NovelToon NovelToon
Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Manisnya Dosa Janda Penggoda: Terjerat Paman Direktur

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Janda / Konflik etika / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Romansa
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Mampukah janda muda menahan diri saat godaan datang dari pria yang paling tabu? Setelah kepergian suaminya, Ayana (26) berjuang membesarkan anaknya sendirian. Takdir membawanya bekerja di perusahaan milik keluarga suaminya. Di sana, pesona Arfan (38), paman direktur yang berkarisma, mulai menggoyahkan hatinya. Arfan, duda mapan dengan masa lalu kelam, melihat Ayana bukan hanya sebagai menantu mendiang kakaknya, melainkan wanita memikat yang membangkitkan gairah terpendam. Di antara tatapan curiga dan bisikan sumbang keluarga, mereka terjerat dalam tarik-ulur cinta terlarang. Bagaimana Ayana akan memilih antara kesetiaan pada masa lalu dan gairah yang tak terbendung, di tengah tuntutan etika yang menguji batas?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17: Kecupan Terlarang dan Jaringan Duri

Jari Vina bergerak lincah di layar ponselnya, cepat dan tanpa ragu. Ayana melihat itu, merasakan tenggorokannya tercekat. Apa yang Vina lakukan? Siapa yang dikirimi pesan? Sebuah ketakutan dingin menjalari Ayana, lebih menyeramkan dari apa pun yang pernah ia rasakan sebelumnya.

Arfan, yang menyadari tatapan Ayana tertuju pada Vina, refleks membalikkan badan. Sedetik, mata mereka bertemu. Arfan menunjukkan ekspresi datarnya, nyaris tidak bergeming. Tapi Ayana tahu, paman direktur itu bukan tipe yang mudah lengah. Ada perhitungan dingin di balik tatapannya.

Tanpa menunggu balasan, Vina melenggang pergi. Suara hak sepatunya memantul, menipis di koridor hingga akhirnya lenyap. Ruangan itu kembali hening, tapi sensasi teror yang ditinggalkan Vina masih menggantung tebal di udara.

“Dia hanya mencari perhatian,” Arfan berbisik, suaranya berusaha terdengar santai, tapi genggaman tangannya pada lengan Ayana mengerat. “Jangan khawatir.”

Ayana mendongak, menatap Arfan. “Bagaimana aku tidak khawatir, Pak? Dia... dia melihat kita.” Suara Ayana bergetar. Ia bisa merasakan jantungnya berdebar kencang, memukul-mukul rusuknya seolah ingin melarikan diri.

“Melihat apa?” Arfan tersenyum tipis, senyum yang tidak sampai ke matanya. “Hanya aku yang menopangmu karena kau hampir terjatuh. Itu saja.”

“Tapi ekspresinya…”

“Vina selalu dramatis. Anggap saja itu salah satu kebiasaan buruknya.” Arfan menarik Ayana lebih dekat, merangkul pinggangnya. “Kita tidak melakukan kesalahan, Ayana. Setidaknya, bukan di tempat ini, di depan banyak orang.”

Kata-kata terakhir itu menusuk Ayana. Apakah Arfan mengisyaratkan bahwa di tempat lain, mereka memang melakukan kesalahan? Dosa yang ia sebutkan tadi, apakah itu yang dimaksud? Sebuah gelombang panas menjalari tubuh Ayana, antara malu, takut, dan... entah kenapa, gairah terlarang yang mulai tumbuh subur di dalam dirinya.

Tiba-tiba, Arfan menunduk. Bibirnya menyapu kening Ayana, lalu turun ke pelipis, dan berhenti di dekat telinganya. “Kita harus keluar dari sini,” bisiknya. “Aku akan mengantarmu pulang.”

Ayana tidak sempat membalas. Sentuhan bibir Arfan, napasnya yang hangat, dan bisikannya yang dalam, melumpuhkan akalnya. Ia hanya mengangguk patuh, membiarkan Arfan membimbingnya keluar dari ruangan itu, melewati lorong-lorong kantor yang terasa penuh mata tersembunyi.

Di dalam mobil, suasana terasa lebih personal, namun juga lebih mencekam. Ketegangan dari insiden Vina masih terasa, bercampur dengan keintiman yang baru saja mereka bagi.

Arfan memutar kunci mobil, tapi mesinnya tidak kunjung dihidupkan. Ia malah menoleh ke arah Ayana, menatapnya intens. “Apakah kau benar-benar tidak pernah merasa takut padaku, Ayana?” tanyanya, suaranya rendah dan serak.

