NovelToon NovelToon
Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Dulu Kakak Iparku, Kini Suamiku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / CEO / Janda / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Itz_zara

Selena tak pernah menyangka hidupnya akan seindah sekaligus serumit ini.

Dulu, Daren adalah kakak iparnya—lelaki pendiam yang selalu menjaga jarak. Tapi sejak suaminya meninggal, hanya Daren yang tetap ada… menjaga dirinya dan Arunika dengan kesabaran yang nyaris tanpa batas.

Cinta itu datang perlahan—bukan untuk menggantikan, tapi untuk menyembuhkan.
Kini, Selena berdiri di antara kenangan masa lalu dan kebahagiaan baru yang Tuhan hadiahkan lewat seseorang yang dulu tak pernah ia bayangkan akan ia panggil suami.

“Kadang cinta kedua bukan berarti menggantikan, tapi melanjutkan doa yang pernah terhenti di tengah kehilangan.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itz_zara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Cinta Yang Tak Pernah Pudar

“Ayah!” panggil Arunika sambil berlari kecil menuruni tangga sekolah. Tas bergambar kelincinya bergoyang di punggung, langkahnya lincah meski hujan baru saja reda dan tanah masih sedikit becek.

Daren yang menunggu di dekat parkiran tersenyum lebar melihat putrinya datang. Ia menunduk sedikit, merentangkan tangan.

“Eh, hati-hati, sayang. Jangan sampai jatuh.”

Begitu sampai di depan ayahnya, Arunika langsung memeluk pinggang Daren erat. “Ayah udah sembuh?” tanyanya polos, menatap wajah Daren dengan mata bulat yang penuh kekhawatiran.

Daren tersenyum lembut sambil mengusap kepala putrinya. “Udah dong, Ayah udah kuat lagi. Lihat, udah bisa jemput Arunika, kan?”

Anak kecil itu langsung tersenyum lega. “Yeeay! Ayah sembuh! Sekarang kita mau ke mana?”

Daren menatap jam tangannya sebentar, lalu berkata, “Kita ke tempat Mama, yuk. Sekalian makan siang bareng Mama di butik. Kamu pasti kangen Mama, kan?”

Arunika mengangguk antusias. “Kangen banget! Mama lagi jahit baju, ya?”

“Kayaknya iya,” jawab Daren sambil menggendong Arunika agar tak menginjak genangan air. “Tapi Mama pasti seneng kalau kita datang.”

Mereka berjalan menuju mobil. Udara selepas hujan terasa sejuk, aroma tanah basah masih tertinggal di udara. Arunika duduk di kursi belakang sambil bersenandung kecil — lagu yang entah darimana ia hafal, tapi membuat suasana mobil terasa hangat.

Sesampainya di butik, Daren membantu Arunika turun dari mobil. Dari luar, butik itu tampak sibuk. Beberapa karyawan sedang menata gaun di etalase, dan suara mesin jahit terdengar samar dari dalam.

Begitu masuk, aroma kain baru dan parfum lembut langsung menyapa mereka. Selena sedang berdiri di dekat meja kerja, menandai pola baju di atas kain satin berwarna biru muda. Rambutnya diikat rapi, keningnya sedikit berkerut karena fokus.

“Mamaaa!” seru Arunika nyaring.

Selena menoleh spontan, lalu tersenyum lebar begitu melihat dua orang kesayangannya berdiri di pintu. “Eh, Arunika! Sama Ayah juga datang?”

Arunika langsung berlari menghampiri ibunya dan memeluknya. “Mama, Aru jemput Mama bareng Ayah! Ayah udah sembuh!”

Selena terkekeh, mengecup kening putrinya lembut. “Wah, Aru pinter banget. Terima kasih udah jagain Ayah, ya?”

“Arunika jagain Ayah pakai bubur Mama!” jawabnya bangga.

Selena menoleh pada Daren, menatapnya dengan campuran lega dan geli. “Kamu beneran udah enakan?”

Daren mengangguk sambil tersenyum. “Udah, kok. Kayaknya karena obat sama bubur buatan kamu.”

“Dan karena Aru juga,” sela Arunika cepat, membuat keduanya tertawa.

Selena menggeleng kecil, lalu berkata, “Yaudah, tunggu sebentar ya. Aku selesain dulu yang ini, abis itu kita makan siang bareng di kafe sebelah.”

Daren berjalan mendekat, menatap desain di meja kerja. “Wah, ini pesanan yang kemarin kamu cerita, ya?”

“Iya,” jawab Selena tanpa menoleh, tangannya masih sibuk menggambar pola. “Kliennya agak rewel, tapi aku seneng sih. Tantangan baru.”

