Shirayuki Sakura adalah dunia fantasi medieval yang bangkit di bawah kepemimpinan bijaksana Araya Yuki Yamada. Kisah intinya berpusat pada Ikaeda Indra Yamada ("Death Prince") yang bergumul dengan warisan gelap klannya. Paradoks muncul saat Royal Indra (R.I.) ("Destroyer") dari semesta lain terlempar, menyadari dirinya adalah "versi lain" Ikaeda. R.I. kehilangan kekuatannya namun berperan sebagai kakak pelindung, diam-diam menjaga Ikaeda dari ancaman Lucifer dan trauma masa lalu, dibantu oleh jangkar emosional seperti Evelia Namida (setengah Gumiho) dan karakter pendukung lainnya, menggarisbawahi tema harapan, kasih sayang, dan penemuan keluarga di tengah kekacauan multidimensi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KINGSGUARDS : RIANA AGATHA' THE PROFESSIONAL IN SOLVING PUZZLES
Senja merayap, memulas langit Insomnia dengan jingga keemasan. Di dalam perpustakaan pribadi kediaman megah keluarga Agatha, Raina Agatha, dengan jubah berkerudung yang elegan, menyentuh lembut gulungan perkamen kuno. Aroma buku tua dan lilin yang meredup menciptakan suasana yang tenang, kontras dengan hiruk pikuk kota di luar.
Raina, adik dari penguasa abadi Insomnia, Riana Agatha, tidak menghabiskan waktunya dalam kemewahan istana. Sejak belia, kecerdasannya yang luar biasa dan dahaga akan pengetahuan mendorongnya melampaui batas-batas ibu kota yang maju. Ia adalah seorang penjelajah, seorang analis, dan seorang pemecah teka-teki yang ulung.
Malam itu, ia meneliti sebuah peta kuno yang baru saja ia dapatkan dari ekspedisi terbarunya ke perbatasan utara. Peta itu, penuh dengan simbol-simbol yang samar, konon menunjukkan letak "Nadi Sang Benua," sebuah sumber energi misterius yang hilang ribuan tahun silam.
Tiba-tiba, suara langkah kaki yang teratur mendekat. Siluet seorang wanita tinggi dengan aura kekuasaan yang tak terbantahkan berdiri di ambang pintu.
"Adikku, kau masih saja berkutat dengan misteri yang tak terpecahkan. Keheningan perpustakaanmu ini selalu terasa paling damai di seluruh istana," ujar wanita itu, suaranya tenang namun mengandung otoritas.
Raina tersenyum tipis tanpa mengalihkan pandangan dari peta. "Kakak, Insomnia berutang banyak pada pemecahan misteri, bukan kemewahan, dan peta ini menyimpan teka-teki yang jauh lebih penting daripada laporan-laporan birokrasi biasa."
Wanita itu melangkah mendekat, matanya yang tajam menyapu simbol-simbol di peta. "Nadi Sang Benua. Legenda yang hampir kulupakan. Mengapa tiba-tiba kau begitu tertarik?"
"Simbol-simbolnya mulai berkorespondensi dengan pola bintang tertentu yang kulihat di reruntuhan terakhir," jelas Raina, menunjuk sebuah rasi bintang yang terukir samar. "Ini bukan lagi legenda, Kakak. Ini adalah kode yang menunggu untuk dipecahkan. Dan jika sumber energi ini jatuh ke tangan yang salah, keseimbangan Shirayuki Sakura bisa terancam."
Wanita itu mengangguk, sorot matanya menunjukkan pemahaman dan kepercayaan penuh. Sebagai Penguasa Abadi Insomnia, Riana Agatha mengandalkan kecerdasan adiknya dalam masalah yang membutuhkan wawasan mendalam dan pandangan jangka panjang.
"Apa yang kau butuhkan?" tanyanya.
"Aku perlu akses ke catatan kuno tentang arsitektur portal kuno dari Era Pertama," jawab Raina. "Hanya dirimu yang memiliki kunci ke Ruang Arsip Terlarang. Simbol kunci di sini..." Ia menunjuk sebuah ukiran kecil di sudut peta, "...bertepatan dengan konfigurasi gerbang masuk kuno. Ini bukan lokasi, Kakak, melainkan mekanisme pembuka."
