NovelToon NovelToon
My Man

My Man

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Persahabatan / Romansa
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: widyaas

Karena mantan pacarnya, di mata Elizabeth semua pria itu sama saja. Bahkan setelah putus, dia tidak ingin menjalin hubungan asmara lagi. Namun, seorang pria berhasil membuatnya terpesona meski hanya satu kali bertemu.

"Aku tidak akan tertarik dengan pria tua seperti dia!"

Tapi, sepertinya dia akan menjilat ludahnya sendiri.

"Kenapa aku tidak boleh dekat-dekat dengannya? Bahkan tersenyum atau menatapnya saja tidak boleh!"

"Karena kamu adalah milik saya, Elizabeth."

⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Elizabeth mengetuk kepalanya berkali-kali, dia tidak habis pikir, kenapa bisa melakukan hal konyol seperti tadi. Saat menyadari ada ancaman yang akan datang, dia langsung lari dari ruangan Altezza, bahkan dengan berani mengabaikan panggilan bosnya sendiri. Karena panggilan itu bukan sekedar panggilan biasa. Astaga ... jika mengingatnya, Elizabeth benar-benar takut!

"Apa yang ku lakukan? Memaksanya minum obat? Ya Tuhan ... besar sekali nyaliku!" Dia meminum kopinya yang sudah dingin hingga tandas, lalu meletakkan gelas kecil itu dengan kasar. "Mau ditaruh di mana wajahku?! Elizabeth, kamu benar-benar boddoh!"

"Hah! Sudahlah! Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Lebih baik lupakan dan fokus dengan yang lain," gumamnya lalu kembali menyalakan komputernya.

Di sisi lain, Altezza berdecak karena tingkah Eliza yang kurang ajar. Ya meskipun dia tidak terlalu marah, tapi tetap saja tindakan Eliza tadi tidak bisa dibenarkan. Bagaimana kalau dia tidak bisa mengontrol diri? Bagaimana kalau— oke cukup, Altezza tidak ingin mengingat kejadian tadi. Dia mengambil air minum dan meneguknya hingga tandas, menghilangkan rasa pahit yang masih terasa di tenggorokannya. Jujur saja, seumur-umur, Altezza tidak pernah dicekoki obat seperti apa yang dilakukan Elizabeth. Gadis itu memang kurang ajar, haruskah ia beri pelajaran nanti?

"Ke ruangan saya sekarang," ucapnya setelah telepon tersambung dengan kontak Baskara. Tanpa menunggu balasan sang asisten, Altezza mematikan sambungannya.

Entah kenapa dia merasa mengantuk sekarang, apakah efek obat yang diminum? Harusnya dia bisa melawan Elizabeth tadi.

Altezza menegakkan tubuhnya saat Baskara masuk. "Lusa, berangkatlah ke LA untuk melihat perkembangan proyek kita. Nanti saya akan menyusul dia hari setelahnya." Dia menyerahkan sebuah map pada Baskara.

"Bawa ini," lanjutnya.

Baskara mengangguk paham, dia menerima map tersebut. "Dimengerti, Pak."

"Sudah, pergilah. Pastikan tidak ada yang mengganggu saya hari ini," kata Altezza dan diangguki oleh Baskara lagi. Setelahnya, Baskara pergi dari sana, sedangkan Altezza berjalan menuju salah satu ruang istirahat nya, ada ranjang dan toilet di sana. Biasanya Altezza akan tidur di sana jika sedang tidak fit, seperti sekarang. Menginap? Tidak pernah sama sekali. Oh, mungkin belum.

****

Sore hari semua karyawan bersiap untuk pulang, termasuk Elizabeth, dia sudah lebih dulu membereskan barangnya sedari tadi. Matanya memandang keadaan luar melalui jendela kaca, ternyata mendung. Sepertinya akan turun hujan malam ini.

"Sebaiknya aku segera pulang, nanti bisa hujan," gumamnya sambil mengunci ponsel, dia pun segera keluar dari ruangannya.

"Astaga!" Eliza memekik pelan, dia melotot menatap Baskara yang tersenyum tanpa dosa.

"Apa aku mengagetkan mu?" Baskara mengusap lehernya dengan senyum kikuk.

Eliza menghela nafas kasar. "Kalau saya jantungan, bagaimana? Memangnya Pak Baskara sanggup mencari sekretaris baru sehebat saya, hah?" Ia mengibaskan rambutnya ke belakang. "Untung saja saya tidak punya riwayat penyakit jantung!"