Daren memperhatikannya sejenak — caranya fokus, gerakan tangannya yang hati-hati, dan tatapan matanya yang penuh semangat. Ada sesuatu di sana yang membuat dada Daren terasa hangat. Ia selalu tahu, Selena tampak paling cantik saat sedang bekerja seperti ini.

Tak sadar, senyum tipis muncul di bibirnya.

“Aku lupa, ternyata aku nikah sama perempuan paling keren di dunia.”

Selena menoleh cepat, pipinya sedikit memerah. “Kak, jangan gombal di depan anak.”

“Tapi Ayah bener, Ma!” seru Arunika riang. “Mama paling keren!”

Selena tak bisa menahan tawa, lalu mencubit pipi putrinya gemas. “Dasar, dua-duanya kompak banget.”

Daren mendekat dan berbisik pelan, cukup dekat hingga Selena bisa merasakan hangat napasnya.

“Udah lama ya, kita nggak makan siang bareng begini.”

Selena menatapnya sejenak, lalu tersenyum lembut. “Iya. Mungkin hari ini waktunya istirahat sebentar.”

Hujan di luar kembali turun tipis-tipis, tapi di dalam butik kecil itu, tawa mereka berpadu dengan suara mesin jahit dan aroma kopi dari kafe sebelah — menghadirkan kehangatan sederhana yang terasa seperti rumah.

 

Restoran kecil di sebelah butik itu bernuansa hangat dan sederhana — dindingnya berwarna krem lembut, dihiasi tanaman gantung dan aroma roti panggang yang menggoda. Musik lembut mengalun di latar, menambah suasana tenang di tengah siang yang masih dibasahi sisa hujan.

Daren menarik kursi untuk Selena dan Arunika sebelum duduk di hadapan mereka. “Silakan, dua gadis kesayanganku,” ujarnya dengan nada setengah menggoda.

Arunika langsung menatap buku menu dengan mata berbinar. “Ayah, aku mau spaghetti keju! Sama jus stroberi!”

Selena terkekeh kecil. “Kamu hafal banget, ya, pesanan kamu tiap ke sini.”

“Karena enak, Ma!” balas Arunika cepat, membuat Daren dan Selena saling bertukar senyum.

Pelayan datang mencatat pesanan mereka: spaghetti keju untuk Arunika, grilled salmon untuk Selena, dan chicken steak untuk Daren. Setelah pelayan berlalu, keheningan hangat sempat menyelimuti meja mereka, diiringi suara rintik hujan yang mulai reda di luar.

Selena menatap ke luar jendela, matanya memandangi jalan yang masih basah.

Senyum kecil muncul di wajah Selena — bukan karena janji itu terdengar manis, tapi karena cara Daren mengucapkannya terdengar sungguh-sungguh. Ada sesuatu yang berubah dari tatapan matanya; lebih lembut, lebih tenang, lebih hangat daripada dulu.

Tak lama, makanan mereka datang. Wangi keju dan saus krim memenuhi udara, membuat perut Arunika langsung berbunyi pelan.

“Waaah, enak banget!” serunya sambil mengangkat garpu. “Mama, Ayah, makaaaan~”

Selena dan Daren tak kuasa menahan tawa.

“Laper banget kayaknya anak ini,” ujar Daren sambil mengelus kepala putrinya.

“Emang nurun dari siapa, ya?” seloroh Selena sambil menatap suaminya penuh arti.

Daren pura-pura terkejut. “Masa dari aku? Aku kan elegan, makan juga pelan-pelan.”

Selena terkekeh. “Iya, elegan pas nggak kelaperan.”

Arunika memandang mereka bergantian, lalu berkata polos, “Mama sama Ayah lucu, deh. Kayak di TV!”

Keduanya serempak tertawa, sementara Arunika sibuk dengan spaghettinya.

Suasana meja itu terasa ringan dan akrab — seperti potongan kecil kebahagiaan yang sederhana. Daren sesekali menyuapi Arunika, Selena menatap keduanya dengan senyum hangat. Dalam hati, ia merasa lega. Setelah semua yang mereka lalui, hari seperti ini terasa seperti anugerah.

Di luar, hujan sudah berhenti sepenuhnya. Langit mulai cerah, menampilkan sedikit warna biru di antara awan.

Dan di meja kecil restoran itu, keluarga kecil mereka duduk bersama — sederhana, hangat, dan bahagia.

Seolah hari itu, untuk sesaat, dunia berhenti memberi beban. Yang tersisa hanyalah tawa, cinta, dan rasa syukur yang diam-diam tumbuh di hati mereka.

