Alur cerita ringan...
Dan novel ini berisi beberapa cerita dengan karakter yang berbeda-beda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arran Lim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Suasana ruang interogasi sontak membeku begitu nama Angelina keluar dari mulut nyonya Amanda.
Nicholas membeku di kursinya, matanya melebar, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
“Ma... Mama bilang apa barusan? Angelina?” suara Nicholas tercekat.
Nyonya Amanda menunduk, kedua tangannya bergetar hebat. Air mata jatuh satu per satu, menghiasi wajahnya yang pucat.
“Ya Tuhan... Mama sendiri nggak percaya. Tapi mama hafal betul mobil itu... itu mobil barunya Angelina.” ucapnya lirih.
Nicholas sontak mengepalkan tangannya begitu kuat hingga buku jarinya memutih. Amarah menyesakkan dadanya.
“Beneran yang nyuruh kamu perempuan ini?” suara Nyonya Amanda meninggi sambil menunjuk foto Angelina di ponselnya.
“Benar, Bu.” jawab pelaku tanpa keraguan.
Jason yang sejak tadi hanya diam langsung mengernyit. “Angelina siapa?” tanyanya bingung, tak mengenal sosok yang dimaksud.
Nicholas menoleh cepat, wajahnya merah padam. “Dia sepupu jauh gue! Sepupu jauh yang selalu seenaknya. Gue tahu dia tertarik sama gue... jelas banget sekarang—dia nyakitin Anna biar Anna nggak bisa bareng gue!” suaranya penuh amarah.
Nicholas lalu menoleh tajam ke arah polisi. “Pak, tolong langsung cek plat nomor mobil itu. Buat bukti nanti biar bisa nangkep Angelina!” desisnya penuh emosi.
Polisi mengangguk, segera keluar dari ruangan untuk mencari data.
Beberapa menit kemudian, ia kembali sambil membawa map tebal berisi rekaman tambahan dari CCTV.
“Kami sudah tarik data dari tiga kamera berbeda. Di semua rekaman, mobil yang digunakan sama persis. Plat nomor cocok dengan data kepemilikan. Atas nama—Angelina.” ucap polisi tegas.
Ruangan mendadak terasa semakin pengap. Nicholas menunduk, rahangnya mengeras, tubuhnya gemetar menahan amarah yang sudah di ubun-ubun. Tanpa sepatah kata pun, ia berdiri lalu melangkah cepat keluar dari ruangan.
“NICHOOO!!!” teriak Nyonya Amanda panik, mencoba mengejarnya.
Jason langsung bergerak sigap, menatap polisi dengan tatapan penuh tekanan. “Pak, langsung keluarkan surat penangkapan.” katanya singkat sebelum akhirnya bergegas menyusul Nicholas yang sudah menghilang di balik pintu.
***********
Di kediaman keluarga Angelina, suasana kamar putri tunggal itu terasa mewah sekaligus tenang. Di atas ranjang empuknya, Angelina tengah bersantai dengan wajah sumringah, seakan dunia baik-baik saja dan tidak ada kesalahan besar yang baru saja ia lakukan. Dua petugas salon sibuk merapikan kuku-kukunya, sementara ia terus tersenyum puas, menikmati kenyamanan.
Namun ketenangan itu buyar seketika.
BRAKK!!!
Pintu kamar terbuka keras hingga menimbulkan suara dentuman. Angelina terlonjak kaget, matanya melebar begitu mendapati sosok Nicholas masuk dengan wajah membara. Lebih mengejutkan lagi, di belakang Nicholas berdiri ayah dan ibunya, disertai tatapan murka yang sulit diartikan.
“Nichoo! Kamu ini apa-apaan?!” bentak ayah Angelina, wajahnya memerah menahan marah. “Sekalipun kamu keponakan istri Uncle, bukan berarti kamu bisa seenaknya masuk ke kamar Angelina!”
Namun Nicholas sama sekali tidak memedulikan ucapannya. Dengan langkah cepat ia menghampiri Angelina. Tatapannya tajam, penuh amarah yang membara. Tanpa banyak kata, tangannya melayang keras ke pipi Angelina. Suara tamparan itu menggema di kamar yang mewah itu, meninggalkan bekas merah di wajah sang wanita, bahkan membuat sudut bibirnya pecah berdarah.
Semua orang di ruangan itu membeku. Kedua pekerja salon menutup mulut mereka dengan tangan, nyaris menjerit. Ayah Angelina melangkah maju dengan wajah murka, hendak menghajar Nicholas. Namun langkahnya tertahan saat Jason muncul dan menahan tubuhnya dengan kuat.
Nicholas tidak berhenti sampai di situ. Ia kembali mendekat, tangannya meraih leher Angelina lalu mencekiknya tanpa ampun. Wanita itu meronta, wajahnya memucat karena kekurangan oksigen. Sesak napas membuat matanya terbelalak, tubuhnya bergetar hebat. Seandainya nyonya Amanda tidak cepat menghentikan Nicholas, mungkin nyawa Angelina sudah terenggut saat itu juga.