Ayana menelan ludah. “Aku… aku tidak tahu harus merasa takut atau tidak, Pak.” Ia jujur. Ada daya tarik yang tak bisa ia sangkal, sebuah magnet kuat yang menariknya pada sosok Arfan, meskipun ia tahu ini salah.

“Panggil aku Arfan,” koreksi Arfan, dengan nada yang menuntut. “Di luar kantor, di luar dinding ini, panggil aku Arfan.”

“Arfan…” Ayana mencoba, suaranya terasa asing di lidahnya. Nama itu terasa begitu intim, begitu salah, tapi juga begitu… manis.

Arfan tersenyum puas. Ia mengulurkan tangan, mengusap lembut pipi Ayana. Ibu jarinya menelusuri rahang Ayana, lalu turun ke bibir bawahnya, mengundang.

“Apa yang Vina lakukan tidak akan berhasil menghentikan ini, Ayana,” ucap Arfan, matanya tajam dan penuh determinasi. “Tidak akan.”

“Tapi… bagaimana dengan keluargamu? Dengan Vina? Mereka pasti akan…”

“Mereka hanya akan melihat apa yang ingin mereka lihat,” potong Arfan. “Dan kita, kita akan berhati-hati. Lebih berhati-hati lagi.”

Arfan mendekat. Aroma maskulin parfumnya menyeruak, memenuhi indra Ayana. Jantungnya bergemuruh. Ia tahu apa yang akan terjadi. Ada bagian dari dirinya yang berteriak untuk lari, untuk menghentikan semua ini. Tapi ada bagian lain, bagian yang lebih gelap dan meronta, yang menginginkan sentuhan ini, menginginkan lebih.

Bibir Arfan menyentuh bibir Ayana. Lembut, lambat, penuh penjelajahan. Sebuah ciuman yang tidak lagi ragu, tidak lagi malu-malu, melainkan penuh gairah yang terpendam. Ayana memejamkan mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam sensasi itu. Lengannya refleks melingkar di leher Arfan, menariknya lebih dalam.

Ciuman itu semakin dalam, semakin menuntut. Arfan menangkup wajah Ayana, ibu jarinya mengusap lembut tulang pipinya. Lidahnya bermain-main, mencari akses, dan Ayana tanpa sadar membuka diri. Ada ledakan di dalam dirinya, api yang membakar setiap sel, setiap saraf. Desahan kecil lolos dari bibirnya saat Arfan memperdalam ciuman, menguras semua oksigen dari paru-parunya, semua rasionalitas dari pikirannya.

Ini salah, ini dosa. Tapi entah kenapa, saat itu, di dalam pelukan Arfan, Ayana merasa seolah semua larangan itu justru menambah manisnya setiap sentuhan, setiap kecupan.

Ketika mereka akhirnya berpisah, napas mereka terengah-engah. Wajah Ayana memerah, matanya berkaca-kaca karena gairah yang membuncah. Arfan menatapnya, matanya gelap dan penuh hasrat yang sama. Ia mengusap sudut bibir Ayana dengan ibu jarinya, menghapus jejak kecil air liur yang tertinggal.

“Jangan pernah meragukan apa yang kurasakan padamu, Ayana,” Arfan berkata, suaranya dalam dan serak, seolah ia sendiri kesulitan mengendalikan emosinya. “Aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalanginya.”

Ayana hanya bisa menatapnya. Ia merasa terperangkap, namun juga terpikat. Ini adalah bahaya yang ia cari, kegelapan yang entah bagaimana terasa begitu terang di samping Arfan.

Arfan akhirnya menyalakan mesin mobil. Perjalanan pulang terasa sunyi, dipenuhi dengan pikiran masing-masing. Ayana terus memikirkan Vina. Apa yang akan dilakukan Vina? Siapa yang dihubungi? Ketakutan itu kembali merayap.

Setibanya di rumah, Arfan hanya mengantar Ayana sampai depan gerbang. Ia tidak turun, hanya menatap Ayana dari balik jendela mobil, memberinya senyum kecil yang misterius sebelum akhirnya pergi.

Ayana masuk ke rumah. Suasana di dalam terasa aneh. Lebih senyap dari biasanya. Ia melihat Bibi Sumi, asisten rumah tangganya, sedang membersihkan meja ruang tamu dengan ekspresi tegang. Bahkan Bi Sumi yang ramah pun terlihat murung. Sebuah firasat buruk menjalari Ayana.

