 
                            Masih saling sayang, masih saling cinta, namun terpaksa harus berpisah karena ego dan desakan dari orang tua. Ternyata, kata cinta yang sering terucap menjadi sia-sia, tak mampu menahan badai perceraian yang menghantam keras.
Apalagi kehadiran Elana, buah hati mereka seolah menjadi pengikat hati yang kuat, membuat mereka tidak bisa saling melepaskan.
Dan di tengah badai itu, Elvano harus menghadapi perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, ancaman bagi cinta mereka yang masih membara.
Akankah cinta Lavanya dan Elvano bersatu kembali? Ataukah ego dan desakan orang tua akan memisahkan mereka dan merelakan perasaan cinta mereka terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesslyn Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menghasut mertua
"Dia bahkan lupa menghapus bekas lipstik di bibirnya ," gerutu Vanya kesal ketika meninggalkan unit apartemen.
Tiba-tiba terlintas pikiran liarnya, membayangkan apa saja yang sudah Vano lakukan dengan Bella, mustahil kalau Mereka belum pernah melakukannya kan? Bagaimanapun mereka suami istri. Apalagi ia tahu Vano orang yang hyper dalam urusan ranjang.
"Sial! Ngapain mikirin mereka sih," Vanya mengetuk-ngetuk keningnya, mencoba membuang semua pikiran liarnya. Vanya beberapa kali menarik napas panjang lalu menghembuskannya. "Oke Vanya... sekarang fokus saja pada pekerjaan."
ternyata mobil Ryuji telah sampai di basement apartemen, bahkan Ryuji sudah turun dan berdiri di depan mobil. Vanya segera berlari takut jika Ryuji terlalu lama menunggunya.
"Maaf membuat bapak menunggu," Padahal Vanya sudah berangkat lebih awal, tapi tetap saja belum bisa mengimbangi kedisiplinan Ryuji soal waktu.
"Saya juga baru tiba," Ryuji terlihat lebih santai, bukan salah Vanya jika telat. Itu semua karena dirinya datang terlalu awal.
Vanya mengangguk, mereka pun berbincang-bincang terlebih dahulu. Setelah selesai mengobrol mereka masuk ke dalam mobil dan bersiap untuk berangkat.
Ryuji mencondongkan tubuhnya ke arah Vanya, hingga wajah mereka hanya menyisakan jarak beberapa centi, tangannya meraih sesuatu di bawah sana. "Jangan lupa pakai seatbelt," ucapnya lembut, bahkan hangat napasnya bisa hanya Vanya rasakan.
"Saya bisa sendiri," Vanya memalingkan wajah, merasa canggung harus berada sedekat itu dengan atasannya, lalu mengambil alih seatbelt dari tangan Ryuji.
Ryuji hanya tersenyum, sadar Vanya memberinya penolakan. Ia pun memilih melanjutkan perjalanan.
Vanya membuka pad, memeriksa beberapa pekerjaan yang akan di kerjakan hari ini. Sebenarnya dia tak serajin itu, namun suasana terasa begitu canggung. Tidak ada obrolan sepanjang perjalanan, membuat Vanya bingung harus bersikap bagaimana.
Setelah melakukan perjalanan hampir satu jam akhirnya mereka sampai di pabrik tempat produksi.
Kedatangan mereka sudah di sambut oleh beberapa orang petinggi di bagian produksi. Mereka pun berkeliling melakukan pengecekan.
-
-
Suasana hati Vano sedang tidak baik pagi ini, Apalagi setelah pagi ini Vanya mengabaikannya. Dan tanpa terduga ia melihat Vanya dan Ryuji berciuman di dalam mobil, hatinya langsung tersulut emosi, bahkan ia tak percaya Vanya melakukan hal rendahan seperti itu.
Andre datang membawakan secangkir kopi untuk Vano, Ia mendapat laporan dari Lidya kalau Vano sepagi ini sudah uring-uringan, bahkan hampir semua karyawan yang di temuinya kena marah tanpa alasan yang jelas.
"Lihatlah... siapa yang berani membuat tuan Elvano menjadi semarah ini?" Andre perlahan meletakkan secangkir kopi yang di bawanya. "Kali ini lipstik wanita mana yang menempel di bibirmu?" ledek Andre tersenyum geli.
