Wira adalah anak kecil berusia sebelas tahun yang kehilangan segalanya, keluarga kecilnya di bantai oleh seseorang hanya karena penghianatan yang di lakukan oleh ayahnya.
dalam pembantaian itu hanya Wira yang berhasil selamat karena tubuhnya di lempar ibunya ke jurang yang berada di hutan alas Roban, siapa sangka di saat yang bersamaan di hutan tersebut sedang terjadi perebutan artefak peninggalan Pendekar Kuat zaman dahulu bernama Wira Gendeng.
bagaimana kisah wira selanjutnya? akankah dia mampu membalaskan kematian keluarganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Nandang
Wira menatap Kinanti dengan tatapan tidak percaya, matanya melebar dan mematung memandangi Kinanti.
Mendapati tatapan yang sangat aneh dari wanita di depannya dan jabatan tangan yang tidak di balas membuat Kinanti sedikit kaku.
"Hmm... apa tanganku kotor, ya?" Tanya Kinanti dalam hatinya dia kemudian melihat telapak tangannya benar saja tangannya di penuhi dengan tanah karena dia sempat bersimpuh putus asa di tanah.
Buru buru Kinanti membersihkan telapak tangannya dan kembali mengulurkan tangannya ke arah Wira.
Wira tersentak dia menyadari hal tersebut dan buru buru menjabat tangan Kinanti.
Kinanti menjabat tangan Wira sembari tersenyum, sementara Wira masih mematung menatap Kinanti.
Setelah beberapa saat mematung akhirnya Wira memberanikan diri untuk bertanya, "Hmmm aku mau tanya sama kamu kamu Kinanti, tapi kamu janji jangan terkejut ya?" Ucap Wira.
Kinanti tersenyum kemudian menjawab, "tanya aja kak Puan ngga usah sungkan sungkan."
Wira menganggukan kepalanya, kemudian dia bertanya, "apa nama ayahmu itu.... Herman?" Tanya Wira dengan hati hati.
Kinanti langsung menatap Wira dengan tatapan terkejut sekaligus tidak percaya dengan apa yang dia dengar, ya tebakan Puan tepat sekali nama Ayah Kinanti adalah Herman.
"Da-- dari mana kakak tahu nama Ayahku?" Tanya Kinanti dengab ekspresi ngeri.
Wira menarik udara dalam dalam, siapa sangka mencari Kinanti tidak sesulit apa yang dia bayangkan, takdir justru seolah menemukan Wira kepada Kinanti.
Wira mendongak ke langit, "mak... wira berhasil menemukan cucu mamak. Wira berjanji akan menjaga cucu mamak seperti mamak menjaga wira dahulu." Batin Wira.
Kinanti masih terkejut, dia memandangi sosok wanita di sampingnya yang seolah sangat misterius.
"Ka-- kak Puan?" Tanya Kinanti lagi.
Wira tersentak kaget, dia langsung menatap Kinanti, "ya ada apa?" Tanya Wira.
Kinanti menggaruk kepalanya dengan heran kemudian dia mengulangi pertanyaannya, "kenapa kakak bisa tahu nama ayahku?" Tanya Kinanti ragu ragu.
"Ah ya! Apa kamu lupa ucapanku barusan, aku memiliki sedikit kemampuan kemampuanku bisa menerawang siapa dirimu dan apa latar belakang keluargamu!" Jawab Wira.
"Eh? Jadi kak Puan ini orang sakti? Kak Puan punya indra ketujuh, wih hebat..!!!" Teriak Kinanti yang terlihat sangat antusias.
"Indra ketujuh? Ahh sudahlah lupakan, sekarang aku mau tanya lagi... kamu tinggal di mana?" Tanya Wira kemudian dia menyimak dengan sangat serius jawaban Kinanti.
"Oh... aku tinggal di kecamatan Lakarsantri, kota surabaya kak." Jawab Kinanti.
"Hmm..." Wira bergumam pelan mencoba memikirkan pertanyaan lainnya, "Kamu tinggal sama ayahmu atau ngekos? Terus kamu kuliah apa kerja?" Tanya Wira.
Kinanti sedikit bingung, "kirain sakti sampai bisa tahu nama bapakku, ternyata ada batasnya juga ya kemampuan indra ketujuh itu?" Tanyanya dalam hati.
Kemudian Kinanti menjawab pertanyaan Wira, "aku kuliah kak, di UNESA jalan lidah wetan kebetulan kampus itu dekat sama rumahku.... kalau kak Puan sendiri gimana kuliah atau kerja terus rumahnya di mana?" Tanya Balik Kinanti.
Wira menggaruk kepalanya dengan bingung, dia kemudian menjawab, "rumahku di Semarang, Desa Durenombo yang deket sama Alas Roban itu aku ngga kuliah ngga kerja juga, hidupku cuma luntang lantung." jawabnya.
