ada, dia akan selalu naik darah saat bersama suaminya itu.

Selanjutnya, mereka keluar dari kamar. Hari ini adalah hari kebebasan Ajeng setelah hampir tiga hari dikurung oleh suaminya sendiri.

“Ingat ya, Dek. Kamu nggak boleh menunjukkan citra buruk saat ada Mas Biantara nanti. Kita tunjukkan sama dia dan timnya, kalau rumah tangga kita baik-baik saja.” Rendy memperingatkan sekali lagi sembari mereka menuruni tangga.

“Hem…” hanya sepatah malas saja, Ajeng menjawabnya.

“Kalian sudah siap?” Tanya seseorang yang menyambut mereka di bawah tangga.

Ajeng langsung memutar bola matanya malas, karena sudah bisa menebak kalau wanita centil itu pasti akan ikut.

“Ya. Dek Ajeng sudah siap waktu aku naik tadi. Jadi, kita bisa langsung berangkat.”

“Yey!”

Entah untuk apa, Sabrina bersorak senang. Wanita itu lantas merangkul lengan suaminya dengan manja seperti biasa.

Seperti biasa juga, Ajeng hanya mengikuti dari belakang dengan sangat malas.

“Mbak aku di—”

“Ya.” Ajeng cepat menjawab permintaan Sabrina sebelum wanita itu mengatakannya.

Tanpa basa-basi, Ajeng langsung membuka pintu depan mobil dan masuk ke dalamnya.

Terlihat, Rendy memperhatikan Ajeng dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun, perhatiannya mendadak buyar karena Sabrina mendorongnya masuk.

“Kita kemana ini, Bos? Jadi, ketemuan di Amora restaurant?” Doni bertanya sebelum menjalankan mobilnya.

“Ya. Kita kesana, Don. Mas Biantara sudah reservasi ruangan privat buat kita.”

Doni pun, mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

“Wah, kayaknya Mas Biantara itu tertarik sama kita, Bos. Perasaan, baru kemarin kita ketemu dan bahas rencana-rencana omong kosong. Eh, sekarang dia malah ngajak ketemuan langsung. Mana dia yang bela-belain kesini lagi. Apa nggak dianggap spesial tuh kita, Bos?”

Ajeng berdehem kecil karena ucapan Doni. Ya memang, mereka pantas percaya diri karena tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Tapi, kalau mereka sampai tahu, Ajeng yakin mereka akan menyesal mengikuti ajakan bertemu dengan Biantara.

“Itulah pentingnya kita pintar berbicara, Don. Orang-orang seperti Mas Biantara itu hanya butuh disanjung dan agungkan. Kalau mereka sudah senang, mereka pun akan tertarik sama kita, dan kita mudah mendekati mereka."

Ajeng tersenyum miring di bangku penumpang depan. Untuk menyembunyikan senyumnya, dia pura-pura menikmati pemandangan di sisi kirinya.

‘Cih!’ batin Ajeng. ‘Percaya diri banget sih? Sayang sekali kalian nggak tahu, kalau yang sebenarnya sedang dimanfaatkan itu adalah kalian.’

“Em, Bos. Gimana kalau sambil ngonten nanti, kita minta keringanan harga? Siapa tahu, dengan iming-iming penjualan nomor satu lagi, dia bersedia memberikan harga rendah buat kita.”

“Bagus juga ide lo, Don. Tapi, gue lihat sikon dulu. Kalau moodnya baik, kita bisa langsung negosiasi sama dia.”

Doni mengangguk.

Mereka terus mengobrol sepanjang jalan. Tak tahu saja mereka, jika ponsel yang digenggam oleh Ajeng di atas pahanya sedang menyala sebuah panggilan dengan orang yang sedang mereka bicarakan.

Bahkan, tak hanya panggilan saja. Tapi, Ajeng juga sedang bertukar pesan dengan Biantara sesekali.

[Tipe-tipe orang ngelunjak suamimu itu, Baby. Sudah dikasih hati, mintanya jantung. Memangnya, dia pikir reseller cuma dia aja? Nggak tahu saja dia kalau aku juga punya brand parfum sendiri yang punya kualitas 10x lebih bagus dari milik kalian.]

Ajeng tersenyum sendiri membaca pesan itu. Tapi, karena dia ingat tidak boleh terlalu mencolok, Ajeng menahan senyumnya dan membalas pesan Biantara.

