NovelToon NovelToon
I Became An Extra In My Own Story

I Became An Extra In My Own Story

Status: tamat
Genre:Action / Reinkarnasi / Sistem / Transmigrasi ke Dalam Novel / Masuk ke dalam novel / Transmigrasi / Tamat
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: MagnumKapalApi

karya tamat, novel ini hanya pembentukan world-building, plot, dan lore kisah utama

kalian bisa membaca novel ini di novel dengan judul yang lain.

Karena penulisan novel ini berantakan, saya menulisnya di judul lain.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagnumKapalApi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6 - Menuju Bab 1 Bagian 2 (7)

Aku dan gadis elf itu bergegas melepaskan tali para Sandra bandit.

Masih terasa gemetar, namun aku mencoba tetap tenang. Kami melepaskan para sandra sembari bercengkrama.

“Atuh saya bisa bahasa manusia, tapina ngan sageudik”

Elf khas dunia fantasi, dengan proporsi tubuh montok, dada serta paha yang semok, namun perutnya ramping.

Gadis elf itu berambut hijau panjang, bulu matanya lentik sedikit tatapan welas asihnya, hidung mancung, bibir tipis selembut kain satin. Kulitnya putih, pipinya tirus.

Bahkan alis gadis elf itu halus seperti kapas, alis terhalus yang pernah kulihat.

Telinganya tetap khas elf pada umumnya, bertelinga runcing. Kusebut itu 'caplang'.

“...Cantik, mungkin lebih dari kata cantik jelita.” batinku terpanah asmara, bukan jatuh cinta.

Dengan senyuman, bibirku bergumam.

”...Aku kira kamu gabisa berbahasa manusia.”

Gadis elf menggelengkan kepala. Dadanya memantul mengikuti gerakan tubuhnya.

“Emoh, saya bisa tapi tidak terlalu lancar, karena perbedaan budaya.”

“Anjeun anak manusia pemberani, anjeun siapa?”

Setelah membebaskan sandra, kami duduk berjauhan dengan jasad bandit yang mati secara tragis.

Para sandra elf dan manusia menatapku. Usia mereka tak sama, sandra manusia lebih banyak ibu-ibu yang terlihat masih muda, sedangkan sandra elf aku tidak tahu usia mereka.

Elf dalam gambaran besar premisku, memasang konsep usia yang sama dengan manusia, hanya saja rentang yang sedikit berbeda.

Kebanyakan manusia wafat saat usia mereka enam puluh sampai delapan puluh tahun, beberapa manusia bahkan hidup sampai satu abad lebih. Sedangkan elf wafat dengan rentang tujuh puluh sampai seratus tahun, elf juga dapat hidup sampai dua abad lamanya, tetapi jarang ditemui elf berusia dua ratus.

Umumnya rentang usia elf hanya berkisar satu setengah abad.

Wajah mereka tidak menua, saat usia tiga puluh wajah mereka tetap muda sampai mereka berusia ratusan tahun. Karena alasan ini aku tidak bisa membedakan usia elf.

Masa pertumbuhan elf juga sama dengan manusia didalam novel Pe and Kob, masa kehamilan sembilan bulan, masa bayi hingga balita, anak-anak, remaja, bahkan saat tua.

Kenapa aku membuat konsep seperti ini? Untuk harem James dari berbagai ras fantasy, membuat perbedaan rentang usia yang terlalu jauh akan terasa sangat aneh.

Elf yang hidup sampai berabad-abad jatuh cinta pada remaja manusia, itu seperti nenek-nenek pikun yang merasa dirinya masih remaja.

“Panggil aku Lala, aku hanya anak petani.”

Para sandra manusia menatapku, salah satunya bersuara.

“Kamu masih anak-anak?”

Tentu saja mereka terheran, karena tubuh ini sesuai dengan usianya, tubuh anak-anak berusia sepuluh tahun.

“Ahh aku baru sepuluh tahun, aku sedang kabur dari rumah karena bertengkar dengan orang tuaku.”,

Alasan palsu yang kujelaskan pada mereka, namun ketenangan tak juga hilang dari mereka.

Yang kulihat, para sandra tidak ada yang laki-laki, semuanya perempuan.

“Mungkin mereka akan dijual sebagai budak seks para bangsawan gila...” semburku dalam batin yang tak terdengar oleh siapapun.

Gadis elf itu berbicara, sebagai perantara para elf.

“Nama saya Larasati... Saya teh tidak menyangka manusia juga menculik sesama ras mereka sendiri.”

Nama gadis elf itu, Larasati.

Aku menatap wajah geulis elf itu.

“Euy pisan, neng.” batinku dengan nada Sule Sutisna.

Lalu sandra manusia berbicara.

“Manusia juga ada yang baik dan ada yang jahat, tidak seperti yang kalian kira...” ketusnya menjelaskan.

