Sebuah insiden kecil memaksa Teresia, CEO cantik umur 27 tahun, menikah dengan Arga, pemuda desa tampan umur 20 tahun, demi menutup aib. Pernikahan tanpa cinta ini penuh gengsi, luka, dan pengkhianatan. Saat Teresia kehilangan, barulah ia menyadari... cintanya telah pergi terlalu jauh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Helliosi Saja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 17 jejak langkah yang membingungkan
Malam mulai larut ketika Arga dan Jaka akhirnya keluar dari kafe Aluna. Suasana jalanan mulai sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas. Lampu-lampu kota menyinari langkah kaki mereka yang lelah, tapi hati mereka terasa ringan karena akhirnya mereka sudah resmi bekerja di tempat baru itu.
“Hah, akhirnya ya, Ga… kita kerja juga! Gile, ini baru namanya hidup di kota! Keren banget kafe-nya. Elite banget, yang datang orang-orang berduit semua!” kata Jaka, sambil mengusap lehernya yang pegal. Senyumnya lebar, meski tubuhnya sudah letih.
Arga hanya tersenyum kecil. “Iya, Jak. Alhamdulillah, kita dapat kerja yang halal. Capeknya juga capek yang berkah.”
Mereka berjalan menyusuri trotoar, menuju kosan Babe Udin. Angin malam membelai wajah mereka. Sepanjang jalan, Jaka terus saja mengoceh tentang pengalaman pertamanya bekerja di kafe elite itu. Sementara Arga lebih banyak diam, pikirannya melayang-layang pada sosok wanita yang tadi malam dilayaninya. Tere. Sosok yang diam-diam selalu memenuhi ruang hatinya. Tatapan mata Tere, senyumnya yang meski tipis, tetap terlukis jelas di benak Arga.
“Eh, Ga, lu ngelamunin siapa sih? Dari tadi gue ajak ngobrol malah bengong aja,” goda Jaka, menepuk pelan pundak sahabatnya itu.
“Enggak, Jak. Gue cuma mikirin... hidup kita ke depan aja. Kita harus bisa mandiri, sukses. Biar enggak diremehin orang.” Arga menjawab sekenanya, menutupi gundah di hatinya.
Setibanya di kosan, mereka disambut oleh sapaan Babe Udin dari beranda rumahnya. “Nah, pulang juga lu berdua. Gimana kerjaan? Enak kan kerja di kota?” katanya sambil tersenyum ramah.
“Alhamdulillah, be. Cape sih, tapi ya seneng,” jawab Jaka antusias.
Arga menambahkan, “Doain aja kita betah dan bisa kerja baik di sana, Be.”
“Ya jelas lah, yang penting halal, jangannya macem-macem, ya. ayok masuk, istirahat. Besok kalian kerja lagi kan?” ujar Babe Udin sambil membuka pintu pagar.
Mereka berdua masuk ke kamar kos sederhana itu. Jaka langsung merebahkan diri di kasur tipis mereka, sementara Arga duduk di pinggir ranjang, memandang langit-langit kamar. Hatinya masih sibuk dengan bayang-bayang Tere, wanita yang secara agama adalah istrinya, tapi terasa begitu jauh darinya.
---
Di tempat lain, di apartemen mewah Tere, suasana juga sunyi. Rio sudah bersiap untuk pulang. Lelaki itu memandang Tere dengan lembut, lalu berkata, “Aku pulang dulu ya, sayang. Jaga diri kamu baik-baik.” Tanpa menunggu jawaban, Rio mengecup pipi Tere lembut, membuat wanita itu sempat terdiam. Lalu Rio melangkah pergi, menutup pintu dengan perlahan.
Begitu pintu tertutup, Tere menghembuskan napas panjang. Ia berjalan ke jendela, memandang kerlip lampu-lampu kota yang seperti lautan bintang di bumi. Namun hatinya terasa kosong. Hatinya gundah, pikirannya bercabang. Bukan Rio yang terbayang dalam benaknya saat ini. Justru sosok Arga yang muncul, dengan mata teduh dan senyum polosnya. Tatapan penuh makna yang tadi sempat bertemu pandang dengannya di kafe.
Tere memeluk tubuhnya sendiri, seolah mencoba menenangkan diri. Kenapa aku harus ingat dia? Bukankah aku tidak mencintainya? Bukankah aku sudah memilih Rio? batinnya resah. Namun semakin ia menepis, semakin kuat bayang Arga hadir. Terlebih, ingatan akan para wanita yang menggoda Arga di kafe tadi membuat dadanya sesak. Apa aku cemburu? Tidak... itu tidak mungkin... pikirnya, menolak perasaan yang mulai tumbuh tanpa ia sadari.
Di kamar kosnya, Arga juga terjaga. Ia memejamkan mata, mencoba tidur, tapi gagal. Wajah Tere seolah menari-nari dalam benaknya. Doa-doa pelan meluncur dari bibirnya. Memohon agar diberi kekuatan dan petunjuk, agar bisa menjaga wanita yang sudah sah menjadi istrinya, meski jarak dan keadaan memisahkan mereka.
Malam itu, dua hati yang terikat dalam ikatan suci terbuai dalam keresahan masing-masing. Takdir seolah sedang menyiapkan kejutan, jalan panjang yang penuh liku bagi mereka.