NovelToon NovelToon
Whispers Of A Broken Heart

Whispers Of A Broken Heart

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Ibu Mertua Kejam
Popularitas:952
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Kisah dewasa (mohon berhati-hati dalam membaca)

Rianti bekerja di perusahaan milik Bramantya, mantan suami adiknya. Menjelang pernikahannya dengan Prabu, ia mengalami tragedi ketika Bramantya yang mabuk dan memperkosanya. Saat Rianti terluka dan hendak melanjutkan hidup, ia justru dikhianati Prabu yang menikah dengan mantan kekasihnya. Di tengah kehancuran itu, Bramantya muncul dan menikahi Rianti, membuat sang adik marah besar. Pernikahan penuh luka dan rahasia pun tak terhindarkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Sesampainya di apartemen, Bramantya menutup pintu mobil dan menatap Rianti dengan lembut.

“Ayo, sayang, kita masuk. Kamu pasti capek setelah hari ini,” ucapnya sambil menggandeng tangan istrinya.

Rianti menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

Di kamar, Bram menaruh tas belanjaan mereka dan menepuk kursi sofa.

“Kamu istirahat dulu di sini. Aku tidur di ruang tamu, jadi kalau ada apa-apa, tinggal panggil aku, ya,” ujar Bramantya.

“Iya, Bram.”

Setelah memastikan Rianti nyaman di sofa, Bram masuk ke kamar sendiri dan menata dirinya untuk tidur.

Detik demi detik berganti dan Rianti tidak bisa tidur.

Ia melihat jam di dinding yang menunjukkan pukul dua pagi.

Rianti menoleh ke arah lingerie yang tadi dibelikan oleh suaminya.

"Kamu hanya perlu percaya diri, Ri." ucap Bramantya saat di mall tadi

Rianti akhirnya mengambil lingerie dan mencoba untuk memakainya.

Setelah memakainya, ia menatap dirinya di depan cermin.

"A-apakah aku harus menunjukkannya kepada Bramantya?" tanya Rianti dengan suara lirih.

Rianti menghela nafas panjang dan memutuskan untuk menunjukkan kepada suaminya.

Ia membuka pintu dan berjalan ke ruang tamu yang ada disebelahnya.

"Kenapa jantungku berdetak kencang seperti ini?" gumam Rianti.

Rianti menatap ke arah pintu kamar suaminya yang masih tertutup.

Ceklek!

Rianti terkejut ketika melihat Bramantya yang membuka pintu.

Bramantya berdiri mematung sambil menelan salivanya saat melihat istrinya memakai lingerie yang ia belikan tadi.

"Ri, k-kamu belum tidur?"

Rianti menggelengkan kepalanya dan mengatakan kalau ia tidak bisa tidur dari tadi.

"Ri, kenapa kamu menyiksaku seperti ini?" ucap Bramantya.

Rianti mendongakkan kepalanya saat mendengar perkataan dari suaminya.

"M-maksud kamu?"

Bramantya mendekatkan wajahnya ke wajah istrinya.

"A-apakah aku boleh meminta hak ku sebagai suami, Ri? Tapi, kalau kamu belum siap, aku akan menunggumu." ucap Bramantya.

Bramantya memintanya istrinya untuk kembali ke kamarnya karnaval ini masih malam.

Bramantya membalikkan tubuhnya dan disaat akan menutup pintu kamarnya.

Rianti langsung memeluk tubuh suaminya dari belakang.

Ia mencoba untuk melawan rasa traumanya yang ada dalam dirinya.

"Ri, jangan kamu paksakan kalau kamu belum siap. A-aku..."

Bramantya membelalakkan matanya saat istrinya mencium bibirnya.

Ia pun langsung menggendong Rianti yang masih menciumnya.

Bramantya melepaskan pakaiannya dan pakaian yang dikenakan oleh istrinya.

Tanpa banyak basa-basi, Bramantya langsung melakukan kewajibannya sebagai seorang suami.

"Ri, kamu baik-baik saja?" tanya Bramantya.

Rianti menganggukkan kepalanya sambil mencengkram erat punggung suaminya.

Sinar matahari menembus tirai jendela apartemen dengan lembut.

Rianti menggeliat pelan di atas ranjang, matanya mulai terbuka sedikit demi sedikit.

Begitu pandangannya tertuju pada jam dinding, ia langsung terlonjak.

“Ya ampun, sudah jam sepuluh pagi?! Bram! Kita terlambat! Kita harus kerja!” seru Rianti yang panik sambil menepuk bahu suaminya.

Bramantya mengerjap pelan, matanya masih setengah terbuka.

Dengan suara serak dan malas, ia berkata sambil tersenyum kecil,

“Sayang, bukankah aku bosnya, ya? Kenapa kamu yang panik?”

Rianti spontan terdiam, lalu menatap suaminya yang kini memeluk bantal dengan santai.

Setelah dua detik, ia menutup wajahnya dengan tangan dan tertawa kecil.

“Aduh, iya juga, ya. Aku lupa kalau aku menikah sama CEO” ucap Rianti sambil tersenyum malu.

Bramantya tertawa kecil lalu duduk, meraih ponselnya di nakas.

Ia membuka kalender digital dan menatapnya sebentar.

“Mulai hari ini, aku resmi libur tujuh hari penuh,” ucapnya sambil menatap Rianti lembut.

“Libur? Tujuh hari? “Terus, rapat dengan klien bagaimana?”

“Batalkan semuanya,” jawab Bramantya dengan nada tenang tapi tegas.

Rianti membulatkan matanya saat mendengar perkataan dari suaminya.

“Serius, Bram? Kamu tahu kan mereka nunggu kesepakatan besar minggu ini?”

