"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
"Nis," Bambang memasuki ruang rawat, Anisa menengok mendengar suara panggilan Bambang memberikan senyum tipis hingga Bambang mendekat.
"Maaf Mas telat." Bambang meletakkan pakaian ganti untuk Anisa. Beberapa keperluan lain juga Ia bawa.
"Kamu sudah makan?" Bambang menarik kursi, duduk menatap Nisa yang masih tersenyum namun belum menjawab apapun dari yang Ia tanyakan.
"Sudah. Malah sudah makan snack. Sekarang sudah jam 10 Mas."
Bambang menelan saliva. Kata-kata Anisa biasa saja. Namun entah mengapa membuat Bambang sedikit gugup.
Nisa tak bertanya mengapa dan kenapa. Justru itu yang membuat Bambang bingung. Tak ada kekhawatiran dalam raut Nisa jika Bambang telat pulang atau cemas.
"Kamu gak tanya kenapa Mas telat datang kesini?" Bambang penasaran, Ia tanyakan saja.
"Mas kan kerja. Iya kan?"
Bagai buah simalakama. Nisa pandai memutar balikkan situasi. Kini, dalam pandangan mata Bambang, Nisa, Istrinya terlihat berbeda.
"Oh iya Mas, tadi Ners dan Dokter sudah visit sekitar sejam lalu. Katanya Aku sudah boleh pulang. Mas tolong urus Administrasinya ya. Makasi ya Mas, maaf Aku ngerepotin Mas terus." Jika tadi diam seribu bahas, kini Nisa kembali seperti semula namun tetap saja ada yang janggal di hati Bambang.
"Mas? Mas denger Aku kan?"
"Eh, iya Sayang. Denger kok. Ya udah Mas ke bagian admin dulu ya. Urus semuanya. Tapi bener Kamu sudah sembuh? Mas gak masalah kok kalau memang Kamu masih dirawat disini."
"Sudah Mas. Aku juga udah bosen. Disini gak ngapa-ngapain, waktu rasanya lama. Lagi pula Aku sudah sehat."
Kalimat dan mimik wajah Nisa meyakinkan. Dan Bambang tak ada alasan untuk menahan Nisa tetap di Rumah Sakit.
***
"Iya Mbak Nani, maaf Aku tadi sejam lalu sudah sampai dirumah."
"Sekali lagi maaf ya. Makasi sudah repot ngurusin Aku selama ini."
"Iya sip Mbakku. Sampai ketemu ditempat kerja ya."
Klik!
Nisa baru saja menerima telepon dari Mbak Nani. Rupanya Mbak Nani datang ke Rumah Sakit. Dipikirnya Nisa masih di Rawat disana.
"Siapa?"
"Oh, tadi? Telpon? Itu Mbak Nani. Tadi datang ke Rumah Sakit, dipikirnya Aku masih di Rawat."
"Oh. Baik ya teman Kamu."
"Alhamdulillah Mas. Aku punya rekan kerja yang baik-baik, lingkungannya juga enak. Makanya Aku nyaman kerja disana."
Tak ada sedikitpun niat Nisa menyindir Bambang. Namun kata-kata Nisa barusan, mencubit hati Bambang.
Masih jelas terbayang bagaimana Bambang semakin terjerumus dalam kubangan dosa namun uangnya terasa manis hingga selalu tertutupi apa yang selama ini Bambang kerjakan sebetulnya sangat salah.
"Oh iya Mas, besok Aku izin mulai kerja lagi."
"Kamu baru keluar Rumah Sakit, gak istirahat dulu aja?"
"Justru kalo banyak di Rumah, Aku malah sakit Mas. Kepikiran ini itu, mending ke tempat kerja, banyak temen ngobrol gak bosen."
Tak ada nada marah. Santai saja Nisa menjawab setiap kata-kata Bambang. Tapi tidak bagi Bambang, setiap yang Nisa ucapkan bagai sindiran halus dan Bambang tak bisa marah.
"Loh, Mas, mau kemana? Kalo emang mau keluar gapapa kok, Aku paling mau istirahat aja hari ini."
Bambang tertegun sejenak. Ia pikir Nisa akan melarang, tapi malah membiarkan. Dan wajah Nisa tak marah atau menahan kepergian Bambang. Ada sesal dan ada kecewa. Tapi Bambang harus terima, semua ini adalah konsekuensi yang harus Ia terima.
