kenyataan yang menyakitkan, bahwa ia bukanlah putra kandung jendral?. Diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran yang terjadi, dan tentunya akan melakukannya dengan hati-hati. Apakah Lingyun Kai berhasil menyelamatkan keluarga istana?. Temukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retto fuaia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
REINKARNASI?
...***...
Lingyun Kai tampak bingung, ia masih ragu ingin menjawab seperti apa.
"Kau tenang saja lingyun kai." Ia melepaskan ikatan di tangan adiknya. "Aku membantumu untuk menghentikan mereka."
"Bagaimana jika mereka curiga nantinya?." Lingyun Kai mengusap pelan pergelangan tangannya yang terasa nyeri. "Semua orang mengetahui, jika kak mingmei sangat keras pada saya." Hatinya terasa sakit. "Sikap membelamu saat itu, telah membuat semua orang mengira kau hanya berpura-pura saja."
"Jangan pikirkan masalah itu." Balasnya dengan senyuman kecil. "Kau harus melakukan yang seharusnya, atau kau ingin kehilangan orang-orang yang kau cintai di kehidupan ini?."
"Tidak mau!." Responnya cepat, ada perasaan panik menghantui pikirannya.
"Kau harus bergerak, dan aku juga akan bergerak di tempat yang berbeda." Ia menghela nafas pelan.
"Apa maksud kakak?." Lingyun Kai heran. "Apa yang kakak rencanakan?."
"Aku harus membalaskan dendam ku, pada orang yang telah mendorong aku ke jurang." Hatinya terasa panas membara. "Pada istri pangeran pertama, dan juga pada kakakmu." Ia bangkit, mendekati meja yang tak jauh dari sana. "Tapi sayang sekali, aku malah masuk ke dalam tubuh kakakmu." Ia mengambil sebuah mangkuk yang berisikan nasi dan mengambil beberapa lauk. "Jadinya aku tidak bisa memukul kepalnya dengan tangan ku."
Setelah itu ia kembali duduk di samping Lingyun Kai, menyerahkannya pada adiknya.
"Tapi kabarnya saat ini istri pangeran pertama tidak ada di istana." Lingyun Kai menerimanya. "Apa yang akan kakak lakukan?." Ia makan beberapa suapan. "Apakah kakak berniat ingin menjadi selir?."
"Hmph!." Mingmei menahan tawanya, tangannya mengetuk kuat kening Lingyun Kai.
"Hm." Lingyun Kai mengusap keningnya. "Jangan pukul kening saya, nanti ketampanan saya hilang." Ia terlihat cemberut.
"Kau memang narsis, sama seperti kakakmu pangeran pertama." Mingmei tertawa cekikikan, tangannya mengusap sayang kepala Lingyun Kai.
"Sepertinya kakak memang memahami kakak pangeran pertama." Lingyun Kai dapat menangkap itu.
"Makan yang benar." Ia mengambil butiran nasi yang menempel di sudut bibir Lingyun Kai. "Jangan berbicara ketika makan."
"Hm." Lingyun Kai hanya mengangguk kecil, dan melanjutkan makannya. "Dia tahu kalau aku sangat kelaparan?." Dalam hati Lingyun Kai merasa heran.
"Karena ulah mu itu, setidaknya aku memang harus menjadi selir pangeran pertama." Mingmei menghela nafas pelan. "Haruskah aku berterima kasih padamu?."
"Maksud kakak apa?." Lingyun Kai heran.
"Kau jangan berpura-pura bodoh!." Dengan gemasnya ia menyentil kening adiknya.
"Aduh!." Lingyun Kai meringis sakit.
"Ketika aku tersadar, aku berusaha kabur dari ruangan istirahat taman istana." Ia menatap jengkel pada adiknya.
Lingyun Kai mengubah posisi duduknya menyamping, menghindari tatapan mematikan dari kakaknya, namun ia masih belum selesai maka.
"Saat itu aku tidak sengaja bertemu dengan pangeran pertama di pendopo prajurit." Ingatannya seakan-akan kembali ke masa itu.
...***...
Mingmei berjalan sempoyongan, tubuhnya terasa panas, dan ia tidak dapat menahan diri.
Brukh!.
Tubuhnya ambruk begitu saja, ia tidak memiliki tenaga.
"Nona muda mingmei?."
Deg!.
Mingmei benar-benar terkejut, suara itu sangat familiar untuk didengar.
"Apakah kau baik-baik saja?." Pangeran Jun Hie dengan jarak yang cukup dekat terlihat cemas.
"Jangan mendekat!." Suaranya terdengar keras, membuat pangeran Jun Hie terkejut.
