NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18. Tertakar tak tertukar

Hari berganti, waktu berlalu. Belum ada kabar tentang siapa si pembuat huru hara itu. Nayna merasa dejavu, dia seakan berada di kerumunan yang terus mengolok-olok, mencaci maki, bahkan menghina dinakan dirinya. Tak ada yang peduli, tak ada yang mau mendengar, setidaknya itu yang terjadi di sekolah. Karena di rumah, Nayna memiliki ayah yang selalu siap menampung segala keluh kesah yang ... rasanya tak pernah habis. Dia juga memiliki ibu yang mirip kak Ros di serial Upin-Ipin, namun tetap sayang dan sangat peduli kepadanya.

Meskipun mereka bukan orang tua kandungku.

Nayna tersenyum sendu.

Tania menghampiri Nayna yang duduk menyendiri di taman sekolah. Dengan dua botol air mineral dan beberapa makanan ringan, gadis itu menyapa dengan senyum merekah.

"Hai, Nay. Kamu belum jajan, kan? Nih, udah aku beliin kesukaan kamu." Tania mengulurkan beberapa barang bawaannya, lalu melirik temannya.

"Kamu kenapa, Nay? Soal video itu? Soal Melda?"

Nayna masih terdiam membisu, tapi satu tangannya meraih botol, membuka dan meminumnya hingga habis setengah.

"Nay? Kamu haus? Apa ada sesuatu?"

Tania menatap cemas pada wajah murung di hadapannya.

"Halo, Nona nggak pake Ambon. Lagi ngapain nih? Boleh gabung?"

Nayna dan Tania menoleh, kemudian saling tatap dengan lirikan yang berbau kode.

"Heh, buaya! mau apa ke sini?" Tania berdiri dengan tangan di pinggang. Wajahnya terlihat ganas meskipun diam-diam, Nayna menahan tawa melihatnya.

"Eh, ada orang utan ternyata, kirain si Nona sendirian," seru Sandy dengan senyum mengejek.

Nayna dengan cepat menarik lengan temannya, sebelum perang dunia terjadi.

"Mau apa ke sini?" tanya Nayna datar. Dia menerima ponsel yang disodorkan Sandy.

Kedua gadis itu terdiam, fokus pada gambar di layar, tanpa sedikit pun berkomentar. Baru setelah tayangan selesai, mereka kembali saling pandang dan melempar tatapan tajam ke arah Sandy.

"Iya, iya, aku jelasin. Nggak usah gitu matanya, mirip burung setan ngincer tikus," tukas si lelaki sembari duduk dan mengambil cemilan yang ada, lalu memasukkan ke mulutnya.

"Bagi minum, seret." Dia mengusap leher, sementara Tania membuka botol miliknya yang masih utuh. Dengan cepat, gadis itu menyodorkan pada Sandy tanpa kata terucap.

Nayna tersenyum melihatnya, lalu pura-pura tak melihat kala keduanya kembali pada topik obrolan.

"Jadi?" ucap Nayna dengan tatapan menyelidik.

"Ekhm, jadi gini ... "

Sandy menjelaskan jika orang yang berada dalam tayangan tersebut adalah salah satu teman mereka. Dialah yang menjadi dalang di balik berita buruk tentang Nayna yang beredar di Bina Karya.

"Kamu pasti kenal, Nay. Kalau nggak salah, dia dulu satu sekolah sama kamu di SMP." Sandy memainkan tutup botol, saat lirikan tajam dari Nayna mengarah padanya.

"Kok tahu?" Nayna membalas dengan otak yang sibuk menggali ingatan yang terpendam, beberapa tahun lamanya.

"Ya ... ak-aku kan cari tahu juga tentang dia. Terus lihat asal sekolahnya sama kayak sekolah kamu di SMP."

"Dari mana kamu tahu SMP-ku? Aku nggak pernah bilang soal itu. Kalau asal sekolah sebelum aku pindah, memang jelas pada tahu, karena aku bilang pas perkenalan. Tapi yang SMP kayaknya nggak deh," balas Nayna dengan tatapan curiga.