“Bi, ada apa?” tanya Ayana, suaranya pelan.

Bibi Sumi menoleh, matanya terlihat khawatir. “Nyonya… tadi ada Nyonya Besar datang.”

Ayana menegang. Nyonya Besar adalah mertua perempuannya, ibu dari mendiang suaminya. Wanita yang selama ini selalu bersikap dingin dan mengawasi Ayana dengan ketat. Kedatangannya yang mendadak, setelah insiden Vina, jelas bukan pertanda baik.

“Ibu… kenapa kemari, Bi?”

Bibi Sumi menghela napas berat. “Beliau mencari Nyonya. Dan… beliau bilang ada yang ingin dibicarakan serius. Tadi Vina yang memberitahunya, Nyonya.”

Jantung Ayana mencelos. Vina. Jadi benar. Vina benar-benar melakukan sesuatu. Bukan hanya mencari perhatian, tapi menyerang langsung ke pusat keluarganya. Kekhawatiran yang tadi ia usir kini kembali, menamparnya dengan kenyataan pahit.

“Apa yang Vina katakan, Bi?” Ayana bertanya, suaranya tercekat. Ia tahu jawaban itu akan menyakitkan, akan menghancurkan segalanya. Tapi ia harus tahu.

Bibi Sumi menunduk, menghindari tatapan Ayana. “Vina bilang… Nyonya telah mempermalukan keluarga. Dan… Ibu menduga Nyonya Ayana punya hubungan terlarang dengan Om Direktur Arfan.”

Kata-kata itu bagai palu godam yang menghantam kepala Ayana. Seluruh darahnya seolah ditarik dari wajahnya. Jaringan duri yang ia rasakan sudah mulai tumbuh di sekelilingnya, kini benar-benar menjeratnya, menusuknya tajam. Ini bukan lagi sekadar kecurigaan. Ini adalah tuduhan. Dan tuduhan ini datang langsung dari sumber yang paling ia takuti: mertuanya.

Apa yang harus ia lakukan? Bagaimana ia akan menghadapi ini? Badai yang Vina ancamkan, kini benar-benar telah tiba. Dan Ayana tahu, badai ini akan sangat, sangat besar.

Sebuah amplop tebal berwarna krem tergeletak di meja ruang tamu, di samping vas bunga. Ayana baru menyadarinya. Amplop itu tampak resmi, dengan stempel perusahaan keluarga di pojok atasnya. Rasa takut yang intens kembali mencengkeramnya. Siapa yang mengirim ini? Dan apa isinya? Ayana tahu ia tidak punya pilihan selain membukanya, namun ia merasa takut yang luar biasa akan apa yang akan ia temukan di dalamnya. Ini adalah awal dari pertempuran yang sesungguhnya.

1
zaire biscaya dite
Gw trs trg bingung dgn jln ceritanya novel ini, selain berganti2 nama para tokoh yg ada, jg perbedaan rahasia yg diungkapkan oleh Arfan kpd Ayana
Benar2 membingungkan & bikin gw jd malas utk membaca novel ini lg
panjul man09
bosan
panjul man09
sudah janda koq ,bisa memilih jalan hidup , siapa vina , bisa bisanya mengatur hidup orang .
panjul man09
siapa nama anak ayana , maya , kirana atau raka ?
zaire biscaya dite
Tolong perhatikan dgn benar ttg nama tokoh dlm novel ini, spt nama anak yg selalu berganti2 nama, Arsy, Maya, Raka, Alisha
Jgn membingungkan pembaca yg berminat utk membaca novel ini
panjul man09
mereka boleh menikah, karna mereka bukan mahrom
panjul man09
lanjuut
zaire biscaya dite
Betul, tlg diperhatikan dgn baik nama yg ada di dlm novel ini. Nama suami itu Adnan atau Daniel, nama anaknya itu Arsy, Maya, Kirana atau Raja ? Jgn smpe ceritanya bagus, tp malah bikin binging yg baca krn ketdkkonsistenan penyebutan nama tokoh di dlmnya, y
Bang joe: terimakasih atas masukannya kak 🙏
total 1 replies
Greenindya
yg bnr yg mana ya kok nama anaknya gonta ganti Kirana maya raka
Bang joe: mohon maaf atas kekeliruannya kak
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!