Violetta Madison gadis 20 tahun terpaksa menyewakan rahimnya demi membayar hutang peninggalan kedua orangtuanya. Violetta yang akrab dipanggil Violet itupun harus tnggal bersama pasangan suami istri yang membutuhkan jasanya.
"Apa? Menyewa rahim ?" ucap Violet,matanya melebar ketika seorang wanita cantik berbicara dengannya.
"Ya! Tapi... kalau tidak mau, aku bisa cari wanita lain." ucap tegas wanita itu.
Violet terdiam sejenak,ia merasa bimbang. Bagaimana mungkin dia menyewakan rahimnya pada wanita yang baru ia kenal tadi. Namun mendengar tawaran yang diberikan wanita itu membuat hatinya dilema. Di satu sisi, uang itu lebih dari cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya. Namun disisi lain,itu artnya dia harus rela kehilangan masa depannya.
"Bagaimana... apakah kau tertarik ?" tanya wanita itu lagi.
Violet tesentak,ia menatap wanita itu lekat. Hingga akhirnya Violet mengangguk tegas. Tanpa ia sadar keputusannya itu akan membawanya kepada situasi yang sangat rumit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Claudia tertangkap
Claudia masih menatap paspor yang diberikan Bryan,terletak di atas meja. Melihat berita tentang penangkapan Baron membuat Claudia gemetar. Ia tak ingin dipenjara. Namun ,tubuhnya semakin bergetar ketika suara bel kamarnya berbunyi. Claudia panik setengah mati. Ia takut jika orang yang berada diluar sana adalah Adrian.
"Tamatlah aku" lirihnya.
Berkali-kali bel itu berbunyi hingga akhirnya Claudia memberanikan dirinya membukanya.
"Bryan?" lirihnya.
Bryan menarik nafas lega melihat Claudia masih berdiri dihadapannya . Begitu juga sebaliknya. Bryan masuk dan meninggalkan koper di depan pintu .
"Kau masih ingin bertahan? Aku akan berangkat 2 jam lagi." ucap Bryan sambil menatap jam ditangannya.
"Aku... aku tidak tau ,Bryan. Aku tak ingin lari seperri pengecut. Tapi... jika aku tetap di sini , Adrian pasti menemukanku dan memenjarakan ku " lirih Claudia.
"Ikut aku. Buang semua balas dendam mu. Dan... hiduplah bersama ku." bujuk Bryan tulus.
Claudia menatap Bryan dengan mata berkaca-kaca. Lalu tak lama kemudian suara bariton yang sangat Claudia kenal bergema di ruangan itu.
"Sayangnya semua itu terlambat, Claudia." ucap Adrian.
Claudia terhenyak,matanya melebar .Tubuhnya terasa goyah dan membuatnya limbung. Sementara Bryan menoleh menatap dengan sinis. Baru kali pertama ia menatap langsung sosok Adrian.
"Kau harus mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu." lanjut Adrian.
Claudia terdiam. Keringat dingin membasahi pelipisnya, napasnya memburu. Ia mencoba berdiri tegak meski lututnya lemas. Tatapannya terpaku pada Adrian yang kini berjalan perlahan masuk, penuh wibawa namun dingin, seperti malaikat maut yang datang menjemput takdir.
“Bagaimana… kau bisa tahu aku di sini?” tanya Claudia lirih, suaranya bergetar.
Adrian tersenyum samar—senyum tajam yang tak menyiratkan sedikit pun belas kasihan.
“Tak sulit melacak seseorang yang terus memicu kekacauan. Baron sudah bicara. Dan sayangnya, kau ada dalam daftar panjangnya.”
Bryan maju satu langkah, berdiri di antara Claudia dan Adrian.
“Kau sudah menang, Adrian. Biarkan dia pergi. Aku bisa membawanya jauh, dan dia tak akan pernah kembali.”
Adrian menatap Bryan dengan tenang. Melihat dengan jelas ternyata beginilah bentukan selingkuhan mantan istrinya tersebut.
"Oh... kau pasti pria yang selalu bersamanya,bukan? lebih tepatnya selingkuhannya."
Bryan mengepalkan tangannya. Namun ia masih bisa menahan kemarahannya. Claudia meraih lengan Bryan, memohon dengan tatapan penuh luka.
"Aku akan membawanya pergi dari tempat ini. dan aku pastikan... claudia tidak akan berbuat macam-macam denganmu."
"Sayangnya itu bukan urusanmu. Kau tau... wanita seperti dia tidak akan berubah. Dan aku yakin kau akan mendapatkan hal yang sama sepertiku." ucap Adrian.
Bryan mencengkeram rahangnya kuat-kuat, mencoba menahan emosi yang mendidih. Tatapan matanya tak lepas dari Adrian, pria yang selama ini hanya ia kenal lewat cerita Claudia—cerita yang dipenuhi kebencian, luka, dan penyesalan. Tapi kini, melihat Adrian secara langsung… semuanya terasa jauh lebih rumit. Claudia berdiri di antara keduanya, bingung dan putus asa.
“Adrian, tolong… jangan lakukan ini. Aku tahu aku salah. Tapi aku lelah… aku hanya ingin pergi dan memulai hidup baru.”
Adrian menatap Claudia dengan dingin, namun dalam matanya ada sekilas luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.
“Kau ingin hidup baru? Setelah apa yang kau lakukan pada Violet, pada Eva, pada semua orang yang tak bersalah?”
“Aku bukan malaikat, Adrian… Tapi aku juga bukan iblis sepenuhnya. Aku hanya… aku hanya terlalu mencintaimu dengan cara yang salah.” Claudia menunduk, tubuhnya bergetar.