Wanita itu tersenyum bangga. "Hanya dirimu, Raina, yang akan melihat mekanisme di balik misteri, alih-alih harta karun. Akan kuatur agar kau dapat masuk. Namun, kau harus berhati-hati. Ruang itu dijaga oleh mantra yang telah berabad-abad tak tersentuh."
"Kewaspadaan adalah nama tengahku, Kakak," sahut Raina, menarik kerudungnya sedikit ke depan, wajahnya menunjukkan tekad seorang petualang. "Demi perapian dan rumah, Insomnia harus tetap aman."
Beberapa hari kemudian, di luar gerbang kota, dalam bayangan hutan yang lebat, Raina sedang mengamati sebuah monumen batu yang setengah terkubur. Pakaiannya yang praktis, jubah hitam bergaris merah, dan tas kulit samping yang penuh catatan, adalah seragamnya sebagai penjelajah.
Bersamanya ada dua sosok, seorang pria yang selalu bersemangat dan seorang wanita yang selalu penuh perhitungan, sahabat-sahabat karibnya. Mereka baru saja menyelesaikan perdebatan sengit tentang rute terbaik.
"Jalur yang kurencanakan lebih efisien, memangkas dua hari perjalanan," ujar suara seorang wanita dengan nada tegas.
"Tapi risikonya terlalu tinggi! Ada jurang yang curam di sana!" sahut suara pria, penuh keberatan.
Raina menarik napas, dengan tenang menempatkan dirinya di antara mereka. Ia adalah penengah alami, pribadi yang tenang dan analitis.
"Dengarkan aku," ucap Raina, suaranya lembut namun penuh bobot. "Jalur yang kau usulkan memang lebih cepat, namun risikonya tidak sebanding dengan waktu yang kita hemat. Dan jalur yang kau usulkan terlalu memutar dan membuat kita rentan. Kita tidak sedang terburu-buru; kita sedang mencari kebenaran. Bukankah begitu?"
Ia kemudian menunjukkan sebuah lintasan yang ia gambar di gulungan kulit. "Kita akan ambil jalur tengah, menyusuri sungai tua. Kita mungkin akan menemui beberapa kesulitan, namun sungai selalu menjadi petunjuk peradaban. Kita akan memecahkan teka-teki ini secara perlahan, langkah demi langkah, seperti memecahkan kode rune."
Wanita itu mengangguk, tampak puas dengan kompromi yang logis. Pria itu tersenyum lega, menghargai kebijaksanaan Raina.
"Aku selalu mengandalkanmu untuk melihat di luar perdebatan kami," ujar pria itu tulus.
"Jangka pendek selalu bising, namun pandangan jangka panjang memberikan kejelasan," balas Raina, kembali menatap monumen batu di depannya. Monumen itu adalah teka-teki selanjutnya. Di dasarnya, terukir sebuah lubang kunci yang tidak berbentuk biasa.
Ia mengeluarkan sebuah liontin kuno yang ia temukan di Ruang Arsip Terlarang—hadiah dari kakaknya, Riana. Liontin itu persis cocok dengan bentuk lubang kunci di monumen tersebut.
Saat liontin itu masuk, monumen batu itu bergetar. Tanah di sekitarnya perlahan ambles, menampakkan sebuah tangga spiral yang gelap, menuju ke kedalaman bumi.
"Inilah gerbangnya," bisik Raina, memegang obornya erat-erat. "Kunci mekanismenya, bukan lokasinya. Sumber Nadi Sang Benua ada di bawah sana. Mari kita hadapi teka-teki terakhir ini. Untuk Insomnia, dan untuk rumah."
