sebuah pria tampan CEO bernama suga yang menikah dengan wanita cantik bernama cristine namun pernikahan itu bukan atas kehendak suga melainkan karena sedari kecil suga dan cristine sudag di jodohkan dengan kakek mereka, kakek cristine dan suga mereka sahabat dan sebelum kakek cristine meninggal kakeknya meminya permintaan terakhir agar cucunya menikah dengan suga, namun di sisi lain suga sebenarnya sudah menikah dengan wanita bernama zeline suga dan zeline sudah menikah selama dua tahun namun belum di karuniai seorang anak, itu juga alasan suga menerima pernikahan dengan cristine.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tika kookie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
cinta di antara dua istri sang ceo
Suga menatap jalan lurus ke depan, kedua tangannya menggenggam setir erat. Suara hujan di luar semakin deras, membuat suasana di dalam mobil terasa makin sunyi dan menegangkan.
Suga: “Kau cemburu, Zeline?”
Nada suaranya terdengar datar, tapi matanya melirik sekilas ke arah wanita di sampingnya.
Zeline menatap ke luar jendela, bibirnya menekuk kecil.
Zeline: “Heh, cemburu? Aku cuma heran saja, suami macam apa yang mematikan telepon dari istrinya sendiri.”
Suga tersenyum miring, sedikit sinis.
Suga: “Istrinya sendiri? Lalu kau siapa, Zeline?”
Zeline langsung menoleh cepat, menatap tajam.
Zeline: “Aku tahu aku juga istrimu, tapi aku tidak menyangka kamu bisa setega itu pada wanita yang kamu pilih sendiri untuk kau nikahi.”
Suga menghela napas panjang, lalu memperlambat laju mobil.
Suga: “Cristine menelpon di waktu yang salah.”
Zeline menatapnya heran: “Waktu yang salah? Maksudmu?”
Suga: “Aku sedang bersama wanita yang tidak bisa aku abaikan.”
Zeline terdiam, dadanya terasa sesak mendengar kalimat itu. Ia menunduk, jemarinya menggenggam ujung rok hitamnya dengan gugup.
Zeline: “Kamu selalu pandai berkata manis, Suga. Tapi nyatanya… kamu tetap memilih menikah lagi, meninggalkan aku.”
Mobil hitam itu berhenti perlahan di depan sebuah hotel mewah bertuliskan Grand Rivera Hotel. Hujan turun begitu deras hingga kaca depan mobil tampak buram, suara petir sesekali menyambar langit malam Busan.
Zeline menatap ke luar jendela, wajahnya tampak ragu dan canggung.
Zeline: “Suga… kenapa kita ke sini?”
Suga mematikan mesin mobil dan menatap lurus ke depan. Helaan napas berat terdengar darinya sebelum menjawab dengan tenang namun tegas.
Suga: “Hujan ini terlalu deras, Zeline. Jalanan mulai tergenang, dan aku tidak mau mengambil risiko. Kita menginap di sini malam ini.”
Zeline menelan ludah, menunduk menatap jemarinya sendiri yang saling menggenggam erat di pangkuannya.
Zeline: “Tapi… bagaimana dengan Cristine? Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumahke rumah kalian?”
Suga menoleh perlahan, menatap Zeline dengan mata tajam tapi lembut.
Suga: “Sudahlah, Zeline… jangan sebut nama Cristine saat aku bersamamu. Aku tidak ingin membicarakannya malam ini.”
Zeline terdiam. Jantungnya berdetak cepat mendengar nada suara Suga yang begitu dalam dan menekan.
Zeline: “Aku hanya… tidak mau menimbulkan masalah antara kalian.”
Suga mendekat sedikit, suaranya menurun lembut namun tegas.
Suga: “Masalah antara aku dan Cristine bukan urusanmu, Zeline. Malam ini aku hanya ingin memastikan kau aman.”
Zeline memalingkan wajahnya ke arah jendela, menatap kilatan cahaya petir di langit.
Zeline: “Kau selalu seperti itu, Suga… membuatku bingung harus percaya atau menjauh.”
Suga tidak menjawab. Ia hanya keluar dari mobil, membuka payung, lalu berjalan mengitari mobil untuk membukakan pintu bagi Zeline.
. Angin malam berhembus kencang, hujan turun semakin deras membasahi jalanan di depan Grand Rivera Hotel. Payung hitam di tangan Suga tiba-tiba terangkat tinggi tertiup angin, terhempas jauh dan terbawa arus hujan.
Zeline terkejut, spontan menunduk melindungi wajahnya dari percikan air. Tapi sebelum sempat melangkah, tangan Suga lebih dulu menarik pergelangan tangannya lembut namun tegas.
Kini mereka berdiri berhadapan di bawah derasnya hujan, tubuh keduanya basah kuyup. Rambut Zeline menempel di wajahnya, sementara air mengalir di pipi Suga yang dingin namun penuh emosi.
Untuk beberapa detik, waktu seolah berhenti. Hanya suara hujan deras dan detak jantung mereka yang terdengar.
Mata Suga menatap lurus ke arah Zeline tatapan yang dalam, tajam, namun menyimpan luka dan rindu yang tak pernah padam.
Suga: “Zeline…” suaranya parau, tenggelam di antara gemuruh hujan. “Kau tahu… meskipun semuanya sudah berubah, aku masih”
Kata-katanya terhenti. Tenggorokannya terasa berat untuk melanjutkan kalimat itu.
Zeline menatap balik, matanya bergetar. “Sudahlah, Suga… kau sudah menikah. Aku tidak ingin mengulang masa lalu.”
Suga mendekat, begitu dekat hingga napas hangatnya bercampur dengan dinginnya hujan.
Suga: “Aku memang menikah dengan Cristine… tapi hanya satu wanita yang benar-benar mengisi hatiku.”
Zeline memalingkan wajahnya, berusaha menahan air mata yang hampir jatuh.
Zeline: “Berhenti, Suga… jangan buat semuanya semakin sulit. Kau sudah membuat pilihanmu.”
Namun tangan Suga menahan pundaknya, memaksanya menatap kembali.
Suga: “Aku memang membuat pilihan… tapi bukan berarti aku berhenti mencintaimu.”
Hujan semakin deras. Di antara cahaya lampu jalan yang berpendar, dua sosok itu berdiri dalam diam saling menatap, saling menyakiti dengan perasaan yang belum pernah benar-benar berakhir.