"Apa maksudmu?"
"Lihatlah," Andre membuka fitur kamera pada ponselnya, kemudian memberikannya pada Vano.
Vano segera berlari ke arah wastafel, ia mencuci mulut dan mengelapnya dengan tissue sambil bercermin .
"Sialan! Jadi ini alasan Vanya mengabaikanku?" Vano bahkan terus menggosok bibirnya padahal noda lipstik itu sudah hilang.
Andre tak bisa berkata-kata lagi melihat kelakuan konyol Vano.
"Bagaimana persiapan acara Tanaka Auto tech?" Vano seolah mengganti topik pembicaraan.
"Masih dalam proses, lagi pula acaranya masih lama. Sepertinya kau sangat bersemangat dengan projek ini, padahal biasanya sebesar apapun event yang ada di hotel ini kau tak pernah sekalipun turun tangan." Andre merasa heran kenapa Vano sangat perduli dengan hal sekecil ini.
Tiba-tiba ponsel Vano berdering.
"Ya sudah, aku kembali ke ruangan dulu," pamit Andre merasa sungkan jika mendengar pembicaraan Vano di telpon. Meskipun ia tak tahu siapa yang menelpon Vano.
"Iya ma? Ada apa?"
"Vano, apa Bella sudah memberitahu tentang rencana bulan madu kalian kan?"
"Iya sudah ma," jawab Vano malas.
"Baguslah kalau begitu, mama sudah menyiapkan tiket untuk kalian. Kosongkan jadwal akhir bulan ini," ucap Mama Erika penuh penegasan.
"Akhir bulan? Apa tidak bisa di undur? Vano tidak bisa." tolak Vano.
"Kenapa tidak? Pokoknya mama gak mau tahu, mama sudah menyiapkan semuanya. Kamu dan Bella hanya perlu persiapkan diri," Mama Erika langsung menutup panggilannya.
"Shit! Apa lagi ini?!" Vano yang kesal menggebrak meja yang ada di hadapannya.
-
-
"Terimakasih ya ma," Bella memeluk mama Erika, ketika mama Erika memutuskan panggilan telpon.
"Maafkan Vano ya sayang, kamu pasti menderita karena dia," Mama Erika mengelus pipi Bella dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Tidak ma, Bella bahagia menikah sama kak Vano. Kak Vano hanya butuh waktu untuk bisa menerima Bella."
"Mama akan dukung kamu terus Bella."
"Ma, sebenarnya ada yang mengganjal di hati Bella." Bella mencoba menyampaikan keresahannya.
"Apa itu? Katakanlah!" Mama Erika menjadi penasaran.
"Elana... Jika Elana tinggal bersama Bella dan kak Vano, maka Kak Vano tidak ada alasan untuk menemui Vanya lagi."
"Elana?" mama Erika terkejut saat Bella menyebut nama Elana.
Bella mengangguk, "Apa Mama mau bantu bujuk Elana agar mau tinggal bersama kami."
"Maaf Bella tapi..." belum sempat mama Erika melanjutkan perkataannya.
Bella menggenggam erat tangan mama Erika, memohon dengan tatapan sendu. "Bella mohon ma... Walau bagaimanapun Elana darah daging kak Vano, itu artinya ada darah mama mengalir di sana. Mama boleh saja membenci Vanya, tapi Elana tidak tahu apa-apa. Dengan Elana tinggal dengan kami, maka Kak Vano tidak akan ada kesempatan untuk menemui Vanya,"
"Beri mama waktu untuk berpikir." membayangkannya saja sudah membuat mama Erika pusing.
"Tentu ma, silahkan mama pikirkan baik-baik."
"Setelah pulang bulan madu mama akan kasih kamu jawaban, sekarang kamu fokuslah pada bulan madu kalian," meski tak yakin, mama Erika akan mengusahakannya untuk Bella.
"Baik ma.. Terimakasih banyak," Bella memeluk erat mama Erika.
"Lihatlah Vanya!! sebentar lagi akan banyak sekali kejutan untuk kamu." Bella tersenyum licik.