[Dih, sombong…] ledek Ajeng pada pesan pertama.

Kemudian, dia lanjutkan dengan pesan kedua lagi untuk lelaki itu.

[Aku mau dong, jadi karyawanmu, Mas] Ajeng memberikan emoji tertawa di akhir ketikannya.

[Aku nggak terima karyawan baru, Baby. Aku sedang buka lowongan jadi istri] Biantara.

Ajeng pun membalas lagi pesan itu.

[Nyari istri jadi sayembara juga ya, Mas? Apa karena udah terlalu tua, jadi insecure cari istri?] Lagi, Ajeng memberikan emoticon tertawa di akhir pesannya.

[Bukan sayembara, Baby. Tapi, lowongan ini khusus untuk yang sedang teleponan sama chattingan sama aku] Biantara.

[Memangnya, siapa yang lagi chattingan sama kamu selain aku?] Pancing Ajeng.

[Ya nggak ada dong, Baby. Kenapa sih nggak peka banget? Harusnya, kamu langsung tersipu malu karena pesanku] Biantara memberikan emoji kesal.

Ajeng hampir tak bisa menahan tawanya lagi hingga suara kecilnya menimbulkan perhatian seluruh penumpang mobil.

Sontak saja, Ajeng yang menyadari, langsung gugup dan salah tingkah.

“Lagi chattingan sama siapa kamu, Dek? Kayaknya seneng banget.” Rendy bertanya. Ada nada tak suka, terselip dalam pertanyaannya.

“Temen.” Sahut Ajeng, seraya membenarkan sikap normalnya.

“Siapa? Teman cewek apa cowok?”

“Cewek.” Ajeng menjawab singkat lagi, belum menoleh ke belakang.

“Sini coba lihat!” Rendy sudah mengulurkan tangannya, tapi Ajeng mengelak wajar.

“Ngapain sih kepo banget? Biasanya juga nggak peduli.”

“Sini lihat!” Rendy ngeyel.

“Ck.” Ajeng berdecak, lalu menunjukkan layar ponselnya. “Nih, cewek kan? Bella namanya.”

Rendy mengamati tampilan layar ponsel Ajeng, nampak masih curiga. Tapi, belum sempat dia meminta penjelasan lebih, Sabrina sudah mengeluh kepadanya.

“Mas, baru jalan sebentar, kok aku udah mual ya?”

Jelas, Rendy mengubah fokus kepada istri keduanya.

“Kamu nggak lupa minum obat mualnya kan?”

“Ah iya, aku lupa. Ada di tas. Tolong bukain minumnya, Mas. Biar aku minum sekarang aja. Takutnya, nanti aku malah ganggu acara kalian.”

Rendy tak membantah. Tapi, lelaki juga tak mengeluarkan suaranya sama sekali. Sambil membantu Sabrina meminum obat, Rendy tak melepaskan Ajeng dari tatapan curiganya.

Namun, karena Ajeng bersikap wajar lagi, ditambah Sabrina yang ingin disayang-sayang, Akhirnya Rendy melepaskan Ajeng karena tak ada kesempatan.

Sampai di restoran tempat mereka janji bertemu, mereka langsung menuju ke tempat yang sudah diberitahukan oleh Biantara. Mereka dibantu seorang pramusaji yang mengantarkan mereka, sehingga mudah mencarinya.

“Selamat siang Mas Bian.” Sapa Rendy lebih dulu. “Sungguh kehormatan besar kami diundang oleh Mas Bian langsung seperti ini. Dua kali, Mas. Dan kami senang sekali.”

“Silahkan duduk, Mas Rendy, Mbak Ajeng dan….” Biantara menjeda ucapannya karena dia lupa siapa nama Sabrina.

“Sabrina.” Wanita centil itu menjawab sendiri. Sedikit kesal, tapi terdengar ingin divalidasi.

“Oh iya. Maafkan saya. Mbak Sabrina ya? Silahkan duduk!”

Mereka semua sudah duduk dalam satu meja. Sudah memesan makanan, dan mulai membahas parfum yang ditawarkan oleh Biantara.

“Wangi sih, Mas. Tapi, apa ini harganya juga sama?” Rendy selalu berusaha cermat.

“Tentu saja beda, Maa Rendy. Ini kan premium. Saya sengaja menawarkan secara langsung, siapa tahu Mas Rendy mau mencoba. Nanti, kita bisa bicarakan soal harga.”