Sebenernya dia siapa? Kok kayak nggak asing gitu, tapi siapa ya?

Sandy berdiri, menggaruk tengkuknya sambil tertawa kecil. "Nanti aku kirim ke kamu deh, aku mau ke kantin dulu. Bye!"

"Tu orang kenapa, sih? Aneh bener." Tania menatap punggung mantan kekasihnya yang semakin menjauh.

"Tan, kamu tahu nggak, dia dulu SMP-nya di mana?" bisik Nayna sambil melirik ke arah perginya Sandy yang tak lagi terlihat.

"Nggak tahu, Nay. Dia sama kayak Aksara. Misterius. Bedanya yang satu kulkas, yang ini mercon, dar der dor."

Mereka tertawa.

*

Sementara itu, Aksara yang duduk di dalam aula seorang diri, mencengkeram ponsel di tangan. Dia baru saja melihat video yang dikirimkan Sandy padanya.

Kenapa harus dia lagi? Kenapa jalanku tak pernah lancar seperti yang lain? Argh!

Aksara menjejakkan kaki ke lantai dengan mata memerah, dia sendiri merasakan hawa panas yang menguar dari dalam tubuhnya.

Semua seakan menjauh, meninggalkan dirinya seorang diri tanpa teman satu pun. Aksara merasa terkucilkan, di sekolah maupun di rumahnya sendiri. Apa yang dirasakan, seolah tak ada tempat dan kesempatan untuk berbagi dengan yang lain.

Namun, dalam benaknya muncul raut teduh dengan suara lembut, yang senantiasa menenangkan.

Bi Diah, kenapa aku harus lebih dekat dan nyaman dengan wanita itu, dari pada dengan orang tuaku sendiri?

Ke mana mereka?

Kamu hanya dijadikan alat untuk kesenangan mereka saja. Sekolah yang baik, nilai yang harus sempurna, semuanya hanya duniawi untuk kepuasan kedua orang tuamu, bukan hatimu. Apa kamu pernah bahagia dengan semua itu?

Sisi lain hatinya terus menebarkan perasaan yang semakin membuat Aksara seperti kesetanan. Dia kembali menghentakkan kaki, mengacak rambutnya dengan dada yang terasa sesak.

"Bro, lo kenapa?"

Sebuah suara membuat Aksara menghentikan aksinya. Dia menoleh, mendapati wajah Sandy yang menatapnya cemas.

"Ngapain lo ke sini?"

Aksara menatap temannya dengan mata lelah.

Sandy tak langsung menjawab, dia justru duduk di samping Aksara lalu menoleh padanya.

"Semua orang punya masalahnya sendiri, ada yang kurang sabar, jauh dari Tuhan, ujungnya lepas kontrol. Bund-1r atau mentok jadi ODGJ. Ada yang kelewat sabar, sampe semua dipendem sendiri. Paling dia sama Tuhan yang tahu."

Sandy diam, menatap lurus ke depan. Di mana hanya ruang kosong yang ditangkap indera penglihatannya. Sementara Aksara memutar ponsel di tangan, menimbang-nimbang dengan pikiran sibuk.

"Gue tahu, lo lagi ada masalah sama diri lo sendiri. Tapi gue saranin, lo jangan kabur gini, ngumpet mirip maling ayam. Lo nggak sendiri kok, semua udah diatur. Porsinya juga udah pas, nggak lebih, nggak kurang juga. Pas sama kadar kemampuan. Tuhan kasih ini semua ke diri lo, karena Dia tahu, lo pasti bisa lewatin ini semua. ... Oh ya, soal video itu, gue udah jelasin ke Nayna. Tapi tolong, jangan bilang kalo gue Yoga. Biar dia tahu sendiri."

Mereka terdiam. Sandy bangkit, menepuk bahu Aksara dan berlalu pergi.

Aksara menatap Sandy, hingga dia hilang di balik pintu yang kembali tertutup.