Bram hanya tersenyum dan mengusap pipi istrinya dengan lembut.

“Kesepakatan yang paling besar dalam hidupku cuma satu yaitu kamu, Ri. Sekarang aku cuma mau fokus ke bulan madu kita.”

Rianti menghela napas panjang, tapi senyum kecil tak bisa disembunyikan dari wajahnya.

“Bram, biasanya kamu gila kerja, tapi kali ini malah gila karena cinta, ya?”

Bram tertawa terbahak-bahak dan mencubit ujung hidung istrinya.

“Kalau cintaku ke kamu termasuk kegilaan, Ri. Aku rela jadi orang paling gila di dunia.”

Rianti memalingkan wajahnya yang mulai memerah, lalu menarik selimut untuk menutupi wajahnya.

“Bram, jangan ngomong manis, nanti aku baper lagi.”

Bram hanya tertawa, lalu menarik Rianti ke dalam pelukannya.

“Biar saja, sayang. Hari ini kita nggak ke mana-mana. Cuma kamu, aku, dan waktu yang nggak perlu terburu-buru.”

Rianti menatap wajah suaminya dari dekat, lalu tersenyum lembut.

“Baiklah, Bos Besar. Tapi aku tetap bikin sarapan dulu. Kamu tunggu di sini, jangan kabur.”

Bramantya pura-pura memberi hormat kepada istrinya.

“Siap, Nyonya Bos. Tapi kalau sarapannya seenak pelukannya tadi malam, aku pasti tambah cinta.”

Rianti langsung melempar bantal ke arah Bram sambil tertawa, lalu berjalan ke dapur.

Lima belas menit kemudian Rianti datang dari dapur sambil membawa nampan berisi dua piring nasi goreng buatan tangannya, dua gelas jus jeruk segar, dan sepiring kecil buah potong.

Ia menaruhnya di atas tempat tidur dengan hati-hati, lalu menepuk bahu suaminya yang masih bersandar santai di bantal.

“Bos besar, sarapannya sudah datang,” ucap Rianti sambil tersenyum.

Bramantya menoleh dan langsung tersenyum hangat.

“Wah, pelayan hotelnya cantik banget. Kalau gitu, aku mau pesan sarapan tiap hari di ranjang.”

Rianti mencubit lengan suaminya yang menggemaskan.

“Sarapan dulu, nanti baru boleh rayu-rayu lagi.”

Mereka berdua makan di atas tempat tidur, sesekali saling menyuapi sambil tertawa.

Suasana terasa ringan dan penuh kehangatan dan benar-benar momen yang jarang mereka rasakan sebelumnya.

Namun di tengah keheningan itu, ponsel Rianti tiba-tiba berdering.

Nada panggilan yang khas langsung membuatnya refleks menegakkan tubuh.

Rianti melirik Bram yang tengah minum jus, lalu mengangkat panggilan itu.

“Halo, Ma?”

Suara Mama Dewi terdengar dari seberang, agak nyaring seperti biasanya.

“Ri, apa tikus di apartemen kamu udah nggak ada? Mama mau ke sana. Waktu itu kamu bilang sempat lihat tikus di kamar atas, kan?”

Rianti spontan menutup mulutnya, berusaha menahan tawa agar suaminya tidak mendengar perkataan dari Mama Dewi.

Bramantya menatap wajah istrinya dengan ekspresi kebingungan.

“Tikus?” bisiknya pelan sambil mengernyit.

Rianti menahan tawanya makin keras, lalu menjawab dengan suara lembut di telepon,

“Sudah nggak ada, Ma. Aman sekarang.”

“Oh, syukurlah. Soalnya Mama pengen bawa rendang buat kalian.”

Rianti menatap Bram sebentar, lalu menggigit bibirnya sebelum menjawab,

“Ma, sepertinya jangan dulu deh ke sini." ucap Rianti.

“Lho, kenapa? Kalian lagi sibuk, ya?”

Rianti akhirnya tidak bisa menahan senyum lebarnya.

“Hmm, bisa dibilang gitu, Ma. Soalnya aku sama Bramantya mau bulan madu.”

Suara Mama Dewi langsung berubah setengah terkejut setengah geli.

“Ha? Bulan madu? Di apartemen?”

Rianti tersedak kecil dan cepat-cepat menjawab pertanyaan dari Mama Dewi

“Ma, kita bukan bulan madu di apartemen, nanti kami pergi kok. Cuma lagi siap-siap aja sekarang.”

Bramantya yang mendengarnya hanya tersenyum geli sambil mengangkat alis.

“Mama kamu pasti lagi nahan tawa, ya?” bisiknya pelan.

Rianti menutup mic ponsel dan membalas dengan lirih,

“Iya, aku yakin banget Mama lagi senyum-senyum sendiri.”

Dari telepon, terdengar suara Mama Dewi yang masih bersemangat,

“Ya sudah, kalau begitu Mama nggak ganggu dulu. Kalian nikmati saja bulan madunya. Tapi nanti kabari Mama, ya, kalau mau berangkat!”

“Iya, Ma. Terima kasih, ya.”

Setelah menutup telepon, Rianti langsung menatap Bram dan meledak tertawa.

“Ya Tuhan, Ma bisa-bisanya nanya soal tikus pas kita lagi sarapan romantis begini.”

Bram ikut tertawa sambil mengacak rambut istrinya.

“Kalau Mama kamu tahu ‘tikusnya’ sebenarnya udah ditangani semalam, mungkin mama semakin kaget,” ucap Bram menggoda.

Rianti langsung memukul bantal ke arah suaminya sambil tertawa malu.

“Bram! Kamu tuh!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!