 

“Kak Daren, Aru?” panggil Selena begitu memasuki rumah, sambil menutup pintu pelan agar tidak menimbulkan suara keras. Rumah terasa begitu tenang sore itu, hanya terdengar suara kipas angin dari ruang tengah dan aroma lembut sabun pel lantai yang baru saja digunakan.

Tak lama kemudian, Bi Nana muncul dari arah dapur dengan kain lap di tangannya.

“Bi, mereka ke mana?” tanya Selena sambil meletakkan tas kerja di atas meja.

“Tadi sih main di kamar Non Aru,” jawab Bi Nana ramah.

Selena mengangguk kecil. “Oo gitu ya, Bi. Makasih.”

Ia kemudian menaiki anak tangga satu per satu dengan langkah pelan, sedikit lelah tapi juga penasaran. Pintu kamar Arunika terbuka sedikit, dan dari celahnya, Selena bisa melihat pemandangan yang membuat hatinya menghangat.

Di atas tempat tidur berwarna pastel, Arunika dan Daren tertidur lelap. Arunika memeluk lengan ayahnya dengan erat, kepalanya bersandar di dada Daren yang naik turun pelan seiring napasnya. Daren sendiri tampak tertidur dalam posisi setengah miring, satu tangannya masih melingkari bahu kecil putrinya seolah takut ia terlepas.

Selena berdiri di ambang pintu cukup lama, menatap pemandangan itu dengan senyum lembut di wajahnya. Ada perasaan damai yang sulit dijelaskan. Satu sisi, ia merasa bahagia melihat kedekatan mereka berdua—tapi di sisi lain, ada sesuatu yang bergetar halus di dadanya, campuran antara rindu dan sayang yang tak sempat ia ungkapkan.

Perlahan, ia melangkah masuk dan menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya agar tidak kedinginan. “Kalian berdua kayak anak kecil,” bisiknya lirih sambil tersenyum.

Ia duduk di tepi ranjang, mengusap lembut rambut Arunika yang terurai, lalu memandangi wajah Daren yang tampak begitu tenang saat tidur. Tanpa sadar, air matanya menetes kecil—bukan karena sedih, tapi karena lega. Setelah beberapa hari melihat Daren sakit dan kelelahan, akhirnya sore ini ia bisa melihatnya beristirahat dengan damai bersama putri kecil mereka.

Namun sebelum bangkit, Daren tiba-tiba menggeliat pelan dan membuka mata setengah sadar. “Selena... kamu udah pulang?” suaranya serak, pelan, tapi cukup membuat Selena tersentak.

“Iya,” jawab Selena lembut sambil tersenyum, “Maaf, aku bangunin ya?”

Daren menggeleng pelan, lalu menatap Arunika yang masih terlelap di pelukannya. “Gak apa-apa... aku cuma ketiduran. Tadi Aru minta aku bacain cerita, terus tiba-tiba dia ngeluk aku, eh aku ikutan tidur.”

Selena terkekeh kecil, “Kalian berdua sama aja, kalau udah ngantuk gak bisa ditahan.”

Daren ikut tersenyum lemah, “Tapi... enak juga ya, tidur bareng kayak gini. Rasanya rumahnya bener-bener hidup.”

Selena menatapnya lama, kemudian berbisik, “Iya, Kak. Rumah ini memang terasa lebih hangat... kalau ada kalian berdua.”

Hening sejenak. Tatapan mereka bertemu—singkat, tapi penuh arti.

Hanya detik itu, Selena sadar, mungkin hatinya memang masih belum sepenuhnya bisa berpaling dari Daren.

"Sementara di sisi lain, Daren hanya bisa menatap Selena dengan perasaan yang sejak dulu belum pernah benar-benar hilang."

1
Favmatcha_girl
lanjutkan thor💪
Favmatcha_girl
perhatian sekali bapak satu ini
Favmatcha_girl
lanjutkan 💪
Favmatcha_girl
cemburu bilang, Sel
Favmatcha_girl
ayah able banget ya
Favmatcha_girl
cemburu ya🤭
Favmatcha_girl
pelan-pelan mulai berubah ya
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up
Itz_zara: besok lagi ya, belum ada draft baru🙏
total 2 replies
Favmatcha_girl
memanfaatkan orang🤭
Favmatcha_girl
Honeymoon Sel
Favmatcha_girl
Dah lama gak liat sunset
Favmatcha_girl
dramatis banget 🤭
Favmatcha_girl
ikutan dong
Favmatcha_girl
ngomong yang keras
Favmatcha_girl
aw terharu juga
Favmatcha_girl
itu mah maunya lo
Favmatcha_girl
Alasan itu
Favmatcha_girl
kenapa yak setiap cowok gitu😌
Favmatcha_girl
Yeyyyy
Favmatcha_girl
Asik rumah kita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!