Ia memimpin, dengan langkah mantap dan tanpa rasa gentar. Raina Agatha, adik dari Penguasa Abadi, kini melangkah menuju misteri yang akan menentukan masa depan Benua Shirayuki Sakura.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Lorong spiral di bawah monumen kuno terasa dingin, lembap, dan berbau lumut tua. Raina memimpin, obor di tangannya memantulkan cahaya jingga yang menari-nari di dinding batu yang dihiasi ukiran kuno. Di belakangnya, dua sosok yang setia mengikutinya. Mereka menuruni tangga selama beberapa waktu, keheningan hanya dipecahkan oleh suara langkah kaki dan tetesan air.
"Aku bisa merasakan energi aneh dari bawah sana," bisik suara seorang wanita, penuh kehati-hatian. "Energi yang sangat murni, hampir seperti napas kehidupan itu sendiri."
"Itulah yang kita cari," balas Raina dengan suara pelan. "Nadi Sang Benua. Sumber energi vital yang diyakini hanya mitos. Keberadaannya menjelaskan mengapa peradaban kuno mampu mencapai puncak kejayaan sebelum tiba-tiba runtuh."
Mereka akhirnya mencapai dasar, memasuki sebuah ruangan bundar yang luas, diterangi oleh kristal-kristal bercahaya samar di langit-langit. Di tengah ruangan, terdapat sebuah kolam air jernih yang memancarkan cahaya biru lembut—sumber energi itu. Namun, kolam itu dilindungi oleh sembilan pilar batu besar yang tersusun melingkar, masing-masing memiliki lempengan batu dengan ukiran simbol unik.
"Ini bukan harta karun yang mudah diambil," ujar Raina, matanya memindai susunan pilar. "Ini adalah sistem pengamanan, teka-teki terakhir yang melindungi sumber energi ini."
Seorang pria di sampingnya mencoba mendekati kolam, namun dihalangi oleh dinding tak terlihat yang bergetar pelan. "Tidak bisa ditembus," katanya, frustrasi. "Kita harus mematikan pelindungnya."
Raina melangkah ke lempengan batu pertama. Ia mengeluarkan buku catatannya yang lusuh, membandingkan simbol-simbol di pilar dengan salinan rune yang ia ambil dari Ruang Arsip Terlarang di Insomnia.
"Sistemnya... ini adalah kunci harmonisasi," gumam Raina. "Sembilan pilar ini melambangkan sembilan elemen dasar yang diyakini oleh leluhur kita. Jika kita menekan simbol-simbol ini dalam urutan yang salah, pelindung akan mengunci total dan mungkin menghasilkan reaksi yang merusak."
"Lalu, apa urutannya?" tanya wanita itu, suaranya tegang.
Raina menarik napas, memejamkan mata sejenak, mengingat kembali konfigurasi rasi bintang yang ia lihat pada peta kuno. "Peta itu... peta itu bukan hanya penunjuk lokasi, tapi juga petunjuk waktu. Urutan yang benar harus didasarkan pada siklus alam: dari Kebangkitan, Pertumbuhan, Keseimbangan, hingga Keheningan."
Ia mulai menekan lempengan batu. Pertama, simbol Matahari Terbit (Kebangkitan). Lalu, simbol Akar Pohon (Pertumbuhan). Namun, saat ia menyentuh simbol ketiga, Air Tenang (Keseimbangan), dinding pelindung bergetar hebat, mengeluarkan suara dengungan keras. Raina segera menarik tangannya.
"Ada yang salah!" seru pria itu. "Getarannya hampir merobohkan lorong!"
Raina merasakan sakit kepala yang menusuk, akibat energi yang tidak selaras. Ia mundur selangkah, menatap pilar-pilar itu dengan mata menyipit. "Keseimbangan... Itu terlalu sederhana untuk leluhur kita. Mereka tidak menyukai kesederhanaan."
Tiba-tiba, bayangan seorang wanita yang familiar muncul di ujung lorong, memancarkan aura tenang yang langsung meredakan getaran di udara. Itu adalah kakaknya, Riana Agatha, Penguasa Abadi Insomnia.
"Aku merasakan fluktuasi energi yang kuat, Adikku," ujar Riana, suaranya bergaung pelan. "Kau hampir mengaktifkan mekanisme pertahanan otomatis. Ingatlah pelajaran kita tentang Falsafah Raja Abadi."