"Kau terlihat kesakitan, saya akan membantumu!." Pangeran Jun Hie semakin cemas, namun langkahnya terhenti ketika melihat keadaan Mingmei yang aneh.
Mingmei mencoba berdiri, tubuhnya sudah tidak kuat lagi, pandangannya hampir kabur.
"Saat ini hamba dibawah pengaruh obat perangsang." Ucapnya dengan suara bergetar. "Gusti pangeran jangan mendekati hamba." Air matanya menetes begitu saja, hatinya terasa sakit melihat sosok yang sangat ia rindukan.
"Apa? Obat perangsang?." Pangeran Jun Hie terkejut. "Siapa yang melakukannya?." Pangeran Jun Hie cemas.
Mingmei hanya menggeleng pelan, tubuhnya kembali ambruk.
"Nona muda mingmei!." Pangeran Jun Hie dengan sigapnya menangkap tubuh Mingmei. Menggendongnya di depan, merasa cemas terjadi sesuai pada Mingmei.
"Jangan dekati hamba." Suaranya hampir tidak terdengar. "Panas, sakit, sesak." Rintihnya dengan perasaan gelisah.
Deg!.
Namun saat itu Pangeran Jun Hie merasakan getaran aneh, mendapatkan pandangan yang tidak biasa. Tanpa sadar air matanya menetes begitu saja, pangeran Jun Hie membawa Mingmei dari sana.
...***...
Keesokan harinya.
Dekrit pernikahan Junfeng dan nona muda Daxia telah sampai di kediaman Jendral Xiao Chen Tao. Jika menolak?. Sama saja dengan melakukan pemberontakan, sehingga tidak bisa dibatalkan begitu saja kecuali salah satu dari mereka mati?.
"Kurang ajar!." Umpat Jendral Xiao Chen Tao dengan penuh amarah. "Kau benar-benar anak tidak berguna!." Menatap tajam ke arah Junfeng. "Rencana ku hari ini ingin pergi ke kediaman menteri pertahanan dan keamanan! Untuk menggeledah kediamannya!." Amarahnya semakin besar. "Membuatnya tertuduh menyalahgunakan obat herbal dalam jumlah yang banyak di kediaman pribadi!." Ia genggam kuat tangannya sebagai pelampiasan rasa sakit hati. "Tapi gagal karena dekrit pernikahan kau!." Ingin rasanya ia hajar anaknya sampai mati. "Mati?."
Deg!.
Junfeng ketakutan dengan tatapan mata ayahnya.
"Heh!." Jendral Xiao Chen Tao mendengus dingin. "Sebaiknya aku bunuh saja kau!." Tunjuknya kasar. "Karena kau hanya menghalangi rencana ku!."
"Ayah jangan lupa." Junfeng menguatkan hatinya. "Semua rencana yang ayah katakan bisa aku bocorkan pada kaisar." Ia menyeringai lebar. "Bagaimana tanggapan kaisar? Jika mengetahui rencana busuk mu?."
"Diam kau!." Jendral Xiao Chen Tao yang terbawa amarah hendak menyerang anaknya dengan kekuatan tenaga dalamnya.
Tapi sayangnya Junfeng dapat melihat itu, sehingga ia melompat tinggi, menghindari serangan itu.
"Ingat ayah!." Sorot matanya begitu tajam. "Menikah di bawah dekrit kaisar? Itu artinya keselamatan ku, keselamatan keluarga istriku? Dijaga ketat oleh kaisar!." Hatinya terbakar amarah yang membara. "Jangan coba-coba berencana untuk membunuh ku! Atau membunuh istriku!."
"Junfeng!." Jendral Xiao Chen Tao terlihat marah, ia banting cangkir teh yang diminum tadi. "Kau sudah tidak patuh lagi pada ayahmu ini? Hah?!."
"Gara-gara rencana kau?!." Tunjuknya penuh amarah. "Kekasihku terseret dalam masalah! Dan hampir saja menerima hukuman berat dari kaisar!."
"Junfeng!." Kesabaran jendral Xiao Chen Tao sepertinya sudah hilang, ia keluarkan hawa tenaga dalamnya. "Jika kau menikah? Kau akan aku coret dari keluargaku!."
"Lakukan saja!." Junfeng juga marah. "Aku tidak keberatan sama sekali." Ia kibas kuat lengan bajunya dengan perasaan kesal. "Aku tidak akan melahirkan generasi pecundang busuk seperti kau!." Setelah itu ia pergi dari ruangan baca ayahnya.
"Bajingan busuk!." Umpat Jendral Xiao Chen Tao penuh amarah. "Jika aku tidak bisa membunuh mu hari ini?! Jangan harap hari berikutnya kau akan hidup dengan tenang." Amarah di hatinya semakin besar.