Begitu cengkeraman itu dilepaskan, Angelina terhuyung lalu terbatuk keras, berusaha menghirup udara sebanyak-banyaknya.
“NICHOLAS!!!” teriak nyonya Marissa histeris, wajahnya pucat pasi.
Namun Nicholas tak menghiraukan. Ia hendak kembali menampar, tapi kali ini nyonya Amanda menahan tangan putranya dengan tegas.
“MAAA!!!” teriak Nicholas geram, matanya merah penuh amarah.
Nyonya Amanda menatap putranya lekat-lekat, lalu dengan suara berat menahan emosi, ia berkata, “Tenangin diri kamu, Nak. Mama nggak mau kamu berubah jadi pembunuh.” Perlahan ia mendorong tubuh Nicholas menjauh dari Angelina.
Kini giliran tatapan nyonya Amanda beralih kepada Angelina. Matanya tajam menusuk, suaranya dingin bagai pisau.
“Angel... selama ini Tante selalu melihatmu sebagai anak yang baik. Tapi ternyata kamu jauh dari kata baik.”
“Apa maksud kamu, Manda?!” nyonya Marissa membela putrinya, wajahnya tak terima.
Nyonya Amanda menghela napas, lalu menoleh menatap sahabatnya itu dengan sorot kecewa. “Anakmu menyuruh orang untuk membunuh calon menantuku. Dan sekarang calon mantuku keadaannya kritis.”
Kata-kata itu bagai petir di siang bolong. Ayah dan ibu Angelina terbelalak, sementara Angelina sendiri langsung terpaku tak percaya.
“T-Tante jangan sembarangan ngomong! Saya aja nggak tahu siapa calon menantu Tante!” suara Angelina terdengar gugup, tubuhnya gemetar hebat.
“Kamu nggak bisa mengelak lagi,” tegas nyonya Amanda, tatapannya menusuk tajam. “Ada bukti CCTV, dan orang yang kamu suruh sudah ditangkap polisi. Saat ini dia ada di kantor polisi dan sudah mengaku.”
Angelina membeku. Wajahnya pucat pasi, matanya bergerak gelisah. Ia sama sekali tak menyangka kalau orang suruhannya sudah tertangkap.
“Angelina, apa benar itu?!” tanya sang ayah dengan suara bergetar.
“E-enggak, Pa... Ini salah paham. A-aku nggak—”
Belum sempat Angelina menyelesaikan kalimatnya, seorang pelayan masuk terburu-buru dengan wajah panik.
“Pak, Bu... ada polisi di bawah!”
Jantung Angelina serasa copot. Tubuhnya langsung lemas. Dengan ketakutan, ia berlari ke arah orangtuanya, memeluk mereka sambil menangis.
“Ma... Pa... tolongin Angel! Angel nggak salah! Angel nggak salah!”
Namun Nicholas hanya menatapnya tajam, suaranya dingin menusuk.
“Kamu nggak bakal bisa lari dari hukum. Saya pastiin kamu akan mendekam di penjara, Angel.”
Tatapan Angelina berubah. Dari ketakutan menjadi amarah yang membara.
“Aku nggak bakal kayak gini kalau Kak Nicholas mau kasih aku kesempatan!” jeritnya penuh emosi. “Aku udah berusaha tarik perhatian kakak, tapi kakak nggak pernah noleh sedikit pun! Aku jauh lebih baik daripada sekretaris murahan itu! Dari segimanapun, aku lebih baik! Tapi kakak malah milih dia!”
Jason yang mendengar itu sontak melangkah maju. Rasa marahnya meledak, ia mendorong tubuh Angelina hingga terjatuh, lalu mencengkeram rambut wanita itu kasar.
Namun sebelum tangannya melayang memberi tamparan, polisi masuk ke kamar dengan cepat.
“Mohon tenang, Pak!” ucap salah satu polisi seraya menahan Jason.
Kemudian seorang perwira mengeluarkan selembar kertas resmi. “Surat penangkapan atas nama Nona Angelina sudah keluar. Beliau ditahan atas tuduhan kasus pembunuhan berencana.”
Angelina terisak, tubuhnya gemetar saat kedua tangannya diborgol.
“Untuk wali dari Nona Angelina, harap ikut bersama kami ke kantor polisi,” ucap polisi itu lagi, lalu memberi isyarat pada rekan-rekannya untuk membawa Angelina.
Sebelum pergi, sang perwira sempat menoleh pada Nicholas dan Jason.
“Kami paham amarah Anda, tapi biarkan hukum yang bicara. Jangan bertindak main hakim sendiri. Percayalah, kami akan menangani kasus ini secepatnya.”
Dengan langkah berat, para polisi membawa Angelina yang masih berteriak dan meronta, meninggalkan ruangan yang kini dipenuhi ketegangan dan amarah yang membara.