"Apa kabar, istriku? I’m back, Sanaya Sastra."
Suara dingin pria dari balik telepon membuat tubuh Naya membeku.
Ilham Adinata.
Tangannya refleks menahan perut yang sedikit membuncit. Dosen muda yang dulu memaksa menikahinya, menghancurkan hidupnya, hingga membuatnya hamil… kini kembali setelah bebas dari penjara.
Padahal belum ada seumur jagung pria itu ditahan.
Naya tahu, pria itu tidak akan pernah berhenti. Ia bisa lari sejauh apa pun, tapi bayangan Ilham selalu menemukan jalannya.
Bagaimana ia melindungi dirinya… dan bayi yang belum lahir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Regazz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Cari Mati
Bab 18 Cari mati
•••
"Menikahlah denganku, aku akan melindungi mu darinya..."
Keadaan didalam kamar Naya nampak remang-remang. Ia sedang berbaring diatas kasur sembari menatap ke samping menatap dinding yang dipenuhi stiker bintang yang menyala di kegelapan.
Ia kembali memikirkan lamaran Azzam saat di rumah sakit tadi.
Flashback
Naya menatap Azzam tidak percaya. Anak laki-laki yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri, kini malah melamar dirinya.
"Iya, Naya. Setelah kamu lahiran menikahlah dengan Azzam. Ummi juga setuju." ucap Ibu Mazaya yang tak kalah membuat Naya terkejut.
Naya tertawa pelan, "kamu jangan bercanda deh, Zam. Jangan buat Ummi jadi salah paham. Jangan, karna kamu kasihan lihat aku, kamu jadi begini."
Azzam tak mengira jika Naya akan menjawab seperti itu. " Tapi, aku beneran suka sama kamu, Naya." tegas Azzam yang kini membuat Naya terdiam.
"Bener, Nay. Sudah lama Azzam cerita sama Ummi dan Abi kalau dia suka sama kamu. Bahkan, Calla saja tau kok." sahut Ibu Mazaya bantu menjelaskan, bahwa putranya bersungguh-sungguh.
"Ini kayaknya gak mungkin deh, Ummi. Aku udah anggap Azzam, kayak adik aku sendiri. Kalau bukan karena adik sendiri, mana mau aku pergi jalan berduaan sama dia." Naya melihat wajah Azzam yang nampak sedih.
"Pikirkanlah, Naya. Ini demi kamu dan calon bayi kamu juga. Dengan Azzam menikahi mu, kami bisa melindungi dari pria itu." jelas Ibu Mazaya lagi menggenggam kedua tangan Naya penuh harap.
Baru dekat begini saja Ilham sudah menghajarnya hingga babak belur begini. Apalgi jika sampai ia tau jika Azzam melamar dirinya?
Flashback End
Beberapa Minggu berlalu dengan cepat. Selama beberapa Minggu juga, Naya tidak melihat Ilham mengajar sebagai dosen. Itu membuat hati Naya menjadi lebih lega lagi.
Namun, bujuk kan Azzam tentang niatnya hingga melamar dirinya tak ada hentinya. Seperti saat ini, Azzam sudah lebih baik, meski ia masih memakai Sling. Karna, tangannya masih proses pemulihan.
Naya sedang berada didalam kamarnya, ia baru saja selesai makan malam.
"Aku lupa buat susu." gumam Naya langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur. Suasana kos nampak sepi sekali. Karna, teman kosnya kini sedang menikmati acara diluar semuanya. Ia diajak, namun suasana luar di malam hari tidak cocok dengan kehamilan Naya.
Ia membuat susu ibu hamil untuk dirinya. Ia mengaduk gelas yang berisi susu dengan rasa vanilla tersebut.
"Kenapa banyak sekali hal tidak terduga dalam hidupku," gumamnya pelan dan menghabiskan segelas susu tersebut dengan cepat.
"Tentu saja, termasuk diriku." ujar sebuah suara pria dibelakangnya.
Deg! Deg! Deg!
Jantung Naya berdetak kencang, ia tau suara tersebut.
Ilham.
Naya ingin berbalik, namun tubuhnya ditahan.
"Kenapa kamu tidak datang menjengukku, sayang? Kenapa malah menjenguk anak sialan itu lagi, hmm?" bisiknya tepat di daun telinga Naya.
Naya memberontak, mencoba melepaskan pelukan Naya di perutnya.
"Kamu jadi gendutan sekarang, ya..." bisiknya lagi.
Naya menatap sebuah toples tempat biasa ia menyimpan susu bumil miliknya.
Semoga dia tidak tau tentang kehamilanku, pikir Naya.
"Lepaskan aku, Ilham! Aku akan teriak biar orang didalam kos ini tau." Ancam Naya.
"Jangan bohong, Naya. Kamu pikir aku gak tau, kalau hari ini di kosan ini hanya kamu doang."
Naya semakin ketakutan, ia kembali memberontak.
Bagaimana bisa Ilham ada disini? Bukannya ia masih di dalam kondisi sakit?
Mata Naya fokus menatap pria Ilham dibalik kemeja hitam tersebut.
"Kenapa? Mau lihat ini, ya?" tanya Ilham langsung mengangkat bajunya. Memperlihatkan perut yang masih mengenakan perban.
Naya tidak habis pikir dengan Ilham.
"Kenapa kaget, ya? Padahal aku terluka parah tapi masih datang kesini? Apa kau lupa Sanaya, kau itu sedang berhadapan dengan siapa?" Ilham melepaskan pelukan Naya.
Naya perlahan berjalan mundur, " pergi dari sini! Jangan ganggu aku lagi." bentak Naya.
