NovelToon NovelToon
Melepas Masa Lalu, Meraih Cinta Yang Baru

Melepas Masa Lalu, Meraih Cinta Yang Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami
Popularitas:38.7k
Nilai: 5
Nama Author: Uswatun Kh@

Sellina harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata menjadi istri kedua. Tristan suaminya ternyata telah menikah siri sebelum ia mempersuntingnya.

Namun, Sellina harus berjuang untuk mendapatkan cinta sang suami, hingga ia tersadar bahwa cinta Tristan sudah habis untuk istri pertamanya.

Sellina memilih menyerah dan mencoba kembali menata hidupnya. Perubahan Sellina membuat Tristan perlahan justru tertarik padanya. Namun, Selina yang sudah lama patah hati memutuskan untuk meminta berpisah.

Di tengah perjuangannya mencari kebebasan, Sellina menemukan cinta yang berani dan menggairahkan. Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, terancam oleh trauma masa lalu dan bayangan mantan suami yang tak rela melepaskannya.

Akankah Sellina mampu meraih kebahagiaannya sendiri, atau takdir telah menyiapkan jalan yang berbeda?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Kekuatan baru

Ketegaran yang selama ini menjadi tameng Sellina, perlahan runtuh. Seperti dinding rapuh yang tak sanggup lagi menahan derasnya badai hujan.

Ia mencoba tetap kuat, namun pelita hatinya—naluri seorang ibu—seakan ikut merasakan luka yang tengah menggores batin sang putri. Entah itu hanya kebetulan, atau memang ada benang tak kasat mata yang menghubungkan jiwa mereka.

Tangisnya pecah, namun tak bersuara. Hanya getar tubuh dan sesak di dada yang menjadi saksi betapa dalam gejolak yang ia tahan. Ia memeluk dirinya sendiri, seolah ingin meredam badai yang berkecamuk di dalam.

Nama "Umi" terpampang di layar, dan Sellina tahu, ia harus menjawab. Ia menarik napas panjang, mencoba merangkai ketenangan dari serpihan emosinya. Lalu, dengan suara yang nyaris tenggelam, ia menjawab.

"Halo Umi," lirihnya, seperti bisikan yang takut pecah.

"Halo Neng," suara dari seberang terdengar hangat, memanggilnya dengan panggilan kecil yang selalu membuatnya merasa pulang. "Kumaha damang? Neng teh sehat pan?"

Sellina tak sanggup menjawab. Ia hanya memeluk bantal, menutup wajahnya, tak ingin uminya mendengar isak yang mulai pecah. Di balik keheningan itu, ada cinta yang tak terucap, ada luka yang tak ingin dibagi, dan ada kerinduan yang tak pernah benar-benar pergi.

"Alamdulillah, Umi. Neng sehat kok. Umi dan abi juga sehat pan?"

"Alhamdullilah kami sehat Neng. Neng ada masalah apa? Umi tahu, Neng lagi nyimpen sesuatu," suara Umi terdengar pelan, tapi mantap. "Dari nada suara Neng aja, Umi bisa rasa. Hati ibu mah suka gitu, bisa ngerasa meski jauh."

Sellina terdiam, menatap langit-langit kamar yang terasa begitu sunyi. Air matanya masih mengalir, tapi kini ada kehangatan yang menyusup di sela-sela kesedihannya.

"Aku ... aku cuma lagi bingung, Mi. Banyak hal yang datang barengan. Aku takut salah langkah, takut kecewain orang-orang ... termasuk Umi," ucapnya dengan suara bergetar.

"Astaghfirullah, Neng ... kenapa mikir gitu?" sahut Umi cepat. "Umi teu pernah nuntut Neng jadi sempurna. Umi cuma pengen Neng bahagia. Kalau capek, istirahat. Kalau sedih, cerita. Jangan dipendam sorangan."

Sellina mengusap air matanya, mencoba mengatur napas. "Tadi aku cuma duduk, terus tiba-tiba kepikiran semuanya. Rasanya sesak. Terus ... tiba-tiba Umi nelpon. Aku kaget, tapi juga lega."

"Itu tandanya Allah masih sayang sama Neng. Dikasih jalan buat ngeluarin semua. Apapun masalahnya Neng, ingat itu semua ujian rumah tangga. Umi selalu ada buat dengerin," kata Umi, suaranya mulai ikut bergetar.

"Nanti kalau ada waktu umi main ke sana, ya. Kaya dulu waktu Neng masih SMA."

