Subgenre: Wanita Kuat · Second Chance · Love Healing
Tagline pendek: Kisah tentang aktris yang hidup lagi — dan menemukan cinta manis dengan CEO muda, si sponsor utama dalam karirnya
Sinopsis:
Cassia adalah aktris A-class yang hidupnya terlihat sempurna — sampai semuanya runtuh di puncak kariernya.
Cinta yang disembunyikan, jadwal padat tanpa jeda, dan skandal yang merenggut segalanya.
Namun ketika takdir memberinya kesempatan untuk hidup lagi, Cassia hanya ingin satu hal: menjauhi orang-orang toxic di sekitarnya dan pensiun jadi artis.
Ia ingin menebus hidup yang dulu tak sempat ia nikmati — dengan caranya sendiri.
Tapi siapa sangka, hidup tenang yang ia impikan justru membuka pintu ke masa lalu yang belum sepenuhnya selesai… dan pada satu sosok CEO muda yang selalu mendukungnya selama ini dan diam-diam menunggu untuk menyembuhkannya.
💫 Ayo klik dan baca sekarang — ikuti Cassia mengubah takdirnya dan menemukan cinta yang benar-benar menenangk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌻Shin Himawari 🌻, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18 - Acara Malam Amal
🌻: Di Bab ini, ada sedikit interaksi Max-Sia dengan anak anaku di judul lain. Makasih Kayla, Gala, Selina udah jadi cameo xixi
Enjoy reading minna san!
...🌻🌻🌻...
Di dalam Ballroom, acara malam amal— The Light For Children Charity Gala.
Cassia melangkah pelan di antara kerumunan tamu, menyalami beberapa wajah yang ia kenal. Sorotan kamera, gemerlap lampu, dan lantunan live musik lembut dari panggung menciptakan suasana hangat namun glamor.
Dari seberang ruangan, Max memperhatikan.
Tangannya memegang segelas anggur putih, tapi matanya tertuju hanya pada satu titik, Cassia.
Sekilas, tatapan mereka bertemu.
Max mengangkat gelasnya sedikit sambil tersenyum menawan, gestur sopan yang bagi orang lain biasa saja, tapi bagi Cassia, itu jelas kode halus yang hanya mereka pahami.
Aduh! Siapa yang ngajarin dia jadi mengoda ugal ugalan gini sih, batin Cassia dalam hati.
Cassia menoleh cepat, namun sebelum berpaling ia sempat tersenyum singkat, untuk membalas senyuman Max.
Cassia mencoba menenangkan debar jantungnya dengan meneguk gelas anggurnya, sampai akhirnya Cassia mendengar suara ceria yang sudah lama tak ia dengar.
“Ih, akhirnya ketemu juga,” kata Selina, melangkah mendekat dengan gaun berkilau lembut warna perak.
“Aku hampir nggak ngenalin kamu. Kamu keliatan beda malam ini." puji Selina dengan wajah merekah.
Setibanya di dekat Cassia, Selina langsung memeluk sebagai salam yang biasa mereka lakukan ketika bertemu.
Cassia tersenyum kecil. “Beda yang bagus, semoga?” membalas pelukan hangat Selina.
“Bagus banget!” jawab riang Selina tanpa ragu.
"Kalau aku di posisimu kemarin, mungkin udah nangis duluan di depan kamera,” tambahnya sambil tertawa kecil, menepuk lengan Cassia.
Cassia ikut tertawa. “Kalau nangis, nanti headline-nya jadi ‘Aktris sensasional, Cassia, mencari simpati menangis di tengah skandal’. Lebih ribet lagi.” dengan nada dan mimik wajah yang meniru suara seorang presenter gosip yang terkenal.
“Kamu keren, Sia. Cara kamu hadapi semuanya tuh... elegan banget.” Mata Selina berbinar, ketulusannya dapat Cassia rasakan dari setiap kata yang di dengar.
Cassia tersipu. “Aku cuma berusaha melindungi diriku sendiri, Sel.”
Selina mengangguk pelan. “Dan kamu berhasil.” Ia menatap Cassia sejenak, lalu tersenyum lebih lebar.
“Oh iya, nanti pas sesi mingle, jangan kabur ya. Ada beberapa tamu yang udah nanya kamu datang nggak.” ucap Selina dengan nada lucu.
Cassia terkekeh kecil. “Aku lihat-lihat dulu siapa yang datang deh.”
Beberapa menit kemudian, sesi mingle dimulai.
Cassia berdiri di sisi meja minuman, berbincang ringan dengan Selina.
Tiba-tiba, suara bariton yang sudah akrab di telinga Cassia, muncul dari belakang mereka.
Max!