Baskara yang tadinya merasa bersalah pun langsung menatap datar Eliza ketika mendengar betapa percaya dirinya gadis itu. Hanya Eliza yang berani bersikap seperti ini padanya.

"Ada apa, Pak?" tanya Eliza.

"Pak Altezza menunggu di mobil," jawab pria itu.

Kening Eliza mengerut. "Menunggu saya? Kenapa?"

"Tidak tau, lebih baik kamu temui beliau sekarang," balas Baskara.

Meski bingung, Eliza pun menurut. Namun, dia seketika kembali mengingat kejadian di ruangan Altezza tadi.

"Oh! Atau jangan-jangan dia ingin balas dendam padaku?! Dan melakukan pembbunnuhan berencana?!" bisiknya heboh sendiri. Anehnya, meski begitu, kakinya terus melangkah menuju parkiran mobil. Sedangkan Baskara hanya geleng-geleng kepala mendengar gumaman Elizabeth, dia memang mengikuti Eliza, dan gadis itu belum menyadari.

"Ngomong-ngomong—"

"AAAAAA!"

Baskara melotot saat mendengar Eliza berteriak kencang, beberapa karyawan yang belum pulang langsung menatap keduanya dengan bingung.

"Pak Baskara?!" Eliza berbalik dan menatap Baskara dengan terkejut, sepertinya dia memang shock. Katakan saja jika dia alay.

"Apakah kamu mudah terkejut?" Baskara menatap Eliza dengan kening mengerut.

Tangan Eliza reflek memukul lengan Baskara, dia terlihat kesal sekali. "Bisa tidak suaranya dikecilkan?!"

Baskara bergumam panjang. "Dikecilkan, seperti ini?" Ia berbisik. Hal itu membuat Eliza memutar bola matanya malas.

"Kenapa Bapak mengikuti saya?"

"Karena saya juga ingin pulang, apa lagi?" Sebelah alis Baskara terangkat.

Iya sih, tidak salah, tapi tetap saja Eliza kesal! Tak menanggapi lagi, Eliza lebih memilih mempercepat langkahnya, meninggalkan Baskara yang geleng-geleng kepala melihat tingkah gadis itu.

"Benar apa kata Pak Al, dia seperti anak-anak," gumamnya tanpa mengalihkan tatapannya dari punggung Elizabeth.

Elizabeth segera masuk ke dalam mobil Altezza, dia berdeham pelan agar tidak terlalu canggung.

"Sore, Pak," katanya menyapa.

"Hm."

"Cih, menyebalkan sekali!" batin Eliza, tapi bibirnya tetap tersenyum.

"Tumben Bapak mengajak saya pulang bersama, ada apa?" tanya Eliza setelah mobil melaju.

"Ibu saya ingin bertemu kamu," jawab Altezza.

Tanpa sadar Eliza menghela nafas lega. Dia pikir Altezza benar-benar akan melakukan pembbunuhhan padanya karena masalah minum obat.

"Ahh, begitu ya," kata Eliza menanggapi. Dia tidak gugup meski harus bertemu dengan ibu dari bos nya ini, lagi pula mereka sudah cukup akrab, kan?

Tidak ada percakapan lagi setelah itu, Altezza juga tidak berniat membuka suara dan sepertinya dia agak marah. Sebenarnya Eliza merasa bersalah karena kejadian tadi, bukankah dia sangat kurang ajar?

"Umm ... tentang tadi siang, saya minta maaf, Pak. Saya sadar jika saya sangat keterlaluan, maaf," ucap Eliza dengan tulus.

"Saya memaklumi."

Kening Eliza mengerut, memaklumi apa?!

"Bukankah sikap kamu memang begitu? Kasar," lanjut Altezza tanpa beban.

Eliza hendak membantah tapi pria itu lebih dulu meliriknya dengan tatapan maut. Jadilah Eliza menunduk seraya memilin ujung kemejanya. "Maaf ...."

Altezza menghela nafas. "Kalau kamu melakukan hal seperti itu lagi, saya tidak segan untuk memecat kamu detik itu juga," katanya semakin membuat Eliza ketar-ketir.

"I–iya, Pak. Saya tidak akan ulangi lagi!" ujar Eliza sungguh-sungguh.

Altezza tak menanggapi lagi. Namun, sudut matanya sesekali melirik Eliza yang sedang menatap gedung-gedung kota.

Meski sikap gadis itu yang agak bar-bar, Altezza tidak risih sama sekali, karea dia merasa Eliza benar-benar menjadi dirinya sendiri tanpa harus bersikap anggun untuk menutupi sifat aslinya. Ya, setidaknya sekretaris nya ini tidak bermuka dua.

