Ketika di bangku SMA, Gaffi Anggasta Wiguna dan Bulan Noora selalu berjalan berdampingan layaknya sepasang kekasih yang penuh dengan keserasian. Di balik kedekatan yang mengatasnamakan pertemanan, tersembunyi rasa yang tak pernah terungkapkan. Bukan tak memiliki keberanian, melainkan Bulan Tengah mengejar seseorang. Anggasta memilih jalan sunyi, memendam dan mencoba tetap setia mendampingi sampai kebahagiaan itu benar-benar datang menghampiri perempuan yang sudah membuatnya jatuh hati. Barulah dirinya mundur pelan-pelan sambil mencoba untuk mengikhlaskan seseorang yang tak bisa dia genggam.
Lima tahun berlalu, takdir seakan sengaja mempertemukan mereka kembali. Masihkah cinta itu di hati Anggasta? Atau hanya bayang-bayang yang pernah tinggal dalam diam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19. Kok Sakit, Ya?
Sikap yang dulunya hangat kini sedikit dingin. Dan itu mampu dirasakan oleh para karyawan yang bekerja di bawah direksinya. Bisik-bisik tetangga terjadi setiap kali Anggasta tiba di kantor. Senyumnya masih sama, begitu juga dengan ramahnya. Namun, mimik wajahnya sangatlah berbeda.
"Gua denger sih perubahan sikap Pak Anggasta karena ditolak cewek."
Jika, sudah satu orang memulai pasti banyak yang penasaran. Mulailah bisik-bisik itu menjadi gosip.
"Perempuan mana yang tega menolak Pak Anggasta? Selain tampan, mapan, dia juga termasuk ke salah satu golongan suami idaman."
Perempuan yang menolak Anggasta hanya tersenyum tipis ketika mendengarnya. Benar kata mereka, Anggasta begitu sempurna. Sayangnya, tak bisa membuatnya jatuh cinta.
Tak sengaja Bulan berpapasan dengan Anggasta, senyuman hangat dan manis Bulan berikan. Namun, hanya dijawab dengan sebuah anggukan. Rasanya perih dan matanya mulai mengikuti ke mana Anggasta pergi.
Banyak pekerjaan yang dilakukan berdua dengan Anggasta. Lelaki itu hanya membicarakan perihal pekerjaan. Tak lebih dan tak kurang. Seakan tak memberikan kesempatan kepada Bulan untuk berbincang santai layaknya teman.
Anggasta menjauh dan lelaki yang dicintainya semakin mendekat. Terus menunjukkan dan membuktikan jikalau dia pun mulai mencintai Bulan. Bahagia, pasti. Tapi, ada kekosongan yang dia rasakan karena sang teman yang menjauh. Dia ingin egois, Haidar mencintainya dan Anggasta tetap menjadi temannya. Sayangnya, itu tak akan pernah bisa tercapai karena sebuah rasa yang Anggasta simpan.
Langit sudah mendung, untungnya Bulan sudah tiba di rumah. Panggilan sang mama membuatnya yang baru saja selesai mandi segera keluar.
"Ada teman kamu ingin ketemu katanya."
"Teman?" Sang mama pun mengangguk. Mengatakan jika teman Bulan itu adalah seorang perempuan.
Bulan mulai menerka. Dia tak memiliki teman perempuan yang tak mamanya kenal. Rasa penasaran yang membuncah membuatnya segera menuju ruang tamu. Tapi, tak ada siapa-siapa di sana. Matanya mulai melihat jika pintu luar dibuka.
"Apa di luar?"
Mata Bulan melebar ketika melihat Alma yang sudah berdiri dengan kondisi basah kuyup. Perempuan yang tengah menahan dingin tersenyum ke arah Bulan yang masih membeku.
"Boleh minta waktunya sebentar?" Alma menatapnya dengan begitu lekat. Bulan menganggukkan kepala dengan pelan dengan raut yang berbeda.
"Aku enggak mau menjadi penghalang untuk hubungan kamu dan Haidar."
Deg.
Seketika jantungnya berhenti berdetak. Terlebih mimik Alma sangat serius sekarang. Sorot matanya tak bisa berdusta.
"Maaf, aku sudah merebut Haidar dari kamu. Karena aku enggak tahu kalau Haidar udah punya tunangan." Ketulusan dari sebuah kalimat yang terucap mmapu dirasakan.
"Maafkan aku, Bulan." Alma menundukkan kepalanya dalam sebagai tanda penyesalan yang mendalam.
"Al--"
"Dia hanya terobsesi padaku. Dan cintanya hanya untuk kamu."
Mata Bulan sudah nanar mendengarnya. Lengkungan senyum yang terukir pun terlihat penuh paksaan.
Alma bukan orang bodoh yang tak akan mengikuti gerak-gerik Haidar. Kedekatan Haidar dan Bulan pun sudah dia ketahui sedari pertama pertemuannya dengan keluarga Haidar. Ditambah orang-orang yang bekerja untuknya selalu melapor perihal kekasihnya itu.
Dan apa yang dikatakan Haidar kepada Bulan tentang dirinya yang sibuk tidak sepenuhnya benar. Terkadang dia bilang sibuk karena sudah lelah dengan sikap Haidar yang selalu menomor satukan Bulan. Apapun selalu na Bulan yang disebut. Sekali, dua kali masih oke. Tapi, jika sudah keseringan Alma menegur. Apa yang diterima olehnya? Haidar meminta Alma untuk mengerti.
"Kesabaran kamu kini berbuah manis, Lan. Haidar sudah mencintai kamu."