Kenapa dia malah datang nyamperin kesini.
Cassia mencoba tetap tenang sambil meminum anggurnya, berakting tidak tahu Max berdiri di belakangnya.
"Ternyata hadir di acara malam amal seperti ini menyenangkan juga." ucap Max dengan nada khasnya.
"Oh, pak Max! Tidak menyangka anda akan datang." Selina yang pertama menyapa Max, sementara Cassia sedikit terkejut mengetahui mereka sudah saling kenal.
Jadi cuma aku yang baru kenal Max di sini? Dasar Felix brengs3k, karena dia aku melewatkan banyak hal. Cassia mengutuk Felix dalam hatinya.
“Saya perlu memperbaiki reputasi. Dan Zayne tidak memberi saya pilihan. Tapi kali ini saya tidak menyesal untuk datang,” ujar Max santai sambil menatap ke arah Cassia. Ia tak menyebut nama, tapi tatapan itu sudah cukup menjawab alasan sebenarnya.
Oh ya, Zayne yang dimaksud adalah sepupu Max, penyelenggara acara amal ini.
Cassia membalas tatapan itu singkat, kemudian mengalihkan pandangannya ke Selina. “Bahkan tamu sekelas CEO datang, artinya acara ini sukses besar ya, Sel.”
Selina tersenyum menggoda. “Atau mungkin karena orang tertentu yang datang juga, kali.”
Max menunduk sopan, nada suaranya tetap formal. “Saya hanya ingin memastikan acara ini berjalan aman. Termasuk... semua tamunya.”
Cassia tahu maksud kalimat itu, dan menatap balik sekilas. “Saya rasa semua sudah aman, Tuan Max.” Memandang Max dengan lembut dan pipinya sedikit merah, yang mungkin karena anggurnya.
“Kalau begitu saya bisa menikmati acaranya,” balasnya tenang, meski sudut bibirnya terangkat sedikit—nyaris seperti senyum kemenangan.
Jelas, karena pria ini tidak pernah kalah dalam menggoda Cassia.
Beberapa tamu lain datang menyapa Selina, membuat Cassia bisa beringsut menjauh.
Tapi Max sempat berbisik pelan saat melewatinya, “Sampai jumpa di barisan depan.”
Max! Teriak Cassia dalam hati.
Cassia menahan diri agar tidak memutar mata. Tapi jantungnya, sayangnya, tidak ikut menahan diri.
Dari sisi lain ruangan, Gala dan Kayla memperhatikan dari jauh. Keduanya tampak seperti orang tua yang bangga melihat anaknya akhirnya berani melangkah setelah diberi sedikit nasihat.
Gala menyeringai kecil. “Akhirnya bocah itu bergerak juga.”
Kayla hanya tersenyum lembut. “Dia cuma butuh sedikit dorongan, sayang.”
Mereka tak berlama-lama ikut campur—hanya saling bertukar pandang, lalu memberi anggukan kecil ke arah Max ketika tatapan mereka bertemu.
...🌻🌻🌻...
Beberapa saat sebelum Cassia datang ke ballroom.
Max berdiri agak jauh dari kerumunan, sengaja memilih tempat tenang di tepi ruangan.
Setelan hitamnya rapi, dasi abu-abu membingkai sosok yang memancarkan ketenangan sekaligus ketegasan.
Tangannya memegang segelas anggur putih, matanya menatap ke arah panggung, tapi pikirannya entah di mana.
Ia bukan tipe yang menikmati acara ramai seperti ini—lebih sering memilih mengamati dalam diam ketimbang ikut berbasa-basi.
Meski begitu, kehadirannya tetap menarik perhatian.
Beberapa tamu pria menyapanya sopan, sebagian besar rekan bisnis, sebagian lagi hanya ingin sekadar berkenalan. Tapi tak satu pun berani berlama-lama.
Tidak ada pengaruhnya dengan usianya yang muda, aura wibawa yang menyelimuti Max membuat siapa pun berhitung sebelum bicara terlalu jauh.
Namun, aura itu tak membuat semua orang mundur.
Dari arah meja lelang, seorang pria bertubuh tegap dengan langkah mantap mendekat. Gala—sosok yang terkenal karena tatapannya saja bisa membuat ruang rapat hening.
“Tidak menyangka kamu muncul di acara seramai ini,” suara berat Gala memecah lamunan Max.
Sebagai kolega, mereka memang sudah beberapa kali bertemu dalam urusan bisnis.
“Kadang publik butuh lihat bahwa kita masih peduli.” jawab singkat namun tetap sopan.
Biar bagaimanapun Gala lebih senior, dan Max selalu tahu bagaimana menghormatinya.
