Ketika di bangku SMA, Gaffi Anggasta Wiguna dan Bulan Noora selalu berjalan berdampingan layaknya sepasang kekasih yang penuh dengan keserasian. Di balik kedekatan yang mengatasnamakan pertemanan, tersembunyi rasa yang tak pernah terungkapkan. Bukan tak memiliki keberanian, melainkan Bulan Tengah mengejar seseorang. Anggasta memilih jalan sunyi, memendam dan mencoba tetap setia mendampingi sampai kebahagiaan itu benar-benar datang menghampiri perempuan yang sudah membuatnya jatuh hati. Barulah dirinya mundur pelan-pelan sambil mencoba untuk mengikhlaskan seseorang yang tak bisa dia genggam.
Lima tahun berlalu, takdir seakan sengaja mempertemukan mereka kembali. Masihkah cinta itu di hati Anggasta? Atau hanya bayang-bayang yang pernah tinggal dalam diam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Sedikit Berbeda
Bulan terkejut ketika sudah ada Haidar di depan kafe. Dia menoleh ke arah samping di mana Anggasta berada. Tak ada keterkejutan sama sekali di wajah Anggasta. Seperti sudah tahu dan hanya anggukan disertai senyuman yang lelaki itu berikan.
"Gua duluan."
Senyum yang begitu manis terasa menyakitkan untuk Bulan. Matanya kembali nanar menatap punggung lebar yang mulai menjauh. Dan kini, sudah menghilang di balik pintu mobil.
Ungkapan hati Anggasta masih terngiang di kepala. Haidar yang mengajak bicara pun tak didengar.
"Bulan!"
Barulah perempuan itu tersadar dan menoleh ke arah Haidar yang ada di belakang kemudi.
"Are you okay?" Hanya mengangguk pelan.
"Tante tadi hubungi aku, nanyain kamu lagi sama aku enggak. Soalnya udah malam. Kebetulan aku habis nganter Alma ke kafe yang enggak jauh dari sini lihat kamu dari jalan. Aku nunggu kamu deh."
Penjelasan Haidar membuat rasa bersalah semakin dalam. Dia meyakini jika temannya itu kini semakin kecewa padanya.
Di dalam kamar, dipandangi foto dirinya dan Anggasta. Tersenyum kompak ke arah kamera. Disentuhnya figura tersebut dengan air mata yang kembali menggenang.
"Gua jahat ya, Fi?"
Kenangan manis bersama Anggasta mulai berputar. Ketulusan lelaki itu memang sangat dirasakan. Sayangnya, tak ada rasa yang tumbuh. Hanya sebatas nyaman jika tengah bersama. Air mata pun menetes tanpa diminta.
"Andai lu enggak suka sama gua, kita akan jadi teman selamanya."
Perihal hati tak bisa dipaksa. Hanya saja Bulan merasa sangat bersalah karena tak bisa membalas sayang yang Anggasta miliki. Padahal, dia yang paling setia dan tulus. Selalu ada tanpa diminta.
Tak ada yang berubah dari Anggasta. Seperti tak ada kejadian apapun semalam. Sikapnya masih hangat dan tutur katanya masih sangat lembut kepada semua karyawan termasuk dirinya.
Bulan sudah mengetuk pintu ruangan, suara dari dalam membuatnya masuk dengan sopan. Menyerahkan materi untuk meeting dengan senyum yang begitu manis.
"Simpan saja di meja," titahnya yang terfokus pada laptop.
Ada sedikit perih ketika melihat sikap Anggasta. Suara lelaki itu begitu dingin. Bulan pun segera keluar dari sana karena lelaki itu sama sekali tak menoleh kepadanya.
Ketika mereka berada di mobil yang sama untuk menuju tempat meeting, tak ada obrolan apapun. Anggasta masih fokus pada materi yang Bulan beri karena belum sempat diperiksa. Hanya obrolan keprofesionalan yang ada di dalam mobil. Sesekali Bulan memperhatikan. Namun, pandangan lelaki itu tetap pada layar lembaran kerja yang Bulan beri.
Ada sebuah kekosongan yang Bulan rasakan. Pesan dari Anggasta kirim hanya pesan perihal pekerjaan. Tak lebih dan tak kurang. Seperti ada jarak yang diberikan. Namun, semesta seakan masih mendekatkan mereka berdua. Di mana dirinya harus kembali ikut serta dalam meeting bersama Anggasta.
Semenjak lelaki itu bersikap jauh berbeda dari biasanya. Kharisma yang dipancarkannya begitu luar biasa. Bulan terpana termasuk peserta rapat. Selain tampan, Anggasta juga begitu cerdas. Dan sebuah celetukan terdengar setelah meeting usai.
"Wanita mana yang nantinya sangat beruntung mendapatkan Anda ya, Pak Anggasta?"
Hanya seulas senyum yang Anggasta berikan. Itu tak luput dari pandangan Bulan. Bahkan, secara terang-terangan ada yang ingin meminta Anggasta untuk menjadi menantu. Perkataan yang dianggap candaan oleh sang direktur ternyata sedikit mengganggu Bulan.
"Apa di dunia bisnis itu seperti itu? Rela menjodohkan anaknya hanya untuk keberlangsungan perusahaan." Anggasta hanya tersenyum mendengar pertanyaan Bulan yang di luar konteks pekerjaan.
"Hanya sebagian kecil," jawabnya tanpa menghentikan langkah.
Mulut Bulan terkatup rapat karena jawaban Anggasta begitu singkat dan langsung menuju mobil. Bulan melirik ke arah Anggasta yang semakin terdiam. Sepertinya pertanyaannya tadi membuat tak nyaman.