Raina menoleh, matanya berbinar menyadari petunjuk itu. "Falsafah... 'Keseimbangan sejati dicapai melalui persatuan, bukan keheningan.' Tentu saja!"
Ia kembali ke pilar, tangannya dengan yakin menekan simbol pertama dan kedua, lalu beralih ke pilar yang berbeda.
"Kakak, elemen yang kau sebut Keseimbangan... itu bukanlah Air Tenang," kata Raina sambil menekan simbol Dua Tangan Berpegangan di pilar yang lain. "Itu adalah Ikatan. Persatuan. Keseimbangan Sosial yang Insomnia junjung tinggi."
Begitu ia menekan simbol Ikatan, dinding tak terlihat itu meredup, mengeluarkan kilatan cahaya biru, lalu benar-benar menghilang. Kolam bercahaya biru itu kini terbuka.
Riana mengangguk dari kejauhan, sorot bangga terpancar dari matanya. "Hanya seorang Agatha yang akan memahami bahwa hukum dan keadilanlah yang menjadi dasar keseimbangan alam."
Raina mendekati kolam itu, membiarkan cahaya biru yang hangat menyentuh wajahnya. Ia tidak mengulurkan tangan untuk mengambil atau memilikinya.
"Kita tidak mengambil Nadi Sang Benua," ujar Raina kepada kedua sahabatnya. "Kita menjaganya. Kita akan membangun penyegelan baru, dengan mekanisme yang lebih aman, dan memastikan sumber energi ini hanya bisa diakses oleh mereka yang memahami pentingnya keseimbangan, sebagaimana yang dianut oleh Insomnia."
Ia mengeluarkan alat pemetaan kristal yang ia bawa, mulai merekam konfigurasi energi kolam, dan merancang rune untuk segel pengaman baru. Kedua sahabatnya, kini penuh rasa hormat, mulai membantu mempersiapkan segel. Raina Agatha telah memecahkan teka-teki, bukan untuk kemuliaan pribadi, tetapi untuk menjamin masa depan 'Perapian dan Rumah' mereka.
Di dalam ruang bawah tanah, Raina Agatha dan kedua sahabatnya bekerja tanpa lelah. Cahaya biru dari Nadi Sang Benua menyinari proses rumit pembangunan segel baru. Raina, dengan ketelitian seorang ilmuwan dan pandangan seorang ahli strategi, memimpin penempatan kristal penyalur energi dan pengukiran rune pengaman yang baru, lebih kompleks, dan lebih stabil.
"Peletakan kristal ketiga harus lebih dalam. Sedikit saja pergeseran akan menciptakan resonansi yang tidak selaras," perintah Raina, mengawasi dengan seksama. "Ingat, stabilitas jangka panjang adalah kunci. Segel ini harus bertahan hingga peradaban berikutnya."
Wanita itu dengan cermat menyesuaikan kristal. "Energinya terasa begitu berat, namun juga begitu menenangkan. Sulit membayangkan para leluhur meninggalkannya begitu saja."
Pria di sisi lain sedang mengukir rune terakhir di lempengan utama. "Mungkin mereka menyadari bahwa kekuatan sebesar ini akan selalu menjadi godaan. Lebih baik menyembunyikannya daripada mempertaruhkannya dalam perang."
"Bukan menyembunyikannya," koreksi Raina lembut, tangannya bergerak cepat merangkai benang sihir yang menghubungkan semua elemen. "Mereka mengamankannya. Mereka meninggalkan teka-teki, bukan jebakan. Mereka percaya bahwa hanya seseorang dengan pemahaman yang mendalam tentang keseimbangan dan hukum alam, yang layak menemukan dan melindunginya."
Setelah beberapa jam, penyegelan selesai. Kolam Nadi Sang Benua kini diselimuti oleh perisai energi yang hampir tidak terlihat, stabil, dan harmonis. Kekuatan yang memancar tidak lagi liar, melainkan terkendali dan berdenyut dengan ritme yang teratur.
Raina menyentuh segel itu, merasakan stabilitas yang baru. Rasa lega dan kebanggaan membanjiri dirinya. Misi telah selesai.