Junfeng yang berada di luar menuju kamarnya untuk istirahat.
"Sabarlah junfeng, kau harus bisa tenang." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Demi keselamatan daxia, kau harus bisa melawan." Ia menguatkan langkah kakinya yang terasa berat, ia harus bisa memutuskan takdir berdarah yang akan diciptakan oleh ayahnya.
...***...
Istana, ruangan kerja Kaisar.
"Yang mulai kaisar." Kasim Wen Lang memberi hormat. "Pangeran pertama ingin bertemu."
"Biarkan dia masuk." Respon Kaisar.
"Pangeran pertama diizinkan masuk." Kasim Wen Lang mengeraskan suaranya.
Tak lama kemudian Pangeran Jun Hie masuk ke dalam.
"Hormat saya ayahanda kaisar." Ia memberi hormat.
"Katakan, apa yang ingin kau sampaikan pada saya?." Kaisar telah bersikap formal selama di ruangan kerja.
"Saya ingin menikahi nona muda mingmei, menjadikannya sebagai selir saya." Sorot mata pangeran Jun Hie tampak serius.
Sedangkan Kaisar dan Kasim Wen Lang sangat terkejut mendengar ucapan itu.
"Kau berkata apa?." Kaisar mendadak terkena penyakit tuli dadakan. "Kau tidak salah berbicara?." Kaisar heran. "Secepat itu dia ingin mencari selir?." Dalam hati Kaisar merasa aneh. "Apakah karena kesepian? Ia ingin segera menikahi seorang wanita untuk menemaninya tidur?."
"Mohon maaf ayahanda kaisar." Pangeran Jun Hie kembali memberi hormat. "Saya bersungguh-sungguh, saya ingin menjadikan ia sebagai selir."
"Apakah karena istri sah mu jauh dari istana ini? Kau ingin mencari teman tidur?." Akhirnya Kaisar mengatakan apa yang ada di dalam hati dan pikiran.
"Anggap saja seperti itu ayahanda kaisar." Pangeran Jun Hie kembali memberi hormat.
"Kau ini ya? Jawablah dengan serius." Kaisar merasa kesal. "Jika kau benar-benar ingin menikah dengan nona mingmei? Maka akan saya keluarkan dekrit pernikahan untukmu."
"Saya ayahanda kaisar." Pangeran Jun Hie memberi hormat. "Begitu banyak kecocokan diantara kami, sehingga saya ingin ia menjadi istri selir saya." Pangeran Jun Hie bersujud di hadapan Kaisar. "Berikan restu untuk saya, menikahi nona muda mingmei."
"Anakku jun hie." Kaisar hampir saja menangis melihat senyuman kebahagiaan yang ditunjukkan oleh Pangeran Jun Hie saat itu. "Aku mengetahui kau jatuh hati pada nona muda bai chenguang, kau sangat sedih saat kehilangannya." Dalam hati Kaisar masih ingat dengan kejadian itu. "Ya, saya akan memberikan restu, dan besok akan saya kirim dekrit pernikahan kalian, setelah pernikahan tuan muda junfeng berjalan dengan baik."
"Terima kasih ayahanda kaisar." Pangeran Jun Hie merasa bahagia.
...***...
Kembali pada kejadian saat itu.
Pangeran Jun Hie membawa Mingmei menuju kediaman pangeran yang masih lajang, ia cemas jika terjadi sesuatu pada Mingmei.
"Tunggulah di sini sebentar." Pangeran Jun Hie membaringkan tubuh Mingmei ke tempat tidur.
Ketika ia hendak pergi, tangannya ditahan oleh Mingmei yang setengah sadar.
"Jun jun, jangan tinggalkan saya." Tatapannya begitu sedih.
Deg!.
Pangeran Jun Hie sangat terkejut mendengar nona muda Mingmei menyebutkan nama itu.
"Jun jun, selamatkan saya." Mingmei menangis sedih. "Panas, sakit, kepala saya sakit."
"Bai chenguang!." Pangeran Jun Hie memeluk erat tubuh Mingmei. "Apakah kau bai chenguang?!." Hatinya terasa panik, gelisah, dan tidak karuan sama sekali.
"Saya kembali jun jun, saya kembali." Mingmei menangis sedih.
"Bai chenguang!." Pangeran Jun Hie mengamati wajah Mingmei. "Tapi tidak mungkin."
Namun belum sempat Pangeran Jun Hie melanjutkan ucapannya, ia terlihat ketakutan ketika Mingmei mengerang kesakitan.
"Tolong saya! Sakit!." Ia berusaha meronta keras, tubuhnya semakin kesakitan.