"Eh? Desa itu kok kaya ngga asing di ingatanku ya?" Batin Kinanti.
***
Sementara itu di pos dua terlihat ada banyak sekali pendaki lain dan anggota tim SAR yang mengerubungi 5 orang yang tidak lain adalah Angga, Juanda, Rahman, Hera dan Sera.
Hera dan Sera terlihat menangis sesenggukan, sementara Rahman mencoba menjelaskan kejadian hilangnya Kinanti kepada perwakilan Tim SAR.
"Jadi begini pak, tadi kami berjalan dari pos tiga dan mau menuruni pos dua, selama di perjalanan kami tidak melakukan larangan apapun, kami semua menjaga tutur kata dan selalu berperilaku sopan.
Namun ketika di tengah tengah jalan Kinanti sudah tidak ada begitu saja di belakang kami." Jelas Rahman dengan wajah panik.
"Mungkin saja teman kalian terperosok ke jurang atau mungkin teman kalian tertinggal di belakang..." Ucap Tuan SAR itu yang membuat Hera dan Sera merasa semakin bersalah.
"Tolong cari sampai ketemu teman saya pak.." ucap Hera dengan sesenggukan.
Perwakilan tim SAR itu menganggukan kepalanya dengan tegas, "tim kami pasti akan berusaha mencari teman anda sampai ketemu..."
Sementara Angga terlihat menggertakan giginya dengan geram, matanya mengedar ke atas Gunung Lawu dengan tatapan penuh kekhawatiran.
Sementara di sampingnya Juanda berusaha menenangkan Angga karena beberapa kali Angga mencoba naik ke atas.
Tiba tiba ada seorang wanita yang merupakan pendaki di kelompok lain mendekati Angga, "sudahlah Angga, untuk apa kamu mengkhawatirkan jalang itu, sudah pasti dia terperosok di jurang dan mungkin saja sekarang sudah menjadi santapan macan... haha..." Ucap Wanita itu.
Sontak Angga menatap nyalang penuh amarah wanita itu, "jaga mulutmu Irma! Aku tidak perduli walaupun kamu adalah pewaris utama keluarga Nandang aku akan menamparmu kalau kamu sekali lagi berbicara seperti itu!" Bentak Angga.
Sontak para pria kekar yang berdiri di belakang Irma memasang ekspresi marah, "beraninya kamu membentak nona Irma, kamu harus tahu Tuan Muda Angga walaupun keluarga Dinata adalah keluarga besar namun keluarga Nandang jauh lebih besar!" Bentak salah satu bodyguard Irma.
Angga berdecak kesal dan berucap, "Hah! Ku tidak takut dengan status sosialmu!" Ucap Angga sembari menunjuk Irma.
"Haha....!!!" Irma tertawa terbahak bahak, kemudian dia berucap, "memangnya apa yang kamu harapkan dari wanita itu Angga? Sudah jelas jelas Kinanti sama sekali tidak memiliki perasaan terhadap dirimu. Kenapa kamu masih tidak sadar diri dan masih ngotot mengejarnya, mengapa kamu tidak membuka matamu lebar lebar bahwa akulah cinta sejatimu!" Ucap Irma.
"Najis!" Sahut angga yang membuat Bodyguard irma semakin geram.
Mereka terlihat ingin maju dan menghajar Angga, namun dengan cepat Irma memberikan kode untuk tidak bergerak.
Irma mendongakan dagunya ke atas penuh dengan keangkuhan, "kalau begitu mari kita lihat Angga, apa yang sebenarnya terjadi kepada Kinanti, aku yakin sekali pada saat ini dia sudah mati di dasar jurang atau mungkin di culik oleh penunggu Gunung Lawu... Haha..." Ucap Irma kemudian berbalik badan.
Angga terlihat semakin geram dia hendak berlari ke arah Kinanti namun Juanda dengan sigap menahan tubuh Angga, "sudah Angga! Kita bisa mendapatkan masalah besar kalau kita berurusan dengan Irma! Kamu tahu sendirikan bagaimana latar belakang keluarganya?" Tanya Juanda.
Angga terlihat lebih tenang, dia menarik nafas dalam dalam mencoba mengontrol emosinya, apa yang di ucapkan oleh Juanda memang benar Irma bukanlah sosok Nona Muda biasa dia adalah pewaris tunggal dari keluarga Nandang.
Salah satu keluarga terbesar di Surabaya, bahkan beberapa kali terdengar kabar bahwa keluarga Nandang memiliki hubungan dengan Organisasi dunia bawah tanah.
Berbeda sekali dengan keluarga Dinata, walaupun keluarga Dinata adalah keluarga besar, namun mereka hanya memiliki kerajaan bisnis, mereka sama sekali tidak memiliki koneksi dengan orang orang dunia bawah tanah.