Terpaksa Menjadi Pengganti Kembaranku

"Ada apa menghubungiku?"

Angelika bertanya dengan nada tidak bersahabat sesaat setelah ia melihat id pemanggil pada layar ponselnya yang berbunyi hanya menampilkan satu huruf saja 'A' dan menerima panggilan.

"Aku sudah menghubungimu berulang kali-" suara protes Angelina segera terdengar dari ponsel Angelika begitu ponsel itu menempel di telinganya.

"Ya, lalu?" potong Angelika cepat.

"Aku ingin tahu bagaimana keadaan ibuku. Aku tidak bisa menghubungi ibuku sama sekali sejak menggantikanmu di sini," jawab Angelina mengeluh.

"Aku juga selalu kesulitan setiap kali menghubungimu. Kapan kamu kembali?"

"Aku akan kembali saat aku ingin," jawab Angelika tanpa beban.

"Kamu tidak bisa bersikap seenaknya saja seperti ini, Angelika. Ini sudah terlalu lama. Berapa banyak lagi kebohongan yang harus aku lakukan?" keluh Angelina.

"Itu urusanmu, bukan urusanku. Jika kamu ingin berhenti, lakukan saja, tapi aku tidak menjamin kamu akan bertemu ibumu lagi," jawab Angelika.

"..."

Hening. Hanya suara hembusan napas kasar yang sempat Angelika dengar melalui ponselnya. Dan ia tahu, Angelina tengah meredam emosinya sendiri, cukup untuk membuat dirinya sedikit terhibur.

"Aku akan menghubungi orangku agar membiarkanmu berbicara dengan ibumu," ucap Angelika.

Aku masih membutuhkannya. Jika dia pergi, maka aku terpaksa kembali ke rumah itu lagi, berurusan dengan ibu dan adiknya lagi, juga bocah itu...

Angelika menggeleng kuat, menolak untuk pulang dalam waktu dekat. Ia masih ingin bersenang-senang tanpa memikirkan waktu kapan harus kembali ke rumah, melakukan semua yang ia suka tanpa batasan, dan tanpa harus berpura-pura bersikap manis pada putranya setiap kali ia berada di depan suaminya.

"Tapi, kamu harus tetap di sana sampai aku kembali," ucap Angelika lagi.

'Apakah... Saat kamu kembali nanti kamu akan pulang berasamaku untuk menemui Ibu?" tanya Angelina.

"Ya," jawab Angelika. "Asalkan kau tetap menggantikanku selama aku belum kembali."

"..."

Kembali hening, tetapi Angelika tahu, saudara kembarnya itu tengah mempertimbangkan apa yang ia minta dan ia juga tahu Angelina tidak memiliki pilihan.

"Baiklah."

"Sudah kuduga." batin Angelika menyeringai tipis.

"Tapi, bisakah kamu katakan padaku apa yang sedang kamu lakukan di sana? Dan mengapa kamu harus meninggalkan suami dan putramu? Kamu bisa saja meminta ijin suamimu jika ingin pergi bukan?" tanya Angelina.

"Cukup lakukan apa yang ku minta dan jangan banyak bertanya," jawab Angelika mulai kesal. "Aku akan kirimkan nomor yang bisa kau hubungi jika kau ingin berbicara dengan ibumu, pastikan saja tidak ada yang tahu tentang ini."

Angelika memutus panggilan begitu saja tanpa menunggu jawaban, menghempaskan tubuhnya di sofa apartemen Dean, dan membiarkan ponselnya tergeletak di sampingnya diakhiri hembusan napas kasar.

Kalimat terakhir yang Angelina ucapkan mau tak mau mulai mengganggu pikirannya, menciptakan kilasan singkat masa lalu ketika ia dan suaminya pertama kali bertemu.

Dalam sebuah acara pesta di rumah relasi bisnis keluarganya, Angelika datang bersama kedua orang tua angkatnya, kedua orang tua yang begitu menyayanginya layaknya putri kandung. Keluarga Sinnata. Dan secara kebetulan, keluarga Sylvain juga hadir di acara pesta itu. Yang mana Leon datang beserta keluarganya dan menjadi awal dari pertemuan dua keluarga itu.

Pada awalnya, semua berjalan normal. Kedua keluarga itu saling berbincang tentang bisnis, hal-hal ringan tentang keseharian, dan sampai ke putra putri mereka.

