Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17 : TCB
"Ma, tolong telefonkan papa dan Zergan. Katakan jika aku sudah pulang."
Amara hanya menganggukkan kepalanya pelan, merasa ada yang salah dengan kepulangan putrinya kali ini. Sebagai seorang ibu, dia tahu jika Alana sedang menyembunyikan sesuatu.
"Sebaiknya kamu pergi sekarang, Zen." Alana menoleh pada Zen yang masih berdiri di sampingnya. "Aku tidak ingin Zergan tahu jika aku pergi dan menginap denganmu."
"Aku tidak akan pergi, Alana. Sudah kubilang kalau aku---"
"Zen, tolong mengertilah." potong Alana cepat, dia mulai putus asa. "Tolong beri aku waktu untuk berfikir, sebentar saja,"
Zen menatap Alana lama. Dia tidak ingin terlalu menekankan apalagi sampai membuat Alana tertekan. Mungkin sebaiknya memang dia pergi dulu sekarang dan memberikan Alana waktu untuk berfikir.
"Saat kita bertemu lagi nanti aku harap kamu sudah membuat keputusan." ucapnya, kemudian kembali masuk kedalam mobilnya.
Beberapa saat setelah Zen pergi, Zergan datang dengan mobilnya. Kebetulan saat Amara menelfon dia memang sedang dalam perjalanan kesana, sementara David sudah langsung pergi ke kantor setelah mendapatkan kabar dari istrinya jika putri mereka sudah kembali.
Zergan langsung memeluk tubuh Alana begitu dia melihat kekasihnya itu dalam keadaan baik-baik saja. Dari kemarin dia sampai tidak tidur demi mencari keberadaan kekasihnya itu.
"Sayang, maafkan aku. Aku senang melihatmu baik-baik saja," Zergan mengurai pelukannya, mengusap lembut wajah Alana.
"Maafkan aku yang terlalu sibuk dengan pekerjaanku, sampai kamu sering tidak pulang seperti ini." ucap Zergan. Semalam Amara sudah bercerita semua pada Zergan jika Alana sering menginap di hotel untuk menenangkan diri.
"Kenapa kamu sudah kembali? Bukankah seharusnya kamu pulang tiga hari lagi?" tanya Alana,. mengalihkan topik pembicaraan.
Zergan tersenyum, "Bukankah aku bilang ingin memberimu kejutan. Itulah sebabnya aku pulang lebih awal."
"Oya, aku aku sudah menyiapkan sebuah apartemen untuk kamu. Mulai sekarang jika kamu tidak ingin pulang kerumah, kamu bisa menginap di apartemen," imbuhnya memberitahu.
Alana menatap kecewa, menurunkan tangan Zergan dari wajahnya. "Sebenarnya kamu paham atau tidak kenapa aku jarang pulang? Ini bukan tentang aku pulang atau tidak, tapi ini tentang kamu Zergan Alexander!"
Suara Alana menggema di ruangan depan, Amara yang hendak membawakan minuman untuk mereka pun akhirnya memilih tidak keluar dan kembali ke dapur.
"Aku cuma minta kepastian, tapi kamu hanya memberikan harapan semu! Aku jarang pulang gara-gara kamu, Zergan. Aku merasa kesepian, tapi kamu lebih memilih menghabiskan waktu kamu dengan pekerjaan!" bentak Alana, air mata menetes dari kedua matanya.
"Alana, Sayang." panggil Zergan lembut, diraihnya kedua lengan Alana, mencoba untuk menenangkannya. "Aku benar-benar minta maaf, aku salah. Aku janji, aku akan memperbaiki semuanya. Aku akan lebih memprioritaskan kamu."
"Aku mencintai kamu, Alana. Hanya kamu satu-satunya wanita yang aku inginkan." dibawanya tubuh Alana kedalam pelukannya.
Alana terdiam dalam pelukan itu, hanya suara tangisnya yang terdengar pelan. Meskipun Zergan selalu sibuk dengan pekerjaannya, tapi dia bisa melihat cinta yang besar untuknya dalam diri Zergan.
-
-
-
Amara membuka pintu kamar putrinya, sudah sejak pagi pikirannya terus terganggu dengan Alana yang pulang bersama dengan Zen. Apakah benar mereka tidak sengaja bertemu seperti apa yang Alana ceritakan, atau memang semalam mereka berdua sudah menghabiskan waktu bersama.
"Alana, Mama ingin bicara serius dengan kamu," ucap Amara. Alana yang sedang menyisir rambutnya didepan cermin pun menoleh pada mamanya yang kini sudah duduk di tepian ranjangnya.