Sellina, walaupun di besarkan di tengah-tengah kesederhanaan namun, ia tak pernah kekurangan kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Ia mempunyai keluarga yang tidak pernah merasa malu atau canggung dalam mengungkapkan rasa sayang mereka. Itulah yang membuatnya selalu rindu kehangatan rumahnya yang kini tak pernah ia rasakan lagi di rumah suaminya.

Sellina tersenyum kecil. "Aku kangen, Mi ..."

"Umi juga kangen pisan, Neng. Sabar ya, sayang. Ujian teh datang bukan buat nyiksa, tapi buat nguat keun. Neng teh kuat, tapi inget ... kuat bukan berarti harus sendiri."

"Terima kasih, Mi ..." bisik Sellina, kali ini dengan suara yang lebih tenang. Seolah pelukan Umi sudah sampai lebih dulu lewat suara.

Setelah beberapa saat hening, suara Umi kembali terdengar, kali ini lebih lembut, seperti pelukan yang menenangkan.

"Sudah ya, Neng. Istirahat dulu. Nanti kalau ada waktu umi akan ke sana, kita ngobrol sambil sarapan. Jangan dipikirin sendiri lagi."

Sellina mengangguk pelan, meski Umi tak bisa melihatnya. "Iya, Mi ... makasih udah nelpon."

"Umi sayang ka Neng. Jangan lupa baca doa sebelum tidur, ya."

"Iya, Mi. Aku juga sayang Umi."

Telepon pun ditutup. Sellina memeluk bantalnya lebih erat, membiarkan air mata terakhirnya jatuh dengan tenang. Malam itu, ia tidur dengan hati yang sedikit lebih ringan.

****

Pagi menyapa lebih cepat dari biasanya. Sellina terbangun sebelum alarm berbunyi. Langit masih kelabu, dan udara pagi terasa dingin menusuk kulit. Ia bersiap lebih awal, mengenakan pakaian kerja dengan gerakan yang tenang namun buru-buru.

Saat ia melangkah keluar dari kamar, di lorong sempit menuju pintu depan, langkahnya terhenti. Tristan berdiri di sana, masih mengenakan kemeja setengah rapi, dasi tergantung di tangan, wajahnya tampak sedikit terkejut melihat Sellina sudah siap.

"Eh ... kau udah mau berangkat?" tanya Tristan, suaranya datar tapi ada nada ingin mendekat.

Sellina hanya menoleh sebentar, lalu kembali menunduk. Tak habis fikir bisanya Tristan bersikap seperti tak pernah terjadi apa pun pada mereka.

"Ayo bareng aja. Aku juga sebentar lagi siap," lanjut Tristan, mencoba menawarkan sesuatu yang terdengar seperti perhatian.

Setelah mendengar ucapan Sellina dan memikirkannya semalaman.

Malam itu, Tristan duduk lama di ruang kerjanya, lampu meja menyala redup. Kata-kata Sellina terngiang kembali, tak bisa ia abaikan begitu saja. Awalnya ia ingin menyangkal, membenarkan sikapnya, tapi semakin ia merenung, semakin ia sadar—ada kebenaran dalam ucapannya.

Sellina tak pernah menuntut, hanya mencoba bertahan. Ia tak pernah memaksa, hanya memberi dengan cara yang paling sederhana,  perhatian kecil yang nyaris tak terlihat, tapi terasa.

Tristan menghela napas panjang. Ia mulai menyadari, jika bukan karena bisikan Reykha yang terus-menerus menanamkan prasangka, mungkin ia bisa melihat sisi lain dari Sellina lebih cepat.

Reykha selalu punya cara untuk membuatnya ragu, menyudutkan Sellina dengan cerita-cerita yang tak pernah ia verifikasi. Dan ia, terlalu sibuk untuk mempertanyakan.

Namun belakangan ini, ada yang berubah. Ia mulai memperhatikan hal-hal kecil yang dulu dianggap remeh. Bekal makan siang yang tak lagi ada di meja. Susu hangat beraroma vanilla yang dulu rutin menemaninya sebelum berangkat kerja. Pakaian yang dulu selalu tertata rapi di kursi, kini berantakan dan harus ia siapkan sendiri.

Pagi-pagi, rumah terasa lebih sunyi. Reykha masih terlelap di kamar, jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Ia memang tak terburu waktu. Sebagai instruktur yoga dengan studio sendiri, Reykha hidup dalam ritme yang berbeda—tenang, santai, dan tak pernah tergesa.