Angelika yang saat itu memilih memisahkan diri dari kedua orang tuanya dengan alasan tidak menyukai pembahasan bisnis jelas tidak mengetahui tentang apa saja yang mereka bicarakan, termasuk Leon sendiri yang juga memilih menjauh dari pembahasan bisnis lantaran sudah lelah bekerja sepanjang hari dan memilih tempat yang lebih sepi.

Area kolam renang menjadi tempat bagi Angelika menjauh dari kerumunan orang ketika melihat tempat itu sedikit sepi. Berdiri beberapa langkah dari kolam dengan minuman di tangan, dan itulah yang menjadi awal insiden itu terjadi.

Tepat saat kedua orang tua Angelika berjalan kearahnya bersama kedua orang tua Leon, salah satu tamu berjalan dengan tergesa hingga ia menabrak salah satu pelayan. Tubuhnya yang tidak siap dengan hal itu terhuyung, hingga tamu itu menabrak Angelika yang kebetulan berdiri di sana.

Naasnya, Angelika justru jatuh ke kolam renang dan membuat acara pesta malam itu berubah ricuh seketika. Terutama setelah ibu Angelika menjerit panik dengan satu kalimat yang membuat ketegangan meningkat.

"Tolong! Putriku tidak bisa berenang!"

Teriakan itu sukses membuat para tamu lain bergegas mendekat, bersiap untuk menolong. Hingga salah satu tamu menceburkan diri ke kolam dan menarik Angelika ke tepi, membantu Angelika keluar dari kolam serta menutupi tubuh basah Angelika menggunakan handuk yang diberikan tuan rumah.

Dari insiden itulah awal ia mengenal sosok Leonardo. Penolongnya yang ternyata adalah putra pertama dari keluarga Sylvain. Dan sejak malam itu jugalah Leon sering datang menemuinya, mengajaknya keluar meski sekedar untuk makan malam.

Semua berjalan alami, saat itu Angelika juga mengakui ketampanan seorang Leonardo, tetapi ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap pria itu.

Dan ketika pria itu tiba-tiba melamarnya, ia tidak bisa menolak. Kedua orang tuanya yang menginginkan pewaris membuat dirinya memikirkan cara untuk tetap bisa melakukan kebiasaan buruknya untuk bersenang-senang di luar rumah. Hingga ia menjadikan pernikahan sebagai tameng dengan memanfaatkan cinta Leon.

Angelika akhirnya melahirkan seorang putra satu tahun setelah pernikahan. Sayangnya, hal itu tidak membuat kebebasan di dalam dirinya menghilang. Bahkan saat ibu mertua serta adik iparnya memergoki dirinya bersama pria lain, ia bisa dengan mudah membuat Leon tetap percaya padanya. Dan semua yang ia lakukan masih tertutup rapat hingga kini.

"Haahh..."

Angelika menghembuskan napas panjang, menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa dan meletakkan satu tangan ke dahinya dengan mata terpejam, hingga ia tidak menyadari pintu apartemen Dean terbuka diikuti sosok Dean yang melangkah masuk dengan buket bunga di tangan.

Dean tersenyum kala melihat Angelika duduk di sofa, membawa langkahnya mendekat pada wanitanya, lalu berdiri tepat di depan Angelika.

"Apakah kamu bersenang-senang hari ini?" tanya Dean.

Alih-alih memberikan jawaban, Angelika justru memasang wajah masam setelah menurunkan tangan dari dahinya, dan melontarkan pertanyaan yang tidak pernah Dean duga.

.

.

.

Angelina menurunkan ponsel dari telingannya kala panggilan yang ia lakukan diputuskan secara sepihak tanpa mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Hembusan napasnya terdengar berat, seakan ada sesuatu yang menghimpit paru-parunya dan menghalangi dirinya untuk bernapas. Pikirannya penuh dengan ibu dan saudara kembarnya.

Hingga ia tidak menyadari, ada seseorang yang sudah berdiri di balik pintu kamar yang sedikit terbuka, mendengar semua yang Angelina ucapkan. Sesaat kemudian, pintu kamarnya terbuka, membuat Angelina berbalik cepat untuk melihat siapa yang datang.

. . . .

. . . .

To be continued...