Thanks, San. Gue nggak nyangka lo bisa sebijak ini.

**

Di rumah, Rahmat baru saja sampai, sepulang dari tempat kerja. Wajah letih dengan keringat membasahi kening, membuatnya menyandarkan tubuh di kursi ruang tamu seorang diri.

"Lho, Ayah baru pulang? Kok nggak denger suara motornya?" tanya Siti yang baru muncul dari arah dapur. Wanita itu segera mencium punggung tangan suaminya sembari menyodorkan segelas air putih.

"Motornya mogok, Bu. Tadi dorong dari depan sana. Untung aja nggak terlalu jauh. Nayna sudah pulang?"

Wajah Rahmat terlihat sedikit segar setelah meletakkan gelas kosong di meja.

Siti menggeleng, "belum, kan belum jamnya juga. Ibu telpon aja ya, biar dia pulangnya naik ojol."

Dia berlalu masuk untuk mengambil ponsel di kamar. Tak lama, dia kembali duduk di samping suaminya.

"Nggak usah, Bu. Masih ada waktu. Aku benerin dulu motornya," ucap Rahmat yang beranjak dan keluar setelah mengambil kotak peralatannya.

"Mbok yo ganti dulu, Yah." Siti ikut keluar, dan berjongkok sambil mengamati.

Rahmat menoleh, "Ibu ngapain?"

"Mau lihat aja, emang nggak boleh?" Siti sedikit beringsut kala Rahmat bergeser ke arahnya.

"Bu, ambilin kunci ring. Kayanya ini yang perlu dibongkar." Rahmat mengulurkan tangan ke arah istrinya, tanpa menoleh. Dia tetap fokus pada salah satu bagian di depannya.

Tanpa banyak tanya, Siti memberikan apa yang suaminya minta.

Namun, pria itu justru menoleh dan menggeleng.

"Ini kunci pas, Bu. Kunci ring itu yang ini." Dia meraih benda itu dan kembali fokus pada pekerjaan. Bukannya mengangguk paham, Siti justru menggerutu tak jelas, membuat Rahmat menghentikan kesibukannya dan meraih tang.

"Sini, Bu."

"Apa?" balasnya tak mengerti.

"Itu bibir dijepit bentar, sampai ini beres," tukas Rahmat yang menghela napas kesal.

***

1
Dewi Ink
musuh bgt 😅😅
Dewi Ink
🤣🤣🤣
Alyanceyoumee
lah, jangan jadi matre Bu Siti. Pak wistu nyebelin.
Alyanceyoumee
ga suka!
Alyanceyoumee
bagus nay..
Alyanceyoumee
waduh, na... tiba-tiba saja ketemu sama camer.
Pandandut
nah ini baru gentle nih
Pandandut
jadi inget dulu jerit jerit pas jurit malam wkwkwk
Kutipan Halu
untuk ajaa ayahnya segera datang kalau nggk udah kena modus dua cowok itu2 tuh 😂
Iqueena
Hahah, anteng dulu ya Bu 🤣
Iqueena
Ya Allah, ada aja ujian mereka
Iqueena
Ayo diingat lagi Na
Iqueena
Sebentar sebentar, jadi bukan ortu kandung Nayna?
TokoFebri
yang kayak gini itu bacanya sedikit nyesek. Sandy cengengesan tapi sebenarnyaa hatinya raapuh.
TokoFebri: salam ke Sandy ya Thor. semangat. hihihi
total 2 replies
Yoona
siapa yang natap nanya dari jauh itu, penasaran 🤔🤔
Septi Utami
aku kok muak ya sama Melda!!!
Bulanbintang: Aku juga,😥
total 1 replies
Miu Nuha.
mau pinjem PR kok /Hey//Hey/
Miu Nuha.
pinisirin juga nih aku 🤔
Miu Nuha.
gara2 ketemu mantan
Miu Nuha.
jangan nakutin tooo /Sweat//Sweat/
Bulanbintang: Demi keselamatan sang anak,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!