"Maaf," ucap Bulan begitu pelan ketika mereka sudah duduk di dalam restoran steak.
Atensi Anggasta mulai beralih. Manik mata mereka berdua pun bertemu.
"Saya enggak bermaksud--"
"Pertanyaan yang biasa dan bahkan banyak orang lontarkan," potongnya. "Sudah waktunya makan. Pesanlah!"
Itu bukan seperti Anggasta. Terasa dingin dalam berucap serta tak ada senyum yang terukir sama sekali. Wajahnya pun sangat datar. Di tengah keheningan sambil menunggu pesanan datang tak ada obrolan yang mereka buka. Apalagi Bulan yang merasa canggung terlebih Anggasta yang masih tetap memandang ponsel dengan serius.
Sekarang, hanya suara peraduan garpu, pisau dan piring yang terdengar. Suara seseorang sedikit memecah keheningan hingga pandangan mereka berdua kompak tertuju pada orang yang ternyata sudah ada di samping meja mereka.
Perempuan cantik dengan baju formal sudah duduk di samping Anggasta tanpa permisi. Meminum jus yang Anggasta pesan. Lelaki itupun hanya menggelengkan kepala pelan.
"Pesan gih!"
Alma menggeleng. Mengambil alih garpu yang sudah menusuk daging dari tangan Anggasta. Lalu, memasukkan ke dalam mulut. Bulan begitu tercengang. Sedangkan Anggasta malah tertawa. Tawa yang sudah hampir seminggu tak Bulan lihat
"Ada masalah?"
Alma segera menatap Anggasta. Menelisik wajah lelaki itu dengan mata yang memicing.
"Kamu cenayang kah?" Anggasta kembali tertawa dan mengacak puncak rambut Alma. Ada mata yang terlihat iri.
"Aku butuh teman diskusi."
Sebuah kalimat yang membuat kunyahan Anggasta terhenti. "Your boyfriend?"
Alma tersenyum, tapi rautnya berbeda. "So busy."
Bulan menutup mulutnya rapat. Haidar selalu mengatakan jika Alma yang sibuk. Dan sekarang malah Alma yang mengatakan sebaliknya. Dia tak berani menatap ke arah Alma. Sikap ramahnya seperti tak ada lagi.
Alma segera mengeluarkan iPad dari tas. Menunjukkan kepada Anggasta apa yang ingin didiskusikan. Dipandanginya layar iPad dengan serius hingga kedua alis Anggasta sedikit menukik.
"Kepala aku udah mau pecah, Gas," adunya tanpa dibuat-buat.
Kembali Anggasta menatap Alma. Kepalanya mengangguk pelan menandakan siap membantu. Alma pun tersenyum begitu lebar.
"Untuk waktunya nanti aku kabarin lagi." Acungan jempol dengan senyum yang melengkung lebar terukir di wajah cantik Alma.
"Mereka sudah putus? Tapi, masih terlihat layaknya pasangan yang menjalin hubungan. Apalagi Gaffi yang terlihat sangat perhatian."
Perempuan itu tak lama di sana. Dia pamit, tapi tak memanggil Alma dengan panggilan seperti biasanya.
"Aku duluan ya, Bulan."
Terasa begitu aneh. Biasnya Alma akan memanggilnya pacarnya Gagas. Apa Anggasta yang melarang Alma untuk memanggil seperti itu? Padahal, dia tak keberatan.
Belum lama Alam pergi, ponsel Anggasta bergetar. Telinganya sedikit ditajamkan karena dia tahu siapa yang menghubungi Anggasta.
Mata Anggasta seperti mencari sesuatu. Sampai dia rela melihat ke kolong meja.
"Ada Al, kamu tunggu aja di sana."
Bola mata perempuan itu terus mengikuti lelaki yang setelah sambungan telepon terputus segera beranjak dari duduknya setelah menemukan barang milik Alma yang terjatuh. Langkahnya pun begitu tergesa. Teringat akan sikap Anggasta yang dulu. Di mana begitu sigap jika dia meminta bantuan.
"Bisa enggak sih Fi sikap lu kembali seperti itu ke gua? Hangat seperti dulu."
...*** BERSAMBUNG ***...
Boleh minta komennya???
dari dulu selalu nahan buat ngehujat si bulan tapi sekarang jujur muak liat wanita oon yg mau aja diperbudak cinta sampe jadi nggak tau malu dan buta hadeh wanita jenisan bulan emang cocok ama laki-laki jenis Haidar sama2 rela jatuhin harga diri demi cinta kemaren sempet agak seneng liat karakternya pas lepasin Haidar sekarang jujur ilfil sudah dan nggak layak buat gagas terlalu berharga keluarga singa cuman dapet menantu sekelas si bulan
kalau cewe udah terluka
pilihan opa ngga ada yang meleset...
good job alma👍 gausah jadi manusia gaenakan nanti mereka yg seenak jidat kaya mamak nya si haidar
lagian tuh ya.... para karyawan gak punya otak kali ya , dimana dia bekerja bisa-bisanya merendahkan dan menggosip pimpinannya , pada udah bosan kerja kali ya .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lnjut trus Thor
semangat
psfshal diri ny sen d iri pun menyimpsn luka yg tsk bisa di gambar kan.
sya dukung gagas sma Alma..
saya pantau terus author nya
jiwa melindungi gagas mencuat 🤭
btw oppa cucu nya abis di siram sama Mak nya Haidar TUHH masa diem2 aje
jadi orang jangan terlalu baik Al.... sesekali beri mereka pelajaran , biar mereka bisa melek , bisa buka mata lebar-lebar dan bisa melihat siapa yang salah dan siapa pula yang benar .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