Rendy yang nampak ragu itu, menatap Ajeng, meminta persetujuan.

“Gimana, Dek?”

Ajeng yang sejak tadi diam saja, mulai bereaksi.

“Bagus sih. Em, kalau misalnya, kita coba pasarkan sedikit dulu gimana, Mas Bian?” Ajeng pura-pura bersikap professional. “Jadi, kita nggak harus langsung order partai besar seperti biasanya.”

“Oke. Nggak apa-apa. Memang sebaiknya begitu. Nanti kalau rame, kalian baru bisa order banyak.” Biantara tersenyum bisnis. “Namanya juga usaha. Kan, disini saya sebagai produsen yang menawarkan barang.”

“Nggak apa-apa, Mas Bian. Sebagai pebisnis muda, kita memang harus melakukan usaha apa saja, yang penting jangan sampai curang demi tujuan kita.” Rendy mulai mencari muka.

“Benar, Mas Rendy. Kalau gitu, deal ya? Kalian bisa pilih dulu varian mana saja yang kalian mau.”

Mereka semua setuju. Saat Rendy dan Doni sibuk menimbang varian yang mereka suka, Ajeng pamit ke toilet yang letaknya ada di luar ruangan.

Saat itulah, Biantara juga mulai beraksi sendiri. Dia pura-pura mengangkat panggilan telepon, yang sebenarnya hanya berasal dari Wisnu di sampingnya.

“Ya, halo!” Kata orang itu keras-keras agar Rendy mendengarnya.

Padahal, di sampingnya, Wisnu sudah mematikan panggilan itu.

“Oh ya. Sebentar.” Biantara menurunkan ponselnya, lalu berbicara kepada Rendy. “Saya keluar sebentar ya, Mas. Ada yang penting soalnya.”

Rendy yang tidak tahu apa-apa, hanya bisa mengangguk mengizinkan. Setelahnya, mereka kembali dengan kegiatan masing-masing tanpa curiga.

Tak tahu saja Rendy. Kalau di luar sana, Ajeng dan Biantara sudah janji bertemu di tempat yang cukup sepi dari restoran itu. Yakni, sebuah lorong menuju toilet, yang didesain cantik untuk memanjakan pengunjung restoran mahal itu.

“Ah!”

Ajeng terkejut saat seseorang menariknya hingga menubruk dada bidangnya.

“Mas? Ngagetin aja sih? Kenapa nggak manggil biasa aja?”

“Aku malas menimbulkan perhatian. Aku juga kangen sama kamu.” Tanpa aba-aba, lelaki itu memeluk Ajeng hingga Ajeng panik.

“Mas, lepas!”

Tidak kasar, tapi Ajeng setengah merengek. Dia juga mendorong Biantara pelan, hingga laki-laki mesum itu mau tak mau memberikan sedikit jarak.

“Aku kangen sama kamu, Baby.”

Biantara hampir mendekatkan wajahnya, tapi lagi-lagi Ajeng menahannya.

“Mas, apa sih? Ini di tempat umum.”

“Tapi nggak cuma kita yang kayak gini, sayang. Tuh lihat! Banyak pengunjung mesra dengan pasangannya disini.” Rendy menunjukkan beberapa pengunjung yang nampak dari tempat mereka.

“Ya tapi nggak mesum kayak kamu juga.” Ajeng terdengar kesal. “Sebenarnya, aku bingung sama kamu. Kamu tuh mesum, tapi kadang-kadang juga bisa serius seperti orang nggak tersentuh.”

“Aku harus bisa menempatkan diri, Baby. Tapi, kalau sekarang, aku nggak tahan lagi. Aku cemburu lihat kamu duduk deket-deket sama Rendy sialan itu.”

“Ya ampun, dia itu suamiku, Mas.”

“Makanya, cepat cerai saja sama dia. Nggak usah ribet ambil apa yang menjadi bagianmu. Aku akan memberikan setengah usahaku langsung sebagai gantinya kalau kamu mau menikah sama aku.”

Ajeng terkikik sendiri. Kalau dulu, dia takut dan marah saat Biantara kurang ajar, sekarang dia justru merasa lucu kepada lelaki itu.