"Mas mau beli makan, Kamu gak usah masak."
"Oh, Ok. Makasi ya Mas."
Singkat. Jelas. Padat. Dan Cuek.
"Mas pergi dulu, Kamu mau titip sesuatu?"
"Kayaknya gak ada deh Mas, eh bentar deh,"
Nisa memeriksa lemari, dan kini kembali ke hadapan Bambang, "Ini Aku mau titip untuk teman-teman di Laundry, biar besok Aku mau bawa kue pas masuk kerja." Nisa menyerahkan selembar uang seratus ribu kepada Bambang, menitip membeli kue bolu yang biasa jualan di toko seberang lampu merah.
"Gak usah. Pakai uang Mas aja. Mau berapa kotak kuenya?"
"Dua aja cukup. Yang Bolu Ketan Hitam satu, sama Bika Ambon satu. Mereka sukanya itu aja."
"Oh ya udah nanti sekalian pulang beli makan Mas mampir ke toko kuenya."
"Pilih yang baru matang ya Mas. Soalnya biar gak terlalu lama untuk besok. Coba kalau tokonya pagi sudah buka, lebih enak lagi masih hangat tapi gapapa deh, kalau belum 10 jam kue Mereka masih enak dimakan."
Sepeninggal Bambang, Nisa duduk selonjoran di lantai. Membereskan sisa perbekalan dari Rumah Sakit, merendam pakaian kotor yang sudah menumpuk selama Ia dirawat.
Nisa memang sengaja, memberi batas pada dirinya. Tak lagi ikut campur, mungkin sementara Ia akan terus bersikap begitu kepada Bambang.
Bukannya mulai tak peduli, Nisa hanya ingin menjaga hatinya, agar tak semakin sakit. Dan entah, Nisa sedang mempertimbangkan suatu hal. Namun masih Ia pikirkan dan timbang dengan benar.
Lain Nisa, Lain pula Bambang. Sambil mengendarai motor, Bambang terus berpikir. "Nisa gak apa-apa kan? Kesannya kayak masa bodo amat gitu. Tapi tetap ramah. Cuma Gue ngerasa kayak Nisa udah gak peduli. Akh! Pusing!" Bambang geleng kepala, masalahnya semakin bertambah saja.
"Loh! Itu bukannya Si Boss?" Bambang dari batas aman, mengintai mobil Bossnya yang kini ditinggalkan begitu saja dan masuk ke dalam sebuah mobil tertutup.
"Si Boss mau ngapain itu." Dilema, antara Bambang mau menguntit atau mengabaikan saja.
"Bodo amatlah! Urusan Si Boss!" Akhirnya Bambang memilih cuek saja. Ia tak mau cari masalah. Masalahnya sudah banyak.
***
"Wah Mas! Kok beli kuenya banyak amat!" Nisa menghitung boks kue yang ada 4 kotak dengan varian berbeda.
"Ya gapapa. Kalau Kamu mau ambil saja buat Kita dirumah. Biar ada cemilan. Sisanya bawa ke tempat kerja Kamu."
"Ok. Bakalan seneng nih temanku. Makasi ya Mas."
"Mas mau makan sekarang Nis, pakai lauk masakan padang aja."
Bambang membeli beragam lauk pauk. Nisa tak Ia izinkan masak. Jadi Bambang membeli beberapa macam masakan agar bisa Nisa makan saat Bambang sudah bekerja.
"Nis, besok kayaknya Mas gak bisa antar Kamu kerja, gapapa?"
"Ya gapapa Mas. Tenang. Nisa bisa sendiri kok! Kirain apa!"
Bambang memperhatikan raut Istrinya. Tak ada sedih atau kecewa. Biasa saja.
"Nis, Kamu masih marah ya sama Mas?"
"Ya ampun Mas, kalo Aku marah Aku gak bakal kayak gini. Lagian Aku juga kemarin-kemarin salah. Maafin ya Mas. Tapi Aku percaya kok kalau Mas itu kerja buat Aku. Jadi fokus saja sama kerjaan Mas."
"Makasi Nis."
"Ih, kayak sama siapa aja. Ya udah Mas makan ya. Aku juga nih, mau makan laper!"
"Iya Kita makan sama-sama."
Nisa tersenyum, melayani Bambang mengambilkan nasi dan lauk pauk.
Meski begitu, dihati Bambang masih saja ada yang terasa aneh.
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri