Ganti Cover dari NT yah
Mencintai dengan sepenuh hati ternyata belum tentu membawa kebahagiaan bagi Alia Valerie Putri, gadis yang kurang beruntung dalam hubungan keluarga dan ternyata tak beruntung juga dalam urusan cinta.
Setahun berusaha menjadi kekasih terbaik bagi Devan Bachtiar, berharap mendapatkan kisah romansa bak film Drama Korea, justru berujung duka.
Hubungan penuh tipu daya yang dilakukan Devan, membuat luka di dalam hati Alia. Hingga takdir membawanya bertemu dengan Sam Kawter Bachtiar yang semakin membuat hidupnya porak poranda.
Siapa sebenarnya Sam Kawter Bachtiar? Lalu bagaimana kelanjutan hubungan Alia bersama Devan Bachtiar? Akankah Devan menyesali perbuatannya?
Akankah masih ada kesempatan baginya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marah-marah Tak Jelas
Alia kini berada di kamarnya bersama seorang pelayan yang sedang membantu Alia untuk membersihkan dan mengobati lukanya.
"Sudah Bu Ane, biar saya saja yang mengobati nya sendiri," tutur Alia kepada kepala pelayan dapur itu.
"Tidak apa-apa non, biar saya saja sebab tadi Tuan yang meminta saya melakukannya."
"Tapi ini hanya luka kecil Bu, aku bisa kok, tidak apa-apa. Bu Ane bisa kembali ke dapur," ucap Alia.
Bersamaan dengan itu, Sam pun datang dengan wajah datar menghampiri Alia. Ia berjalan dengan tenang sambil memperhatikan Alia bersama Bu Ane.
"Jangan sok kuat kamu Alia," tutur Sam.
Alia pun menoleh ke arahnya tanpa menjawab. Ia hanya memperhatikan pria itu berjalan hingga berdiri di sisinya.
"Kembali ke dapur Bu," titah Sam pada Bu Ane.
Bu Ane pun hanya menganggukkan kepalanya dan meninggalkan Betadine serta kain kasa di dekat Alia.
Setelah kepergian Bu Ana, Sam pun mengambil alih pekerjaan Kepala pelayan itu dengan menyentuh Betadine yang tergeletak di dekatnya.
"Ma—mau apa?" tanya Alia.
Ia merasa khawatir jika lukanya diobati oleh Sam. Masih teringat bagaimana rasa sakit saat tadi Sam menekan lukanya.
"Wanita bodoh! Kalau aku memegang Betadine itu artinya aku ingin mengobati mu!" ketus Sam.
Namun sebelum mengobati Alia, Sam menatap Alia dengan tajam. Alia merasa berdebar bukan karena menyukainya, tapi Alia takut jika Sam melakukan hal yang menyakitinya lagi.
Pria itu pun mengambil kain lalu menempelkannya di lutut Alia yang masih basah karena tadi baru dibersihkan oleh Bu Ane. Namun lagi-lagi Sam menekannya hingga membuat Alia kembali meringis.
Sam sengaja memilih kain yang kasar agar serat-serat kainnya menyentuh luka Alia yang terbuka. Alia pasti akan merasakan sakit melebihi saat ia menekannya dengan tangan kosong.
"Aduh," rintih Alia hampir menangis.
Bagaimana tidak, luka yang terbuka dan basah yang bahkan Alia merasa pedih karena baru terkena alkohol, kini ditekan dengan kain yang bertekstur.
Beberapa detik Sam memperhatikan Alia, ia pun menarik kembali kain itu.
"Kenapa? Sakit?" tanya Sam.
"I—iya," sahut Alia.
"Kalau sakit katakan sakit. Jangan berpura-pura jika kau baik-baik saja. Aku tidak suka wanita yang pura-pura kuat tapi ternyata ia lemah seperti dirimu!" tutur Sam.
Lalu ia pun meneteskan Betadine dengan perlahan pada luka Alia sambil meniupnya untuk mengurangi rasa perih. Alia pun tertegun melihat itu, namun rasa perih membuatnya tak banyak bicara.
Sam dengan hati-hati menempelkan kain kasa pada luka Alia hingga tertutup dengan sempurna. Ia pun menatap Alia sejenak kemudian beranjak dari tempatnya.
"Lain kali jangan pernah berpura-pura di hadapanku Alia. Aku benci kepura-puraan!" tutur Sam lalu pergi meninggalkan kamar Alia begitu saja.
Alia hanya memperhatikan kepergian Sam tanpa menjawabnya. Ia tahu, jika pun menjawab Sam, justru akan membuat pria itu semakin kesal kepadanya.
Alia pun hanya menghela nafas panjang.
"Apapun yang aku lakukan selalu salah dimatanya. Ia selalu marah-marah nggak jelas," gumam Alia.
...----------------...
Sementara itu di tempat lain, Devan sedang duduk di sudut kamar apartemennya. Ia memilih pulang ke sana, dan tidak ke Mansion utama karena ia memiliki janji temu bersama Riska setelah acara perusahaan selesai.
Namun Devan membatalkan pertemuannya itu, karena ternyata ia tiba di apartemen sudah tengah malam. Ia tak mau Riska dimarahi orangtuanya karena pergi hingga larut malam.
Devan pun duduk di sudut kamarnya, di hadapan jendela yang langsung mengarah ke balkon. Ia membiarkan jendela itu terbuka, hingga angin malam berhembus menggerakkan tirai jendelanya dengan lembut.
Entah mengapa malam ini hatinya terasa kosong. Ia mengingat Alia, gadis yang datang bersama kakak tirinya di acara launching Perusahaan Bintang Utama milik ayahnya.
"Alia..."
"Sejak kapan dia mengenal Sam Kawter?" Devan bertanya-tanya sendiri.
Ia pun menghisap rokoknya dalam-dalam, sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana Alia bisa mengenal kakak tirinya yang sangat berkuasa itu.
"Apa Alia sengaja memikat Sam untuk membalas ku?"
Devan mengerutkan dahinya, memikirkan hal ini dengan serius.
"Tapi Sam tidak pernah jatuh cinta kecuali pada Helena. Aku masih ingat bagaimana dia meninggalkan seorang wanita tengah malam begini di pinggir jalan, hanya karena wanita itu menuntut hubungan yang lebih pada Sam."
"Sam benar-benar gila. Padahal dia baru saja tidur dengan wanita itu. Dia tak pernah memikirkan bagaimana wanita itu pulang, apakah wanita itu selamat atau tidak."
"Bagaimana mungkin orang semacam ini terpikat pada..." kalimat Devan terhenti.
"Alia, wanita polos dan lugu yang bahkan tak mengerti perkembangan zaman seperti dirinya? Meskipun Alia memang cantik."
Devan bergumam sendiri dengan pikirannya. Ia sungguh tak mengerti mengapa tiba-tiba saja Alia bersama dengan kakak tirinya.
"Jadi mobil mewah yang mengantar Alia kemarin adalah milik Sam Kawter?"
"Tapi, bagaimana bisa??"
"Aaarggghh!!" Devan mengacak-acak rambutnya kesal.
"Ini terlalu rumit! Aku harus menemui Alia!"
jangan bertempur dengan masa lalu karena terlalu berat