"Ada apa, Ma? Kenapa wajah Mama serius seperti itu?" Alana meletakkan sisir itu ditempatnya, segera bangun dan menghampiri sang mama.
"Sebenarnya ada apa, Ma? Apa yang mau Mama bicarakan?" tanya Alana.
Amara menarik napas panjang, menatap Alana yang duduk disebelahnya lekat. "Ini tentang Zen. Kamu ada hubungan apa dengannya?" tanyanya tegas.
Alana tertawa kecil, berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya. "Mama ini ngomong apa. Aku sama Zen nggak ada hubungan apa-apa."
"Jangan bohong Alana. Bibir kamu bisa bilang tidak, tapi tatapan kalian berdua mengatakan jika kalian memang memiliki hubungan lebih dari sekedar kenal." raut wajah Alana yang seketika berubah dengan pandangan menunduk membuat Amara semakin yakin jika putrinya dan Zen memiliki sebuah hubungan.
"Semalam kalian menghabiskan waktu berdua?" tebak Amara, membuat wajah Alana terangkat cepat.
"Ma." tubuh Alana luruh dengan kedua lututnya yang menyentuh lantai. "Sungguh kami tidak melakukan apapun, tolong jangan ceritakan tentang hal ini pada papa dan Zergan."
"Mama tidak akan menceritakannya pada siapapun, tapi mulai sekarang kamu jangan pernah menemui Zen lagi." Amara menghela napas, suaranya pelan namun tegas. "Jangan korbankan hubungan kamu dengan Zergan hanya karena kesenangan sesaat. Zergan jauh lebih dewasa, dan yang paling penting dia sangat mencintai kamu, Alana."
"Zergan sedang menyiapkan kejutan untuk kamu. Tolong jangan kecewakan kami." Amara berdiri, lalu berlalu pergi meninggalkan kamar putrinya.
Pintu kamar yang tertutup rapat menciptakan kesunyian didalam kamar dengan Alana yang terduduk lemas diatas lantai. Orang tuanya dan orang tua Zergan sudah saling menyetujui dan merestui hubungan mereka, jika dia memutuskan Zergan maka bukan hanya Zergan yang akan kecewa dan terluka, tapi kedua orang tua mereka juga.
"Mungkin memang hubunganku dengan Zen harus berakhir sampai disini." lirihnya dengan rasa sakit yang mulai menggerogoti hatinya.
-
-
-
Tepat jam setengah delapan malam, Zergan tiba di rumah Alana. Wajahnya terkejut saat melihat Alana turun dengan mengenakan gaun merah yang mengalir dengan rambutnya yang terikat rapi.
"Malam ini kamu sangat cantik, Sayang," ujar Zergan, dia sampai kebingungan mencari kata-kata yang pas untuk memuji kecantikan Alana malam ini.
Alana hanya menjawab dengan senyuman. Harusnya dia bahagia karena Zergan akan membawanya makan malam berdua, tapi... Dia merasa seperti ada yang hilang dari dirinya.
"Om, Tante, saya ajak Alana keluar makan malam dulu ya," pamit Zergan.
David dan Amara saling melempar pandang, kemudian tersenyum dan mengangguk.
"Tolong jaga Alana." ujar David, menepuk lengan Zergan.
"Pasti, Om. Saya akan menjaga Alana dengan baik." jawab Zergan.
Mobil yang dinaiki Zergan dan Alana melaju pergi menuju ke sebuah restaurant mewah. Sebuah meja yang ada di sudut dengan menghadap jendela sudah tertata rapi, memperlihatkan pemandangan bulan yang sedang bersinar terang diatas langit.
Zergan membimbing Alana untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan. Bunga mawar merah di vas kaca, serta lilin aromatik lavender menambah suasana keromantisan. Di dinding belakang meja terpasang spanduk kecil dengan tulisan 'Kamu Adalah Cahaya Dalam Gelapku, Alana'.
Alana menikmati makan malamnya dalam diam, pikiran dan hatinya benar-benar tidak fokus. Disaat-saat seperti ini mengapa dia harus teringat dengan Zen. Apa yang sedang dilakukan pria itu sekarang?
Saat staf membawa hidangan penutup, Zergan berdiri perlahan. Jantungnya berdebar kencang seperti mau meledak. Menatap Alana yang kini sedang menatapnya dengan wajah bingung.
"Alana, maaf sudah membuatmu menunggu lama." Zergan merogoh saku jasnya, mengeluarkan kotak beludru kecil berwarna merah dan berjongkok dengan satu kakinya.
"Will you marry me?"
-
-
-
Bersambung...
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek