Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERDAMAI DENGAN TAKDIR
Ara tak mau berbohong, mengangguk meski tahu konsekuensi dari itu. Abangnya pasti akan marah, dan yang lebih parah, mungkin saja menganggap dia adalah penyebab kematian ayah.
Ridho menutup kedua matanya dengan telapak tangan, laki-laki itu menangis. Membayangkan seperti apa kecewanya ayah mereka saat tahu kedua anaknya, melakukan kesalahan yang sama. Ayahnya pasti merasa telah gagal menjadi orang tua. Ingin marah pada Ara, ia yang lebih dulu melakukan kesalahan itu, secara tidak langsung, memberi contoh.
"Astaga!" Imel yang kaget, menutup mulut dengan telapak tangan. "Jangan-jangan, ayah meninggal karena kamu, Ra. Ayah pasti sedih, sampai tak bisa fokus bawa motor."
"Maafin Ara, Bang," Ara memegang lengan Ridho yang duduk di sebelahnya sambil menangis sesenggukan. "Ara salah. Abang boleh marah pada Ara. Maafin Ara."
"Anak durhaka kamu, Ra!" maki Imel.
"Abang... maafin Ara," Ara menyandarkan kepala di bahu sang abang, menumpahkan air mata disana. Abangnya itu hanya diam, tak keluar sepatah katapun dari bibirnya. "Ara yang sudah menyebabkan ayah meninggal," makin tergugu.
Jangan terlalu abai pada Ara, dia saudara kamu satu-satunya. Jangan bertengkar, apalagi sampai putus silaturahmi. Yang diinginkan orang tua saat sudah tiada, selain doa adalah anak-anaknya akur. Jagain Ara.
Ridho teringat kata-kata ayahnya sehari sebelum meninggal. Mereka jarang bicara dari hati ke hati berdua, namun malam itu, ayahnya datang menemuinya, mengajaknya ngopi sambil ngobrol.
"Jadi laki-laki itu mau tanggung jawab, mau menikahi kamu?" tanya Ridho, menyentuh bahu Ara. Tak mau membahas soal kematian ayah. Ia memilih berdamai dengan takdir. Bagaimanapun, jodoh, rezeki, maut, itu sudah ditetapkan, dan bagian dari takdir. Kematian adalah kepastian yang menanti semua makhluk, tidak ada yang tahu kapan datangnya, dan tak ada yang bisa mengelak. Ia sudah ikhlas, ini semua takdir, tak mau menyalahkan Ara.
Ara mengangkat kepalanya, mengangguk sambil menyeka air mata. Dan anggukan kepala itu, membuat Ridho sedikit lega.
Imel tampak kecewa, padahal berharap Ridho marah besar pada Ara.
"Apa laki-laki itu sudah bekerja?"
Ara menggeleng, "Dia teman sekolah Ara."
"Astaga!" Ridho kembali meraup wajah dengan kedua telapak tangan sambil membuang nafas berat. "Lalu bagaimana kalian bisa membangun rumah tangga jika masih sama-sama sekolah? Membangun rumah tangga itu, tidak bisa hanya dengan modal cinta." Menyandarkan punggung di sofa, memijat kepala, merasa masalah Ara jauh lebih rumit dari pada masalahnya dulu. Dulu, ia dan Imel sudah sama-sama bekerja saat Imel hamil. Ia sudah bisa mencari nafkah, dan usia mereka juga sudah legal untuk menikah.
"Orang tua Meru yang akan menanggung biaya hidup kami setelah menikah."
Imel langsung mengernyit mendengar ucapan Ara. "Jangan-jangan, calon suami kamu yang sering nganterin kamu pulang ya, Ra? Yang motornya mahal itu?"
"Kamu tahu, Mel?" Ridho menoleh ke arah Imel.
"Dulu kan aku pernah cerita, Bang, Ara sering pulang diantar cowok. Kamu aja yang cuek. Eh, dia anak orang kaya ya, Ra?" Nada suara Imel mendadak tak sesengit tadi. Raut wajahnya juga berubah sedikit ramah, terkesan antusias sekali dengan topik pembicaraan ini. "Aku yakin, pasti anak orang kaya. Motornya aja mahal. Gaji kamu dikumpulin setahun, gak akan cukup untuk beli motor kayak dia, Bang."
Ara jengah melihat sikap Imel yang seketika berubah saat tahu calon suaminya orang kaya.
"Udah Bang, dinikahin aja buruan. Kapan lagi coba, kita punya saudara orang kaya. Eh Ra, minta mahar yang banyak, dia kan udah menghamili kamu." Melihat Ara yang menatapnya sengit.
"Kamu itu ngomong apa sih, Mel," tegur Ridho. "Dia mau tanggung jawab aja, udah untung, masih juga mau malak dengan mahar."
Imel memutar kedua bola matanya malas mendengar ucapan Ridho. Ia merasakan perubahan sikap Ridho setelah Ayah meninggal. Sekarang, Ridho lebih care pada Ara.
...---------------...
Malam ini, pernikahan Ara dan Semeru digelar. Hanya keluarga, Pak Ustad, Pak RT serta tetangga kanan kiri yang diundang. Pernikahan ini pasti menimbulkan pertanyaan, juga bisa dibilang membuka aib, namun mau bagaimana lagi, jika tetangga dan tokoh masyarakat tidak diundang untuk menjadi saksi, takutnya nanti timbul fitnah saat Ara tinggal disana.
Ijab kabul dilaksanakan di rumah Meru karena selain semua biaya dari pihak mereka, ini juga menjadi kesepakatan kedua keluarga. Dari pihak Ara sendiri, hanya keluarga abangnya dan pamannya yang datang.
Ara sudah lebih dulu ada di rumah Meru sebelum keluarganya datang. Mami Rara memanggil MUA untuk merias Ara. Riasannya tak semewah pengantin, hanya riasan simpel seperti mau wisuda. Gadis itu juga memakai kebaya putih yang dibelikan Mami, sementara Meru memakai kemeja putih.
Meski tak digelar di depan banyak orang, Meru tetap merasakan kegugupan saat ia akan melaksakan ijab kabul.
Pantas aja Meru langsung berpikiran buruk pas lihat ada cowok di kamar kost Ara.🙄
Usia yg harusnya buat belajar memaksa jadi pasutri..sama sekali belum dewasa