Ilham tersenyum, ia melepas topi hitamnya.
"Kalau aku tidak mau, kau mau apa hmm?" Ilham berjalan perlahan dan Naya semakin berjalan mundur. Matanya sibuk mencari sesuatu.
Ia menggapai sebuah sapu, " pergi dari sini atau sapu ini akan mengenai kepalamu." Ancam Naya begitu ketakutan sekali, nada suaranya bahkan bergetar.
"Hehehe... Melihatmu begini, aku jadi makin semangat. Ayo kita pulang, sayang. Sudah cukup main-mainnya."
Kembali lagi ke rumah itu?
Tidak akan. Ia tidak mau.
"Tidak! Aku tidak mau ikut denganmu. Biarkan aku bebas!" teriak Naya.
Ilham tersenyum miring.
"Apa yang kau mau dariku cowok sinting? Aku tidak punya apapun." Kesal Naya. Kenapa Ilham begitu terobsesi padanya. Penjelasan yang tidak jelas.
Ilham terus berjalan perlahan, "dari dulu kan sudah aku bilang. Yang aku mau itu adalah dirimu. Ya, hanya dirimu. Gadis biasa yang berani melawanku. Aku suka itu."
Naya mengayunkan sapu tersebut, beruntung Ilham cepat mengelak sebelum terkena bagian perutnya lagi.
"Cepat pergi!" usir Naya lagi.
Hingga kini dirinya sudah terpojok di depan pintu masuk rumah kos tersebut.
Hati Naya semakin gelisah, ia begitu terpojok sekali.
"Apa kau mencintaiku?" tanya Naya.
"Cinta?" tanya Ilham.
"...tidak, aku tidak mencintaimu. Aku hanya ingin memilikimu, membuatmu berada di bawah kendali. Bukankah itu lebih dari cinta? Cinta bisa saja pergi, tapi Obsesiku padamu tidak akan pernah pergi, Naya."
Naya sudah tau akan jawaban itu. Ilham memang tidak ada rasa pada dirinya. Pria itu hanya mempermainkan dirinya untuk kesenangan dirinya.
Naya langsung memukul kepala Ilham. Dan secepat kilat ia langsung berlari keluar rumah. Dan sebelum itu ia juga menguncinya.
"Naya! Naya!" teriak Ilham yang mengendor pintu rumah kos tersebut.
Naya yang keluar tanpa mengenakan cadar dan hanya jilbab panjang saja langsung berlari cepat meninggalkan tempat tersebut. Ia harus kabur.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam lewat. Naya berjalan didalam sebuah gang sempit. Itu jalan satu-satunya menuju rumah RW di daerah sini. Mungkin, ia bisa minta bantuan kesana.
Namun, saat sedang berjalan ia dihadang oleh beberapa pria asing. Penampilan mereka seperti seorang preman dengan rambut panjang dan senyuman yang menakutkan.
"Wah, neng. Kok malam-malam malah keluar sih? Mau nggak kita temanin?" tanya salah satu dari mereka. Jumlah mereka ada lima orang.
Naya menatap mereka dengan takut, "pergi!" usirnya.
Ia langsung pergi cepat dari sana, "ayolah, neng. Biar Abang temenin. Malam ini dingin loh..."ujar mereka lagi yang kini mengejar Naya.
"Tolong!" teriak Naya meminta bantuan.
Namun, daerah itu sangat sepi sekali. Bahkan, Naya tidak tau sekarang ia ada dimana. Ia tidak pernah melewati jalanan ini.
Hingga mereka mengepung Naya. "Tolong!!!" teriaknya lagi. Kini, tubuhnya sudah terlentang diatas ranjang. Wajahnya semakin takut dengan keringat dingin memenuhi pelipisnya.
Srek!
Salah satu dari mereka langsung menarik jilbab panjang Naya.
"Makin cantik kalau lepas jilbab." pujian mereka nampak menakutkan di telinga Naya.
"Tolong lepasin saya, bang." pinta Naya ketakutan.
"Nggak akan." Ujar salah satu dari mereka yang memiliki tato di wajah.
Setiap satu orang memengang kaki dan tangan Naya, membuatnya tak bisa bergerak sedikitpun. "Giliran gue duluan..."
Naya semakin takut, "tidak! Jangan! Jangan!" Ia terus memberontak, airmatanya mulai keluar.
Ya Allah, tolong aku... teriak Naya dalam hati.
"Kalian sedang apa?"
Mereka berhenti, dan menoleh menatap seseorang di belakang. Ternyata, Ilham. Pandangan Naya dan Ilham saling bertemu.
"Kalau kau tidak ingin mati, cepat pergi sana. Cewek ini jatah kami."
Ilham tersenyum menyeringai.
"Silahkan saja." ujar Ilham langsung berbalik badan.
Naya tidak menyangka jika Ilham bahkan tidak mau menolong dirinya. Ini keterlaluan.
"Ilham tolong aku!" teriak Naya.
Ilham berhenti dengan senyuman penuh arti.
"Apa syaratnya?" tanya Ilham yang bahkan tidak mau membalikkan tubuh.
Para preman tersebut terus saja berusaha membuka pakaian Naya. Mendengar jawaban Ilham, sama saja dengan cari mati. Mati di tangan preman ini atau mati di tangan Ilham sama saja.
"Dasar kau orang gila tidak punya hati!"
To be continue...
aku tunggu up nya dari pagi maa Syaa Allah 🤭 sampai malam ini blm muncul 😁
kira-kira itu pak dosen gila ngapain krmh ibu Yanti 🤔