Bagi para elf ini adalah sudut pandang yang berbeda, wajah dunia yang tak seperti mereka kira.

“Ya itu benar, tak semua manusia jahat.” diriku turut membenarkan.

Waktu terus berjalan, langit sudah tak sama, semakin menjelang sore, dan kami memutuskan untuk tinggal sementara di hutan belantara tentang rencana selanjutnya. Beberapa elf berburu. Dan Larasati menyembuhkan luka sayatan dari bandit yang aku terima.

Senja kini datang. Aku dan Larasati bercengkrama empat mata.

“Para sandra manusia sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi yaa? Desa mereka diserang bandit...” suaraku sedikit bersedih.

“Anjeun betul, mereka kejam dan licik” timpal Larasati “jika para elf tidak disandra, aku tidak mungkin terbelenggu.”

“Anjeun tenang saja, saya akan berbincang pada tetua elf tentang para sandra manusia, mereka akan tinggal di pohon kehidupan. Elf teh bijak dan santun loh...”

Larasati menjelaskan, sedikit ada kebanggaan terhadap rasnya.

Batinku kembali berucap.

“Euleuh-euleuh pisan euy...”

Aku menjelaskan alasan yang sebenarnya pada Larasati. Aku sedang dalam perjalanan menuju gunung Lunagen, mencari daun sirih perawan.

“Hmm, saya bisa membantumu, rerencangan saya ada salah satu tamer.” jelasnya padaku “Saya suruh dia nanti untuk memberikan pet sebagai tunggangan penyelamat kami, sebagai ucapan terimakasih kami.”

Larasati, aku tidak tahu siapa gadis elf montok ini, apakah dia tokoh penting, atau hanya npc sekedar lewat saja.

Rambut hijau panjangnya mengingatkanku pada kartun hewan laut, sebuah adegan seekor ikan tertawa setelah melihat burger berwarna hijau.

Jenaka sekali jika diingat, dunia ini memiliki berbagai warna rambut sebagai ciri khas dunia, rambutku juga berwarna pink seperti Liria.

Dan Senja berganti malam, kami memanggang hasil buruan elf untuk disantap bersama, manusia dan elf, dimataku seperti dunia fantasy tanpa rasisme.

Namun rasisme mungkin saja terjadi di dunia, dari ras yang merasa ras mereka superior.

Melihat ras fantasy membuatku ingin lari dari kenyataan.

“Kabur saja gausah masuk akademi.”

Aku sempat terpikirkan untuk lari dari outline bab satu nanti, namun satu dalam benakku.

Butterfly effect.

Jika aku tidak menjalani kehidupan di outline bab satu, seperti yang sistem itu katakan. Sebagai penulis novel ini, aku tidak tahu apa yang akan menimpaku.

Aku tidak tahu efek samping apa yang terjadi.

Bahkan novel ini sudah berubah sebelum bab satu dimulai.

Para protagonis kecil sudah lebih kuat dari kehidupan mereka di akademi, Ryan yang berasal dari masa depan, entitas Lala sebagai anomali tokoh extra, serta boss akhir Pe and Kob.

Semakin dalam dipikirkan semakin rumit dan semakin bercabang, aku memutuskan mengikuti arus yang akan membawaku, fokus pada yang didepan saja.

Besok pagi, para elf akan kembali ke pohon kehidupan bersama para manusia.

Ingin kutawarkan mereka ke desa Carrington, namun akan rumit jika orang desa tahu aku menuju Lunagen.

Kami tertidur dalam tenda yang dibuat para manusia dan elf untuk bermalam.

Aku tertidur bersama Larasati.

“Dunia ini luas...”

“Seperti di bumi”

“Semua ada sebab dan akibat.”

gumamku dalam batin terdalam.

Tak lagi ingin kupikirkan, aku memutuskan tidur bersama Larasati.

Gadis elf itu sangat menyukai anak-anak, terutama aku adalah perempuan.

Aku tertidur beralaskan dedaunan hutan, memeluk Larasati, menenggelamkan wajahku pada dua buah surgawi milik Larasati.

“Jika aku berbatang, mungkin aku sudah tegang...” pikiranku sebagai pria dewasa kembali bergejolak, sungguh disayangkan, aku seorang perempuan dengan lubang.

1
AI
kata "di" dipisahkan jika menunjukkan tempat, lokasi, atau waktu.
xiang ma'ling sheng: saya catat kak
total 1 replies
AI
Kalau dialog tag itu ditulis didahului tanda koma sebelum tanda petik dan ditulis dengan huruf kecil.

Contoh salah: "Aku lelah." keluhku.