Pangeran Jun Hie tidak tega melihat itu, tanpa pikir panjang tangannya telah menjamah tubuh Mingmei, hingga kejadian dewasa itu tidak bisa dihindari lagi.
Begitu sadar keduanya berusaha tenang, dan tidak panik sama sekali.
"Maafkan hamba Gusti pangeran." Ia memberi hormat. "Saya yang salah."
"Nona muda mingmei tenang saja, saya pasti akan bertanggungjawab." Pangeran Jun Hie memberi hormat. "Saya akan menikahi nona muda mingmei, tapi sebagai istri selir."
"Istri selir ya?." Dalam hati Mingmei sedikit kecewa. "Tidak apa-apa, yang penting masuk ke dalam istana dulu, dan menunggu dia kembali." Hatinya sedang membara.
"Apakah nona muda mingmei bersedia?." Pangeran Jun Hie terlihat memohon dengan tatapan sedih.
"Saya bersedia Gusti pangeran." Mingmei memberi hormat.
"Syukurlah kalau begitu." Pangeran Jun Hie merasa lega. "Apakah saya boleh mengetahui suatu hal nona muda mingmei?."
"Apa yang ingin Gusti pangeran ketahui dari hamba?." Balasnya.
"Kenapa kau mengetahui? Jika saya tidak tahan dengan bau bunga krisan?." Pangeran Jun Hie terlihat sedih. "Hanya satu orang saja yang mengetahuinya." Dadanya terasa sesak mengingat masa lalu. "Apakah ia pernah bercerita padamu ketika ia hidup dulu?."
Deg!.
Mingmei terkejut, karena memang di masa lalu ketika nona muda Bai Chenguang hidup, pernah akrab dengan pemilik tubuh asli. Tapi ada beberapa konflik yang terjadi, sehingga hubungan mereka renggang.
"Ya." Responnya. "Mendiang nona muda bai chenguang memang pernah bercerita pada hamba." Ia berusaha menahan diri agar tidak membocorkan rahasia siapa dirinya. "Beliau begitu bersemangat ketika bercerita tentang anda, Gusti pangeran." Tanpa sadar air matanya menetes begitu saja. "Maaf, hamba tidak bermaksud mencuri hati pangeran dengan keadaan seperti ini." Dadanya semakin sesak, karena ia kembali pada kekasihnya bukan dalam wujud Bai Chenguang, namun dalam tubuh Mingmei.
"Justru saya lah yang minta maaf padanya." Pangeran Jun Hie mencoba tegar. "Saya telah menduakan cintanya, saya telah berpaling ke lain hati."
"Gusti pangeran tenang saja." Mingmei tersenyum lembut. "Hamba tidak akan memaksakan kehendak."
"Nona muda mingmei." Pangeran Jun Hie memberi hormat. "Mohon bimbingannya di masa depan, dan menjaga anak-anak kita dengan baik nantinya."
"Hamba juga." Balasnya. "Mohon bimbingannya Gusti pangeran."
Tanpa sadar mereka telah mengucapkan janji pernikahan. Kekuatan hati dan cinta seakan-akan menyatukan mereka di dalam lantunan melodi yang indah.
...***...
Kembali ke masa ini.
Setelah selesai bertemu dengan Kaisar, Pangeran Jun Hie langsung menuju kediamannya sendiri.
"Hormat Gusti pangeran."
Pelayan menyambut baik kepulangan Pangeran Jun Hie.
"Siapkan kamar selir." Perintah Pangeran Jun Hie. "Berikan alas kasur yang baru, dan beberapa helai pakaian baru."
"Baik Gusti pangeran."
Respon mereka semua dengan baik.
"Lakukan bersih-bersih di kediaman saya ini, karena sebentar lagi akan ada istri selir di sini."
"Baik Gusti pangeran."
Mereka benar-benar menjalankan tugas dengan baik, tidak akan berani membantah tuan mereka.
"Entah kenapa? Saat aku melihatnya, ia sangat mirip sekali dengan bai chenguang." Dalam hati Pangeran Jun Hie merasa aneh. "Apakah perlu aku selidiki lagi kejadian saat itu?." Perasaan hati Pangeran Jun Hie sedang buruk. "Bai chenguang, hanya kau saja yang memanggil aku dengan sebutan jun jun." Pangeran Jun Hie berusaha tenang.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Bagaimana dengan nasib pangeran Jun Hie selanjutnya?. Jangan lupa dukungannya ya.
...***...
Tadinya kupikir Wu Xian beneran saudara lainnya Kai pas baru ngucapin nama, rupanya oh rupanya....
Waduh, kayaknya aku jadi salah fokus dan gak terlalu peduliin Si kai kenapa dan malah lebih fokus mengagumi kekuatan Si mbak! 😌🗿