Mereka bertiga berjalan keluar dari lorong, ke tempat monumen batu berada. Cahaya matahari senja menyambut mereka dengan kehangatan. Monumen itu kembali tertutup, seolah tidak pernah ada apa-apa di bawahnya.
Di sana, di bawah langit senja, kakaknya, Riana Agatha, telah menunggu. Riana, yang telah memastikan tidak ada yang mengganggu proses penyegelan adiknya.
"Kau berhasil, Adikku," ujar Riana, suaranya mengandung nada kelegaan yang jarang ia tunjukkan. "Insomnia berutang budi padamu, sekali lagi. Kau telah memastikan sumber daya yang tak ternilai ini aman."
Raina tersenyum, kelelahan namun puas. "Ini adalah tanggung jawabku, Kakak. Untuk Insomnia, untuk Perapian dan Rumah."
Riana memandang wajah adiknya yang kotor oleh debu dan keringat petualangan. "Dalam petualangan ini, dalam pemecahan teka-teki terakhir ini, pelajaran apa yang paling berharga kau dapatkan, Raina?"
Raina menegakkan tubuh, matanya bersinar penuh semangat.
"Aku belajar, Kakak, bahwa teka-teki terpenting di dunia ini bukanlah yang terukir di batu atau yang tertulis di perkamen," jawab Raina, suaranya mantap. "Teka-teki itu adalah tentang perspektif. Aku awalnya mencari kunci untuk membuka. Para leluhur sengaja membuatnya terlihat seperti teka-teki mekanis, membuatku mencari urutan elemen alam."
"Namun, sesungguhnya," lanjut Raina, dengan wajah berbinar, "Kunci sejatinya bukanlah mekanika alam, melainkan filosofi yang mendasari peradaban. Keseimbangan sejati dicapai melalui Ikatan, melalui hukum yang mengatur dan mempersatukan masyarakat. Mereka tidak menguji kecerdasanku, melainkan menguji pemahamanku terhadap prinsip-prinsip yang kau, sebagai Penguasa Abadi, junjung tinggi!"
"Mereka ingin memastikan bahwa siapapun yang menemukan Nadi Sang Benua adalah seseorang yang menghargai ketertiban dan kemanusiaan di atas kekuatan mentah!" tutup Raina, antusiasmenya tidak terbendung.
Riana hanya menghela napas panjang, senyum tipis terukir di bibirnya. Ia melangkah mendekat dan dengan gerakan lembut, mengelus kepala adiknya yang berambut hitam pekat itu.
"Ya, Raina. Kau selalu melihat jauh melampaui simbol-simbol, ke inti dari setiap masalah," ujar Riana. "Itulah sebabnya aku dan Insomnia sangat membutuhkan pandangan jangka panjangmu. Sekarang, sudah waktunya bagi seorang penjelajah cerdas untuk kembali beristirahat."
"Ayo, kita pulang bersama. Aku ingin mendengar seluruh detailnya saat kita melewati gerbang kota. Aku sudah menyiapkan makanan hangat di istana."
Raina mengangguk senang, rasa lelahnya sirna digantikan oleh kehangatan persaudaraan. Ia melangkah bersama kakaknya, meninggalkan monumen dan misteri di belakang mereka.
Setelah Nadi Sang Benua diamankan, Benua Shirayuki Sakura memasuki era baru stabilitas dan kemakmuran yang terbarukan. Insomnia, di bawah kepemimpinan Riana Agatha, semakin teguh sebagai mercusuar peradaban. Raina Agatha, sang adik, terus menjadi cahaya yang berharga, seorang penjelajah yang mencari bukan harta, melainkan kebenaran, seorang analis yang melihat di balik tirai misteri. Ia kembali ke perpustakaan pribadinya, namun kini, dengan pandangan yang lebih luas, dan pemahaman yang lebih dalam, bahwa teka-teki terbesar di dunia tidak terukir di batu, melainkan terletak pada kebijaksanaan hati dan prinsip yang teguh. Raina Agatha, sang pahlawan pendiam, telah memastikan bahwa demi perapian dan rumah, masa depan Insomnia akan tetap terjamin.