Gala mengangkat alis, menyeringai tipis. “Peduli, ya? Itu ditujukan untuk publik...atau sebenarnya kamu sedang menjaga seseorang dari jauh?” nada suaranya santai, namun ada sentuhan menguji di dalamnya.
Tatapan Max sempat menajam, namun Gala hanya tersenyum— tenang, seolah tahu lebih banyak dari yang ia katakan.
Beberapa detik kemudian, Max menarik napas pendek dan menanggapi dengan senyum tipis.
“Begitu ya. Tentunya Pak Gala lebih memahami hal seperti itu, karena sudah melewatinya lebih dulu.”
Senyum di sudut bibir Gala muncul sekilas — nyaris tak terlihat, “Kau makin pandai bicara.”
“Kita harus belajar dari yang terbaik,” balas Max, tetap tenang.
Gala terkekeh rendah, menyesap sedikit anggur. “Jawaban yang bagus.”
Tawa kecil terdengar dari samping. Kayla datang, menyentuh ringan lengan suaminya sebelum menatap Max lembut, seperti seorang senior pada adik juniornya. "Kamu membuatnya salah paham, sayang."
"Max, kami tidak berniat ikut campur tapi kamu datang karena dia kan? Dan menurut kami… itu manis sekali. Dalam arti yang baik, tentu saja. Kami hanya ingin mengatakan itu saja kok.” ujar Kayla lembut.
Kayla melirik ke arah Cassia yang baru datang, sedang tersenyum di tengah kerumunan tamu dan kilatan kamera. Ada binar lembut di mata Kayla—mungkin karena mengingat masa lalu, ketika dirinya dulu pernah dikejar dengan cara yang sama oleh pria yang jadi suaminya sekarang ini.
Mendengar dukungan untuknya, Max menghela napas pendek, lalu tersenyum kecil. “Ya, mungkin benar begitu. Dia sudah cukup kuat menghadapi semuanya sendiri, tapi kurasa kali ini… aku tidak bisa hanya diam dan menonton saja.”
Gala menatapnya lama, ekspresinya melunak. “Sepertinya aku paham posisi itu. Saranku, tetap lakukan seperti sekarang. Sampai dia yang membuka hatinya sendiri, barulah kamu bisa melindunginya dengan kekuatanmu.”
Kayla menatap suaminya, lalu ikut tersenyum. “Benar. Tetap berada di sisinya sampai dia sendiri yang memintamu mendekat,” ucapnya pelan, suaranya seperti bisikan hangat yang menenangkan.
Max menatap mereka berdua, lalu tersenyum samar. “Terima kasih. Pak Gala dan Nyonya Kayla sudah ahli dalam hal seperti ini rupanya.”
“Bukan ahli,” jawab Kayla lembut, “kami cuma contoh yang berhasil.”
Tawa kecil terdengar di antara mereka bertiga ringan tapi tulus. Percakapan itu sederhana, tapi ada keheningan yang dalam di antara kata-kata yang tak diucapkan.
...🌻🌻🌻...
Suara pembawa acara menggema, menandakan lelang amal segera dimulai. Para tamu mulai bergerak ke depan panggung.
Di barisan depan, Max mengambil tempat duduknya—dan Cassia sudah ada disana, duduk tepat di sampingnya.
Cassia menoleh sekilas, pura-pura tersenyum sopan. “Dunia sempit ya,” ucapnya ringan, berusaha terdengar santai.
Max menoleh perlahan, menatapnya tanpa terburu-buru. “Bukan dunia yang sempit,” katanya pelan.
Cassia bingung, “Oh, iya? Terus?”
Max mencondongkan tubuh sedikit, cukup dekat sampai suaranya terdengar hanya oleh Cassia.
“Aku yang mempersempitnya,” bisiknya dengan nada rendah dan senyum kecil yang terlalu tenang untuk tidak berbahaya.
Cassia tertawa kecil berusaha bersikap tenang, mengalihkan pandangan ke depan. “Kalau kamu seperti ini terus, sepertinya kita akan jadi pusat perhatian sepanjang malam.”
Artinya, berhentilah menggodaku Max! Begitu kata hati Cassia yang sebenarnya.
“Jadi pusat perhatian, ya? Tidak masalah. Tapi satu-satunya perhatian yang aku mau cuma dari kamu, Sia.”
Dan sebelum Cassia sempat menanggapinya, tepuk tangan kembali menggema — menandakan lelang pertama dimulai.
Cassia merasakan panas menjalar dari hati sampai pipinya.
Aduh, aku harus bersikap tenang. Hei, jantung jangan berdetak terlalu kencang nanti pria di sampingku bisa dengar!
Bersambung
ih nusuk juga