Sesampainya di mansion keluarga Pamungkas, Elizabeth lebih dulu turun karena melihat Gaby yang seperti menunggunya. Ah, mereka baru beberapa kali bertemu tapi sudah begitu akrab.

"Kak El!" Gaby merentangkan tangannya sembari berlari ke arah Elizabeth.

Eliza juga melakukan hal yang sama seperti Gaby. Altezza mendengus geli melihat tingkah kedua perempuan itu, mereka benar-benar satu paket. Bahkan Gaby sudah mulai melupakannya dan lebih asik dengan Elizabeth.

"Aku baru saja membeli blind box bersama daddy! Nanti temani unboxing, ya, Kak?" Mata Gaby berbinar.

Eliza mengangguk antusias. Dia juga sama seperti perempuan lainnya, suka dengan barang-barang lucu dan imut.

"Kalian sudah sampai?" Suara Asteria terdengar saat mereka baru memasuki ruang keluarga. Di sana juga ada Ergino yang sedang menyusun mainan puzzle milik Gaby. Ergino memang tidak pernah membawa pekerjaan jika sedang berkumpul dengan keluarga, tidak ada tablet, ponsel ataupun laptop di tangannya, dia benar-benar fokus dengan keluarganya.

Eliza mendadak canggung saat kedua paruh baya itu menatapnya. Dia pun segera menyalami mereka dengan sopan.

"Selamat sore, Tuan, Nyonya," ucap Eliza.

"Sore," balas keduanya, tapi Asteria terdengar lebih ramah, sedangkan Ergino terdengar datar.

Elizabeth duduk di sofa yang sama dengan Gaby, sedangkan Altezza duduk di sofa single.

"Umm ... ngomong-ngomong, ada apa Nyonya mengundang saa datang kemari?" tanya Eliza dengan sopan.

"Aku ingin mengajakmu makan malam, Sayang. Bibi sudah masak banyak tadi, tidak keberatan, kan?" Asteria menatap Eliza dengan senyum mempesona.

"Tentu saja tidak! Aku sangat senang bisa datang kemari," balas Eliza antusias. Hal itu membuat Asteria dan Gaby terkekeh kecil.

"Bagaimana kabar orang tuamu?" Asteria kembali bertanya.

"Mereka baik-baik saja, sangat baik," jawab Eliza sambil tersenyum.

"Syukurlah, lain kali aku akan mengundang mereka juga untuk makan malam di sini."

"Ah, tidak usah repot-repot, Nyonya." Eliza terkekeh canggung.

"Tidak repot sama sekali, kami malah senang karena bisa bertemu dengan mereka lagi."

"Benar, aku sangat senang jika Kakak datang ke rumah setiap hari," celetuk Gaby ikut-ikutan.

Eliza hanya tertawa kecil menanggapi nya, dia benar-benar tidak bisa berkata-kata lagi jika berhadapan dengan keluarga terhormat ini.

Ketiga wanita itu asik berbincang, sedangkan Ergino memperhatikan putranya yang hanya diam menonton TV yang menyala, hingga tatapannya beralih pada kemeja Altezza yang sedikit kusut. Seketika matanya memicing melihat sesuatu di sana.

"Altezza, itu ...." Ergino menunjuk baju Altezza, semua orang sontak menatap ke arah Altezza.

"Lipstik? Atau mataku yang salah?" lanjutnya membuat semua orang terbalak. Bahkan Elizabeth reflek menyentuh bibirnya sendiri.

"Mampus!" batinnya berteriak.

Bersambung...

1
yourheart
luar biasa
vj'z tri
🏃🏃🏃🏃🏃🏃 kaborrrrr 🤣🤣🤣
vj'z tri
semalam aku mimpii mimpi buruk sekali ku takut berakibat buruk pula bagi nya ,kekasih ku tercinta yang kini di depan mata asekkk 💃💃💃
vj'z tri
walaupun sedikit kan judul nya tetap terpesona aku Ter pesona memandang memandang wajah mu yang ganteng 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
dyarryy
mumpung hari senin, yuk vote dulu🥰🥰
vj'z tri
jangan menilai dari cover nya pak bos 🤭🤭🤭
vj'z tri
byar koe ndok 🤣🤣🤣🤣🤣🤣 gak boleh bawa contekan kah 🤗🤗🤗
vj'z tri
😅😅😅😅😅😅😅😅😅sabar sabar sabar
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku hadir Thor bpembukaan yang kocak
yourheart
lanjutttt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!