-
-
Vanya merasa kelelahan setelah berkeliling di pabrik yang lumayan besar itu, Ia memijat kakinya yang terasa pegal karena seharian berjalan memakai sepatu heels yang cukup tinggi.
Tiba-tiba Ryuji datang dan berjongkok di hadapan Vanya. Tanpa ragu Ryuji membuka sepatu heels Vanya. Ryuji melakukannya dengan lembut dan hati-hati. Ia melihat kaki Vanya yang lecet tanpa ragu mengolesinya dengan salep. Kemudian memasangkan sendal tidur yang empuk dan nyaman.
"Maaf Vanya... seharusnya saya lebih peka sejak awal," ucap Ryuji merasa bersalah.
"Tidak masalah pak, saya terbiasa memakai sepatu seperti ini setiap hari," Vanya meyakinkan, kalau dirinya baik-baik saja.
"Mulai besok pakailah alas kaki yang membuatmu nyaman, jangan pernah memaksakan jika itu menyakitimu," ucapnya kemudian berdiri.
Vanya terdiam, "ini tentang sepatu kan?" gumamnya lirih.
"Karena pekerjaan sudah selesai, sebaiknya kita pulang sekarang. Elana pasti sudah menunggumu di rumah."
"Baik pak," Vanya hanya menurut.
Mereka pun melanjutkan perjalanan untuk pulang, walaupun dengan waktu yang cukup lama karena jalanan ibukota sangatlah macet.
"Terimakasih untuk hari ini Vanya."
"Itu memang sudah menjadi pekerjaan saya pak, kalau begitu saya pamit," Vanya turun dari mobil Ryuji.
"Vanya tunggu! Ini hadiah untuk Elana," Ryuji memberikan sebuah paper bag pada Vanya.
"Tidak perlu pak," Tolak Vanya halus.
"Anggap saja sebagai permintaan maaf saya, karena telah mengambil banyak waktu maminya Elana," ucap Ryuji tulus.
Vanya tersenyum tidak menyangka Ryuji berpikir sejauh itu.
"Terimakasih banyak pak," Vanya pun segera naik ke unit apartemennya. Ia begitu rindu Pada Elana.
"Setiap hari kamu lembur selarut ini?" Ternyata Vano sudah berada di apartemen Vanya.
"Tidak ada urusannya sama kamu," jawab Vanya acuh.
"Apa jangan-jangan kamu lembur di tempat lain?" selidik Vano.
"Kalaupun iya, seharusnya tidak ada masalah denganmu."
"Aku bisa menggajimu 10 kali lipat, asal kamu berhenti kerja dengan Ryuji," Vano memberikan penawaran.
"Kamu mau menjadikanku sebagai simpanan?" Vanya tersenyum getir.
"Vanya... Apa aku sudah tidak berarti untukmu?" Vano heran dengan sikap Vanya yang selalu saja berubah-ubah setiap kali bertemu.
"Harusnya aku yang bertanya begitu. Kamu hanya bisa menilai ku dengan nominal uang!" Vanya tersinggung dengan penawaran yang Vano berikan.
"Bukan begitu maksudku," Vano merasa bersalah karena salah bicara.
"Vano, hubungan kita telah berakhir. Tidak ada lagi ikatan di antara kita. Kamu telah memilih jalanmu sendiri, begitupun dengan aku. Aku akan memilih jalanku sendiri. Jangan pernah ada ketergantungan lagi di antara kita. Dan sekarang kamu milik Bella, aku tidak mau merebut milik oranglain," kata-kata itu terlontar begitu saja dari bibir Vanya. Kali ini Vanya harus tegas, dan anggap kejadian kemarin sebagai kekhilafan dan Vanya tak ingin mengulanginya lagi.
"Vanya kamu salah paham, aku bahkan belum menyentuh Bella," jawabnya jujur.
"Sekalipun kamu berbohong, aku tidak perduli!"
"Aku tidak pernah berbohong soal perasaan," ucap Vano serius sambil terus menatap manik mata Vanya.
***
Jangan lupa like dan komen yaa....
lari vanya.. lari.... larilah yg jauh dr vano n org2 di sekitaran vano pd gila semua mereka