Ternyata, Biantara akan merespon dirinya sesuai dengan aksi yang dia berikan. Kalau Ajeng galak, Biantara akan lebih menunjukkan powernya. Tapi, kalau dia bicara baik-baik, nyatanya Biantara juga bisa lunak seperti anak kucing.

“Ya ampun, Mas. Kamu ini sampai segitunya pengen sama aku. Padahal, aku tahu, kamu cuma lagi penasaran sama rasa yang kedua kalinya setelah kamu meniduriku.”

“Yang ketiga, Baby. Kamu lupa, kalau kita main dua ronde kemarin?”

“Ck. Iya… itu maksudnya.” Ajeng mencebik dengan wajah kesal. “Ya udah, sekarang gimana? Aku harus apa sekarang?”

“Kamu langsung ke mobilku.” Rendy memberikan kunci mobil kepada Ajeng.

“Ini dimana? Tapi, aku nggak bisa nyetir.”

“Nggak apa-apa. Kamu cuma perlu menungguku sebentar. Mobilku, ada di deretan parkiran VVIP.”

Ajeng mengangguk atas petunjuk Biantara.

“Jadi, aku kesana sekarang?”

Biantara membenarkan. “Nggak ada yang ketinggalan kan?”

Ajeng menggeleng. “Aku udah bawa semua surat berharganya.”

“Bagus. Tapi, kamu harus ingat! Ini bukan untuk pergi selamanya, Baby. Kamu hanya perlu mengancam Rendy biar dia memberimu kebebasan lagi.”

Ajeng mengangguk mengerti.

“Selama waktu itu, kamu bisa gunakan untuk bertemu dengan pengacara dan notaris. Tapi, setelah Rendy memintamu kembali, kamu harus balik lagi dengan syarat kebebasan.”

Rencana ini, sudah mereka bahas malam tadi.

“Tetap berlaku baik, sampai kamu bisa memindahkan setengah usaha kalian ke tempat lain. Mulai dari keuangan, stock gudang sampai orderan.”

“Aku mengerti.” Jawab wanita itu.

“Setelah semua selesai, kamu bisa mulai mengajukan gugatan cerai. Tidak apa-apa aku menunggu lebih lama demi kamu mendapatkan yang katanya jerih payahmu itu.”

Ajeng tiba-tiba tergelak karena Biantara juga mengajaknya bercanda di tengah pembicaraan serius mereka.

“Apa sih, Mas? Jangan terlalu ngasih aku harapkan kalau kenyataannya nanti kita nggak jodoh.”

“Aku akan tetap mengusahakan kamu meskipun kamu bukan jodohku. Pakai jalur langit minta sama Tuhan, lalu jalur darat laut udara juga buat nyulik kamu dan ngajak kabur.”

“Dasar gila!” Ajeng tertawa sambil memukul dada bidang Biantara.

“Ya. Aku memang tergila-gila sama kamu, Ajeng.”

Biantara hampir mendekatkan wajahnya lagi, tapi Ajeng kembali mengelak. Sayangnya, sepertinya kali ini Biantara sedikit ngeyel hingga menarik pinggang wanita yang sedang tertawa itu.

“Mas, jangan macam-macam!” Ajeng menjauhkan wajah sebisanya dari Biantara.

“Aku udah nggak tahan, Ajeng. Aku rasa, aku akan menagih satu janjimu setelah ini.”

“Ya tapi lepas dulu!”

“Nggak mau! Aku mau kecupan sedikit aja. Memangnya, kamu nggak mau berterima kasih, hem?”

“Astaga, Mas. Kamu benar-benar nggak mau rugi.”

“Apa yang kalian lakukan?”

1
Yunita aristya
ren2 nanti Ajeng sudah pergi baru tau rasa kamu. mau liat kamu nyesal dan jatuh miskin gara2 istri muda mu yg suka foya2😁😂
Nana Colen
luar biasa aku suka sekali karyamu 😍😍😍😍😍
Yunita aristya
lanjut kak
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
Nana Colen
benar benar ya rumput tetangga lebih hijau 🤣🤣🤣🤣
Nana Colen
dasar laki tak tau diri 😡😡😡😡
Yunita aristya
lanjut
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤
Fitri Handriayani: lanjut
total 1 replies
Nana Colen
iiiih kesel bacanya dongkol sama si ajeng.... cerai jeng cerai banyak laki yang kaya gitu mh 😡😡😡😡
Keisya Oxcel
penasaran
Yunita aristya
lnjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!