Kini Tristan mulai menyadari semuanya, perlahan ia ingin memperbaiki semua. Namun Sellina tak menjawab. Ia hanya menarik napas pelan, lalu melangkah melewati Tristan tanpa sepatah kata pun. Sepatu kerjanya berderap pelan di lantai, meninggalkan jejak dingin di pagi yang sepi.

Tristan menatap punggungnya yang menjauh, ada sesuatu yang ingin ia katakan, tapi tertahan. Ia hanya berdiri diam, menggenggam dasi yang belum sempat ia kenakan.

Dan pagi itu, jarak di antara mereka terasa lebih nyata dari sebelumnya.

****

Langkah kaki Sellina terdengar pelan namun mantap di koridor hotel yang masih lengang. Aroma kopi dari lobi masih samar-samar tercium, menambah suasana pagi yang tenang. Ia mengenakan blazer abu-abu lembut, dengan jilbab putih yang di tata rapi, dan wajahnya tampak lebih tenang dari hari sebelumnya.

Saat mendekati ruangan kerja Erza, matanya menangkap sesuatu yang tak biasa. Tepat di luar pintu ruangan Erza, berdiri sebuah meja kerja elegan dengan kursi ergonomis, lengkap dengan komputer, alat tulis, dan vas bunga kecil yang tampak baru ditata.

Sellina berhenti sejenak. Matanya menelusuri detail meja itu. Di atasnya, terdapat name tag kecil bertuliskan: Sellina Amani Fadiah.

Jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menoleh ke kanan dan kiri, memastikan ini bukan kesalahan. Tapi semuanya tampak terlalu rapi untuk sekadar kebetulan. Posisi meja itu strategis—cukup dekat untuk mengakses ruangan Erza, namun tetap memiliki ruang privasi.

Seorang staf hotel yang kebetulan lewat menyapanya, "Selamat pagi, Bu Sellina. Sudah disiapkan sejak tadi malam atas instruksi Pak Erza."

1
Sunaryati
💪💪 tekat yang membatasi dan niat hati yang bersih akan tercapai, apa yang bisa? Emak percaya Author
Sunaryati: maksudnya membara bukan membatasi🙏
total 1 replies
Sunaryati
Sepertinya Abah hanya menguji keteguhan hati Erza, karena saat di rumah sakit telah memberi signal restu.
ׅ꯱ɑׁׅƙׁׅυׁׅꭈׁׅɑׁׅ
semangat za, kamu pasti bisa walapun jujur aq juga pasti menyerah duluan🤭😂
Rieya Yanie
ayo ezra km bisa..menghafal memaknai surah an nisa
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©🦐
aku nggak ngerti jalan pikiran abah nihh.. Erza udah berkorban bnyk lohh
Sunaryati
Abah mungkin tahu yang dipikirkan Sellina, semoga benar Erza yang ada di bayangan kamu Sellina. Dugaan emak juga mengarah Nak Erza.
Sunaryati
Penasaran Abah, Sellina mau dijodohin siapa. Erza sudah berkorban banyak, untuk melindungi dan pengobatan Ummi Aminah. Siapa Bah orangnya
ׅ꯱ɑׁׅƙׁׅυׁׅꭈׁׅɑׁׅ
ada saingan nya eza🤣
˚₊· ͟͟͞͞➳❥ Xia Ni Si
ohh ternyata kau yang ada disana!
˚₊· ͟͟͞͞➳❥ Xia Ni Si
ihh takoednyee! jangan kau apa-apain sellina!
˚₊· ͟͟͞͞➳❥ Xia Ni Si
kayaknya kesayangan tuh orang gak cuma sebiji😌
˚₊· ͟͟͞͞➳❥ Xia Ni Si
terlalu sering dimanja efeknya sebesar ini ya! gemes aku, pengen masukin dia ke pesantren😭
˚₊· ͟͟͞͞➳❥ Xia Ni Si
Bu pikirin juga sellina nya😭 kasihan suruh ngurus bocah puber kayak gitu
˚₊· ͟͟͞͞➳❥ Xia Ni Si
cubit terus ampe copot tuh kuping juga gpp😌
˚₊· ͟͟͞͞➳❥ Xia Ni Si
emak nya gak mau nabok? sini aku aja!
Rahma Rain
susah lohh dapat asisten seperti Elena 🤭🤭
Rahma Rain
wahh kok bisa sesantui itu ya Elena
Nuri_cha
Sellina bisa aja nyari kata-kata
Nuri_cha
jangan khawatir Elena, kayaknya Erza bakalan ketemu pawangnya deh. ya Sellina ini 🤭
Nuri_cha
gawat... bos lagi bad mood. biasanya bakal ngerembet ke mana2
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!