Harusnya Bulan bahagia mendengar kalimat seperti itu dari Alma. Pada nyatanya hatinya merasakan keperihan dari setiap kata yang diucapkan.
"Berbahagialah bersamanya."
Tubuh yang sudah basah itupun mulai berputar. Kembali menerobos hujan yang belum usai tanpa memakai pelindung. . Sedangkan Tubuh Bulan masih terdiam di tempat sebelumnya.
Tak dihiraukan hujan yang terus membasahi tubuh. Tak jua memperlambat langkah. Seperti sengaja Alma melakukan itu semua.
"Ibu enggak perlu menantu kaya. Yang Ibu inginkan hanyalah menantu seperti Bulan."
Penolakan secara terang-terangan padahal baru saja diperkenalkan. Sama sekali tak diberi kesempatan. Bukannya tak ingin memperjuangkan. Hubungan yang dipaksakan tidak akan menemukan kebahagiaan. Alma tak ingin egois karena dia bukan wanita sempurna. Lebih baik mundur sekarang daripada nanti berujung dibuang.
✨
"Are you okay?"
Haidar menjelma menjadi manusia peka sekarang. Alma hanya mengangguk dengan senyum yang terpaksa dia angkat. Perkataan Alma semalam masih terngiang di kepala. Ingin membahas perihal itupun Bulan harus memilih waktu yang tepat. Sekarang, kondisi Haidar sedang tak baik-baik saja dikarenakan sang ibu tengah terbaring di rumah sakit.
"Pulang kerja langsung jenguk Ibu, ya." Bulan menanggapinya dengan sebuah anggukan. Dan dibalas dengan usapan lembut di pipi oleh sang mantan rasa tunangan.
Tubuh Bulan menegang ketika dia yang baru saja turun dari mobil Haidar bertemu Anggasta yang juga baru turun dari mobilnya. Lelaki itu berlalu begitu saja dengan langkah yang lebar seakan tak melihat. Bulan hanya menghela napas kasar.
Semenjak Anggasta mengatakan kejujuran, wajah Bulan tak lagi bersinar. Apalagi akhir-akhir ini wajahnya sering ditekuk dikarenakan Anggasta semakin membentangkan jarak. Di jam sepuluh pagi, wajah itu berubah sumringah. Ada jadwal meeting dengan direktur. Kebahagiaan itu tak bertahan lama. Pasalnya, ada nama Alma yang tertera. Kejadian di restoran tempo hari di mana Anggasta begitu perhatian kepada Bulan membuat rasa tidak suka hadir tanpa diminta.
Bulan dapat bernapas lega ketika Alma tak hadir di sana. Dan Anggasta pun terlihat tak mencari tahu tentang Alma. Namun, setelah meeting selesai lelaki itu menemui salah satu perwakilan dari perusahaan kakek Alma.
Mimik wajah Anggasta sedikit berubah setelah berbincang dengan orang yang menggantikan Alma. Terkejutlah Bulan ketika Anggasta hanya mengantar Bulan ke mobil.
"Saya ada urusan."
Bulan tak bisa berkata. Dia melihat kekhawatiran yang nyata dari Anggasta. Lelaki itupun segera berlalu menuju mobil hitam yang sudah terparkir di sana.
Sampai jam pulang kantor pun Anggasta tak jua kembali. Bulan hanya bisa menghela napas kasar. Bahkan pesan yang dia kirim perihal pekerjaan tak mendapat balasan. Kini, dia sudah ada rumah sakit bersama Haidar. Menjenguk ibunda Haidar yang tengah sakit.
Mata Bulan memicing ketika dia melihat punggung yang dia kenali tengah berada di kasir. Bulan membisikkan sesuatu kepada Haidar. Lelaki itupun meninggalkannya.
Baru saja hendak mendekat, langkahnya kembali terhenti karena melihat tangan Anggasta yang sudah merangkul perempuan yang memakai jas hitam milik Anggasta.
Bulan memilih mundur dan bersembunyi. Namun, matanya masih tertuju pada dua manusia yang mulai meninggalkan kasir dengan tangan Anggasta yang terus berada di pundak perempuan yang tak lain adalah Alma. Lelaki itu l terus memastikan kondisi perempuan yang terus dia rangkul. Tetiba Mata mulai terasa perih dan tanpa disadari bulir bening menetes.
"Kok sakit ya, Fi? Padahal, gua gak cinta sama lu."
...*** BERSAMBUNG ***...
Yuk, dikomen ...
dari dulu selalu nahan buat ngehujat si bulan tapi sekarang jujur muak liat wanita oon yg mau aja diperbudak cinta sampe jadi nggak tau malu dan buta hadeh wanita jenisan bulan emang cocok ama laki-laki jenis Haidar sama2 rela jatuhin harga diri demi cinta kemaren sempet agak seneng liat karakternya pas lepasin Haidar sekarang jujur ilfil sudah dan nggak layak buat gagas terlalu berharga keluarga singa cuman dapet menantu sekelas si bulan
kalau cewe udah terluka
pilihan opa ngga ada yang meleset...
good job alma👍 gausah jadi manusia gaenakan nanti mereka yg seenak jidat kaya mamak nya si haidar
lagian tuh ya.... para karyawan gak punya otak kali ya , dimana dia bekerja bisa-bisanya merendahkan dan menggosip pimpinannya , pada udah bosan kerja kali ya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lnjut trus Thor
semangat
psfshal diri ny sen d iri pun menyimpsn luka yg tsk bisa di gambar kan.
sya dukung gagas sma Alma..
saya pantau terus author nya