After Returning

Damien mengendarai mobilnya dengan tenang menuju kantor. Saat melewati gerbang kantor, dan memarkirkan mobilnya di parkiran khusus petinggi perusahaan, ia melihat Aurel berdiri di lobi.

Ia mengambil tas kerjanya, lalu memakai kacamata minus, setelah keluar dan berjalan dengan langkah tegas ke dalam kantor.

“Damie,” Aurel tersenyum, meraih pergelangan tangannya.

Damien melirik tangannya yang dipegang Aurel. “Ada apa?” Tanyanya dingin.

“Aku hiks…hiks… aku hamil, Damie.” Aurel menangis hampir histeris.

“Dan saya rasa itu bukan anak saya, karena selama kita menjalin hubungan…” Damien menyentak tangannya hingga terlepas dari genggaman Aurel. Ia tersenyum sinis. “... Saya tidak pernah menyentuhmu lebih dari sekedar berpegangan tangan.”

Senyum Aurel membeku, kalimat dingin itu membuatnya tanpa sadar mundur. Ia tidak berani menatap manik biru Damien yang menyorotnya dingin.

“Da–damie, apa kamu sudah tidak mencintaiku?” Suara Aurel bergetar.

Damien memasukkan sebelah tangannya ke dalam saku. Damien terkekeh geli, dan bertanya. “Apa itu masih mungkin?”

“Tentu saja masih. Kamu menikahi Sera karena terpaksa, dan aku pergi karena tidak kuat melihat kalian berdua bersanding.” Keberanian Aurel yang tadi sempat hilang kembali muncul, ia tersenyum sembari mendekat dan mengusap rahang tegas Damien. “Aku di perkosa, aku nggak tahu siapa ayah dari bayiku. Aku mohon tolong aku, Damie.”

“Lagipula aku bisa melihat tatapanmu tadi saat di rumahmu, kamu masih menyimpan perasaan yang sama besar denganku.” Aurel melanjutkan dengan sangat percaya diri. Hubungannya dengan Damien sudah terjalin lama, ia yakin Damien tidak akan move on dengan cepat.

“Kamu percaya hanya karena saya menatapmu seperti itu? Tatapan penuh cinta?” Damien tersenyum miring, menurunkan pandangannya sejajar dengan Aurel. “Saya bisa menatap siapapun dengan cara seperti itu, lalu mereka akan percaya bahwa saya mencintainya. Itu konyol, Aurel. Kamu nggak lihat Istri saya? Dia manis, dan menarik. Yang terpenting dia belum pernah disentuh oleh siapapun.”

“DAMIEN!” Mata Aurel berkaca-kaca, tidak percaya Damien akan mengucapkan kata-kata sekejam itu.

Damien melirik jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Hampir pukul delapan pagi. Tidak lagi memperdulikan Aurel, Damien melenggang santai ke dalam kantornya.

“DAMIEN, AKU BELUM SELESAI.” Pekik Aurel berlari mengejarnya.

“Alice, minta satpam untuk mengusir perempuan itu, jangan biarkan dia masuk ke kantorku.” perintah Damien pada resepsionis.

“Baik, pak.” Alice segera menghubungi satpam dan memanggil mereka untuk menyeret Aurel keluar.

Katakanlah Damien adalah pria tulus yang jika sudah cinta akan melakukan segalanya untuk orang yang dia cintai, tetapi Damien bukan orang bodoh. Jika Sera saja bisa melihat ada yang aneh dari foto-foto candid dan kehamilan Aurel, Damien tentu juga bisa melihatnya.

Damien naik ke lantai teratas sambil tersenyum ramah pada karyawan yang menyapanya.

Sementara itu Sera baru saja masuk ke ruangannya ketika Laura datang membawa seabrek informasi yang katanya penting.

“Sera, kamu benar-benar harus mendengar ini,” kata Laura meletakkan tasnya di meja, kemudian menarik tangan Sera untuk duduk di sofa.

“Apa hasilnya sudah keluar?” Tanya Sera penuh antisipasi.

“Aku sudah bicara dengan forensik,” kata Laura pelan.

“Mereka tidak menemukan racun konvensional. Tidak ada zat mematikan yang bekerja cepat. Tapi ada satu anomali berupa jejak senyawa sintetis yang mereka beri kode NX-17.”

Ia berhenti sejenak sebelum melanjutkan. “Menurut mereka, zat itu tidak dirancang untuk membunuh. NX-17 bekerja perlahan, mengganggu proses pemulihan sel tubuh. Kerusakannya kecil, nyaris tak terasa, tapi menumpuk selama bertahun-tahun. Saat gejalanya muncul, semuanya sudah terlambat.”

“Forensik menyimpulkan kematiannya akan terlihat alami. Degenerasi organ tanpa sebab jelas. Jika tidak tahu apa yang dicari, NX-17 hanya akan dianggap sebagai kesalahan tubuh itu sendiri.”

Sera terdiam. Benar dugaannya, kematian Adelina pun memang ada campur tangan pihak lain.

“Terimakasih, Lau. Ini sangat membantu,”

“Tentu. Jadi sebenarnya apa yang terjadi?”

“Aku belum tahu pasti, tapi aku punya dugaan ada orang-orang yang ingin melenyapkan keluarga Knox sepenuhnya.” Ujar Sera.

“Serius? Terus kamu udah bilang sama Damien?” Laura jelas terkejut mendengarnya, meski Knox punya power yang tidak main-main ternyata masih ada yang berkonspirasi untuk menyingkirkan.

“Ya, dia juga sudah menyewa detektif swasta untuk menyelidikinya. Nanti malam kalau kamu nggak sibuk, aku ajak kamu ketemu detektifnya deh.”

“Kuharap dia pria yang tampan,” sahut Laura tertawa kecil.

“Wajahnya tidak tampan, tapi imut. Aku bahkan terkejut profesinya sebagai Detektif.” Sera juga ikut tertawa bersama Laura.

“Oke, aku akan meluangkan waktu untuk bertemu pria imut ini.” Laura lantas berdiri, mengambil tasnya di meja kerja Sera.

“Kamu mau kemana?”

“Kerja lah, apa lagi?”

“Hati-hati, aku nggak akan nganterin kamu ke bawah.” Kata Sera kembali ke kursinya, menatap lelah pada tumpukan dokumen di atas meja.

“Bye.” Laura melambaikan tangannya sebelum menutup pintu.

Sepeninggal Laura, Sera menyibukkan diri dengan dokumen yang tak ada habisnya. Baru menyadari sekarang ternyata bekerja itu melelahkan.

...✯✯✯...

...Like, komen dan vote 💗...