Contoh benar: "Aku lelah," keluhku.
xiang ma'ling sheng: oalahhh, oke catat pak
total 1 replies
AI
tanyaku
AI
Anak berusia empat tahun itu jatuh dengan kepala membentur batu. Sudah jelas ia akan mati karena pendarahan di otak. Mungkin jiwanya pergi, dan aku yang menggantikannya.
AI
Lala, anak pemilik tubuh ini, terjatuh dari atas pohon saat bermain sendirian. Kepala bagian belakangnya terbentur batu besar sehingga membuatnya tak sadarkan diri selama empat hari.
AI
Dave dan Liria memang tidak pernah memberitahuku apa yang terjadi sebelum aku terbangun. Namun, aku sempat mendengar mereka berbicara diam-diam di balik pintu kamarku.
AI
Tulisan di chapter ini sedikit lebih baik dari prolognya yang kek cacing kepanasan. Meski begitu, penggunaan tanda bacamu buruk, huruf kapital masih salah, dan kata-kata yang harusnya dipisah malah disambung.
xiang ma'ling sheng: catat pak, saya akan tulis ulang.
total 2 replies
xiang ma'ling sheng
Terimakasih untuk semua yang membimbing saya dalam menulis, saya akan terus berkembang.

Terimakasih sebesar-besarnya, tanpa kalian saya tidak akan pernah menyelesaikan rangka awal kisah ini.

Terimakasih untuk para reader yang sudah membaca kisah ini hingga volume 1 selesai.

Terimakasih atas dukungan kalian selama ini.

Novel ini tamat dalam bentuk naskah kasar. Saya berniat merapihkannya nanti dengan sudut pandang orang ketiga.

Sekali lagi saya ucapkan terimakasih.
xiang ma'ling sheng: Novel ini hanya awal pembentukan kisah utama.

Kisah utama sedang saya tulis dengan judul, Transmigration: Ki Hajar Dewantara Academy.

Untuk lebih lengkap silahkan cek di profil saya.
total 1 replies
AI
Layar laptopku bergetar pelan, garis tipis seperti retakan kaca merayap dari tengah, memecah warna menjadi semburan ungu pekat. Kilau cahaya menyelinap di celah-celah retakan, menyala seperti urat petir yang tertahan.

Aku menunduk lebih dekat. "Apa-apaan ini …." bisikku, tenggorokanku kering.

Celah itu melebar. Dari dalam, sesuatu merayap keluar, sebuah tangan legam, berasap seakan bara membakar udara di sekitarnya. Jari-jari panjangnya menancap di tepi layar, mencengkeram kuat, lalu menarik celah itu lebih lebar, seperti seseorang membuka pintu ke dunia lain.

Tangan itu terhenti. Perlahan, satu jari terangkat … lalu berdiri tegak. Jari tengah.

Narasi ini jauh lebih baik dan lebih enak dibaca.
AI: note, kata "masa-masa" w typo bjir, harusnya "sama-sama"
total 4 replies
Riska Mustopa
terus nulis sampe lu jadi bisa profesional
xiang ma'ling sheng: lah ada teteh /Facepalm/
bakal terus nulis sampai punya buku cetak sendiri
total 1 replies
Arlen࿐
aku yg komen di tiktok dengan nickname Arlen tadi, novel nya menarik bang, walau aku belum baca semuanya, semangat nulisnya!
xiang ma'ling sheng: wahhh makasih bg udah berkunjung, abang yang pertama dari tiktok baca novel ini
total 1 replies
Arlen࿐
kisah nyata kah?
xiang ma'ling sheng: sebagian nyata dan sebagian fiksi/Scowl/
total 1 replies
aurel
hai Thor aku sudah mampir yuk mampir juga di karya aku " istriku adalah kakak ipar ku
Nisa
elep sunda wkwkwk
Orang Aring
konsepnya menarik
Pramono
world buildingnya bagus, cuman bingung aja di pemetaan
xiang ma'ling sheng: kurang ahli soal pemetaan
total 1 replies
Sarah
lumayan
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
"Maaf… bukannya aku tidak ingin terlalu ikut campur dengan urusan kalian…" napasku terasa berat di dada. "Tapi aku juga bukan anak kalian." Pandanganku mengabur sejenak. "Aku hanyalah anomali. Penulis naskah yang entah bagaimana terjebak di tubuh Lala anak kalian…" batinku, sambil melangkah perlahan menuju jendela, seolah setiap langkah menambah beban di pundakku.

Kesannya lebih menyesakkan dan ada tekanan batin. Karena si MC ini tau, kalau dia kabur dari rumah tersebut. Orang tua asli dari tubuh yang ditempati oleh MC, akan khawatir dan mencarinya.
xiang ma'ling sheng: shappp paman/Applaud/
total 2 replies
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Lanjut baca ✌️
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Dititip dulu likenya. Nanti lanjut baca lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!