“Cukup! Kalau kau memang ingin membuktikan bahwa kau lebih baik dari Claudia, maka biarkan dia pergi. Biarkan dia menebus kesalahannya tanpa penjara. Itu—baru laki-laki sejati.” ucap Bryan melangkah maju,suaranya lebih keras kali ini.
Adrian mendekat, berdiri sangat dekat dengan Bryan. Wajahnya begitu tenang, namun suaranya mengandung ancaman tajam.
“Jangan uji aku. Kau tak tahu siapa yang kau hadapi.”
“Oh, aku tahu. Aku sudah lihat siapa kau. Dan aku tahu persis kenapa Claudia jadi seperti ini. Kau pikir kau korban? Tidak, Adrian. Kalian berdua saling menghancurkan—dan aku hanya pria bodoh yang mencoba menyelamatkan pecahan dari reruntuhan hubungan kalian.” Bryan tertawa getir.
Claudia menahan napas, matanya berlinang air mata.
“Berhenti… kalian berdua… kumohon…”
“Ini bukan tentang cinta lagi, Claudia. Ini tentang keadilan. Dan kau harus menebus apa yang kau lakukan.” Adrian menatapnya untuj terakhir kali.
Ia memberi isyarat, dan dua orang petugas yang sejak tadi menunggu di lorong segera masuk. Claudia menoleh cepat, matanya penuh panik.
“Tidak… jangan… Adrian, tolong…”
Adrian memalingkan wajahnya, menolak menatap tangisannya. Hatinya memang pernah lunak untuk wanita itu, tapi luka yang ditinggalkannya terlalu dalam untuk dilupakan. Claudia akhirnya menyerah, pasrah dalam genggaman petugas. Namun sebelum dibawa pergi, ia menatap Bryan.
“Terima kasih… karena sudah mencintaiku saat aku bahkan tak bisa mencintai diriku sendiri.”
Bryan mematung, lalu perlahan menunduk. Claudia dibawa pergi, langkahnya lunglai, tapi matanya kini lebih tenang—seolah ia tahu ini adalah satu-satunya jalan untuk menyucikan dosa-dosanya.
Adrian masih berdiri di tempat, menatap pintu yang tertutup setelah Claudia dibawa. Bryan memecah keheningan.
“Kau menang, Adrian.” lirihnya.
“Tidak ada yang menang dalam perang seperti ini.” ucap Adrian menggeleng pelan.
Lalu ia berbalik, melangkah keluar tanpa menoleh lagi. Di luar, malam tampak begitu gelap… namun bagi sebagian orang, ini adalah awal dari pagi yang baru. Meski pahit, meski menyakitkan, kadang untuk benar-benar sembuh—kita harus membiarkan luka itu terbuka dan menunggu waktu menyembuhkannya sendiri. Dan Claudia, akhirnya… memulai penebusannya.
Bryan hanya bisa menatap kepergian Adrian dengan tatapan hampa. Penyesalan selalu datang terlambat .Begitu juga kiranya dengan Claudia .Kini dia harus benar-benar mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Mark mendekati Adrian begitu ia melihatnya keluar dari gedung apartemen itu.
"Anda harus tau sesuatu Tuan?" ucap Mark.
Adrian menghela nafas panjang. Ia menatap laptop yang ada ditangan Mark. Matanya membelalak , lalu menatap Mark yang mengangguk kecil.
"Bagaimana bisa? Apakah Baron membuka kasus itu kembali?" ucap Adrian cemas.
"Bukan Baron. Tapi... seseorang yang juga terlibat kasus itu ,Tuan." ucap Mark.
Kini Adrian dihadapkan dengan sesuatu yang akan menghambat hubungannya denga Violet. Sesuatu dari masa lalu kehidupan Violet yang berkaitan langsung dengan keluarganya terutama ayahnya, Ramon.
"Bungkam semua media. Jangan sampai media membesarkan berita itu. Dan... aku akan memberitahu Violet sebelum semuanya berakhir." ucap Adrian.
Dengan yakin,Adrian akan mengungkap peristiwa kebakaran 5 tahun lalu yang menewaskan banyak korban termasuk ayah Violet. Adrian tak mau Violet menjauhinya dan meninggalkannya.
Mark mengangguk patuh, lalu segera bergegas menjalankan instruksi Adrian. Sementara itu, Adrian berdiri diam di depan gedung apartemen, memandangi langit malam yang penuh awan. Pikirannya berputar liar. Jika apa yang dilihatnya di laptop tadi benar, maka luka lama yang telah lama ia dan Violet coba sembuhkan… akan kembali menganga, jauh lebih dalam dari sebelumnya.
Ia kembali ke mobil, duduk di kursi belakang sambil memejamkan mata. Wajah Violet terbayang jelas—senyumnya, suaranya, ketegaran yang perlahan tumbuh sejak mereka kembali bersama. Semua akan hancur jika ia tidak bergerak cepat.
Adrian junior sudah otw blm yaaa 🤭
Semoga tuan Adrian, vio ,, Eva dan mama Helena akan baik2 saja dan selamat dari niat jahat papa Ramon
Vio,, kamu harus percaya sama tuan Adrian,, Krn aq juga bisa merasakan ketulusan cinta tuan Adrian utk mu....
Vio..., kamu skrg harus lebih hati-hati dan waspada,, jangan ceroboh yaaa
Qta tunggu kelanjutan nya ya Kaka othor
Tolong jagain dan sayangi vio dengan tulus,, ok. Aq merasa ad sesuatu yang kau sembunyikan tentang vio, tuan Adrian. Sesuatu yg baik,, aq rasa begitu....
Dia takut bukan karna takut kehilangan cintanya tuan Adrian,, tapi takut kehilangan hartanya tuan Adrian.