"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"
"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"
"Kau terlalu berani Signorina Ricci"
"Aku bukan mainan mu"
"Aku yang punya kendali atas dirimu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikut Maunya Papi
Meja makan terasa sunyi pagi itu, hanya denting halus sendok beradu dengan piring dan bunyi roti yang digigit pelan.
Kairos duduk di ujung meja, tubuh tegak dan tenang, seolah tak terusik oleh apa pun.
Roti di tangannya berpindah ke mulut dengan ritme pasti. Namun di balik sorot matanya yang elang, ada kekosongan samar, dingin tapi juga sepi.
Aurel sesekali melirik, bibirnya nyaris terbuka untuk meminta maaf atas kalimatnya di forum keluarga semalam.
Tapi sesuatu menahan lidahnya, suasana di meja terlalu kaku, terlalu rapuh untuk disentuh dengan kata-kata.
Emily, yang duduk di samping Alex, hanya bisa menghela napas dalam-dalam. Ia menaruh gelas teh dengan hati-hati, berusaha menjaga keheningan yang bisa pecah kapan saja.
Alex berdehem memecah udara yang nyaris membeku diruangan itu. “Kai…” suaranya tenang, penuh kehati-hatian.
“Tentang Aurora. Apa rencanamu untuknya?”
Kairos berhenti mengunyah, meletakkan pisau mentega di samping piring.
Ia tidak langsung menjawab, hanya menatap Alex datar, seolah menimbang apakah pertanyaan itu sekadar basa-basi atau tantangan.
Alex mencondongkan tubuh sedikit ke depan.
“Aku rasa akan lebih baik kalau kau sendiri yang mengantarkannya pulang. Bukan sebagai beban bisnis, bukan sebagai tawanan. Hanya sebagai manusia. Itu akan menjaga nama keluarga, dan mungkin juga hatimu sendiri.”
Aurora yang duduk kaku di kursinya menunduk, jari-jarinya menggenggam erat ujung roknya. Ia tidak berani menatap siapa pun.
Mata Kairos akhirnya beralih ke arahnya. Tatapan itu dingin, sulit ditebak, tidak ada amarah, tapi juga tidak ada kehangatan. Hanya kehampaan yang membuat Aurora semakin menunduk.
“Iya,” jawab Kairos akhirnya. Suaranya datar dan singkat.
Aurora tersentak kecil, matanya membesar sesaat seakan tidak percaya mendengar persetujuan itu keluar begitu saja dari mulut pria yang dingin itu.
Ia cepat-cepat menunduk lagi, takut kalau reaksi spontan itu terlihat oleh Kairos. Jemarinya meremas pangkuan, berusaha menenangkan getar dalam tubuhnya.
Alex dan Emily saling bertukar pandang, lalu tersenyum tipis. Ada kelegaan terselip di sana, seolah jawaban dingin Kairos tetap memberi mereka secercah harapan bahwa sesuatu sedang berubah.
Berbeda dengan mereka, Aurel hanya terdiam. Tatapannya tertuju pada Kairos tanpa ekspresi, tak tersenyum, tak juga protes.
Diamnya terasa berat, seakan ia lebih memilih menyimpan penilaiannya untuk nanti.
Kairos meletakkan serbet di samping piringnya, lalu berdiri perlahan.
Gerakannya tenang, tidak tergesa, namun penuh otoritas. Semua kepala refleks menoleh, menunggu apa yang akan ia lakukan.
Tatapannya menyapu meja sejenak, singgah sepersekian detik pada Aurora yang masih menunduk. Kemudian, dengan nada datar yang nyaris tanpa emosi, ia berkata.
“Bersiaplah. Aku akan mengantarmu.”
Kalimat itu sederhana, dingin, tapi tegas. Bukan permintaan, melainkan instruksi yang tak terbantahkan.
Kairos sudah melangkah keluar dari ruang makan tanpa menoleh lagi, meninggalkan suasana yang masih tertahan.
Aurora mengangkat wajah sekilas, menatap punggung pria itu yang menjauh. Ia lalu berdiri perlahan, mengumpulkan keberanian untuk membuka suara.
“Terima kasih untuk sarapannya,” ucapnya pelan, suaranya agak bergetar tapi tulus.
Tatapannya bergantian menuju Alex, Emily, lalu Aurel. “Dan terima kasih juga karena sudah menerima saya di sini.”
Alex menanggapi dengan senyum hangat dan anggukan kecil.
Emily mengulurkan tangan seolah ingin meraih Aurora, namun hanya berhenti di udara, lalu menepuk dadanya sendiri sebagai tanda ia ikut merasakan berat perpisahan itu.
Aurel tetap diam, menatapnya lekat dengan ekspresi yang sulit ditebak antara ingin menahan, tapi memilih bungkam.
Aurora menunduk lagi, lalu melangkah pelan mengikuti jejak Kairos, meninggalkan meja yang kembali sunyi.
tbc 🐼