Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Malam itu, pukul 23.00, keheningan menyelimuti kediaman besar keluarga Zhang. Hanya suara jarum jam berdetik pelan yang menemani.
Cat baru saja bangun, matanya masih terasa berat. Ia mengucek matanya sambil duduk di tepi ranjang. “Bukan di kasur sendiri… sulit untuk bisa tidur pulas. Karena sudah malam, aku terpaksa tidur di rumahnya,” gumamnya lirih.
Dengan langkah ringan namun hati-hati, ia keluar kamar. Lorong panjang yang ia lewati terasa asing, dingin, hanya diterangi cahaya lampu meja yang temaram. Seolah setiap bayangan yang menempel di dinding menatapnya diam-diam.
Saat hendak kembali ke kamarnya, Cat menyadari ada cahaya lampu remang dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Ia berhenti, lalu menajamkan telinganya.
“Kakak, acara pesta pertunangan akan segera tiba. Apakah sudah melakukan persiapan? Dan bagaimana dengan Nona Liu? Apakah hubungan kalian akan membaik?” suara Ekin terdengar dari balik pintu, jernih dan penuh perhatian.
Alis Cat berkerut. Tanpa sadar, kakinya melangkah mendekat. Ia menempelkan tubuhnya ke dinding, mengintip celah pintu. Dari sana ia melihat Maximilian, duduk santai di sofa, hanya mengenakan jubah tidur, melakukan panggilan video dengan adiknya.
“Sudah siap semuanya,” jawab Maximilian, suaranya tenang namun penuh percaya diri. “Mengenai hubungan kami, masih belum ada kemajuan. Gadis itu sulit dijinakkan. Sangat menarik. Dia berbeda dengan wanita lain yang suka mencari kesempatan mendekatiku.”
“Kakak, kau sangat beruntung bisa mendapatkan gadis itu. Nona Liu sangat polos dan hebat. Rawat dia dengan baik,” ujar Ekin. Ada jeda sebelum ia bertanya lagi, “Dan aku masih penasaran… apakah Kakak telah merasakan sesuatu terhadapnya?”
“Menyukai lawan jenis bukankah hal biasa? Tidak ada yang harus merasa aneh,” jawab Maximilian ringan, sambil mengangkat cangkir teh di tangannya.
“Dua orang bersama membutuhkan kepercayaan dan cinta, bukan hanya soal pertunangan. Nona Liu dibesarkan di desa. Apakah Kakak tidak keberatan di masa depan?” tanya Ekin lagi, nada suaranya terdengar khawatir.
Maximilian tersenyum kecil, menegakkan duduknya. “Kenapa aku harus keberatan? Setelah bertunangan, aku dan Cat akan menjalin hubungan lebih dekat. Gadis itu masih ragu denganku, tapi aku akan membuat dia percaya padaku.”
Cat yang mendengar itu sedikit menghela napas lega, namun rasa was-was masih menggelayuti hatinya.
Namun kata-kata selanjutnya menusuk telinga dan hatinya tanpa ampun.
“Bukankah Kakak pernah mengatakan kalau Kakak bukan menyukainya, melainkan hanya tertarik? Bertunangan bukan hal kecil, Kakak harus menikahinya setelah saatnya tiba,” ujar Ekin mengingatkan.
Maximilian hanya terkekeh. “Bertunangan dua tahun. Setelah itu… kalau aku memang mencintainya, aku akan menikahinya. Tapi kalau aku tidak mencintainya dan merasa bosan, maka aku akan memberi kompensasi sebagai ganti rugi.”
Cat menahan napas, matanya membelalak. Dunia seolah berhenti berputar.
"Maximilian Zhang, ternyata kau pria bajingan… tidak ada bedanya dengan Liu Zhen. Aku baru saja menerimamu karena kebaikanmu. Ternyata semua itu hanya pura-pura. Bukan niat tulus, melainkan hanya obsesi. Kompensasi? Kau menganggapku wanita murahan?!" batinnya bergetar, wajahnya memucat.
Sementara di dalam kamar, suara Ekin terdengar lagi, lebih serius kali ini. "Beberapa hari lagi acara akan diadakan, Kakak. Aku berharap kalian menikah, bukan hanya hubungan dua tahun. Tidak adil baginya. Keluarganya memperlakukannya dengan tidak adil, jadi dia hanya bisa bergantung padamu.”
Maximilian menyandarkan tubuhnya, tatapannya mengeras namun bibirnya masih tersenyum samar. “Cat Liu sangat cerdas dan bukan wanita lemah. Tapi aku akan membuatnya bergantung padaku, agar dia tidak bisa lepas dari tanganku. Menikahinya atau tidak, tergantung apakah aku benar-benar mencintainya atau tidak. Itu akan kita tahu setelah dua tahun. Aku pernah mengatakan akan menikahinya setelah dia berusia 20 tahun.”
"Aku berani bertaruh, kalau Kakak sebenarnya sudah menyukainya. Hanya saja Kakak tidak menyadarinya… atau mungkin tidak mau mengakuinya," ujar Ekin dengan penuh keyakinan.
Maximilian terdiam sejenak, lalu menatap adiknya dengan tajam. "Aku adalah seorang mafia. Cinta bukanlah tujuan utamaku. Menikah adalah kewajiban bagi seorang pria sepertiku—terutama demi memiliki keturunan. Kalau aku tidak menikah dan punya anak, ke depannya siapa yang akan menggantikan posisiku?" suaranya datar namun menusuk.
Ia lalu menyandarkan tubuh ke kursinya, senyum tipis terbentuk di bibirnya. "Hanya saja… aku belum tahu wanita mana yang akan menjadi istriku. Tapi jika Cat Liu cukup beruntung, maka dia akan menjadi wanita itu."
Kalimat terakhirnya menusuk hati Cat, membuat dadanya terasa sesak mendengar bagaimana dirinya hanya dianggap "opsi keberuntungan" dalam hidup Maximilian.
Cat menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak dalam dadanya. Dadanya sesak, matanya berair, namun ia tidak boleh tertangkap basah mendengarkan. Dengan pelan, ia mundur beberapa langkah dari pintu, lalu berbalik.
Keesokan Harinya – Rumah Keluarga Liu Zhen
Suasana rumah keluarga Liu Zhen dipenuhi aroma dupa dan suara tabuhan genderang kecil yang dibawa oleh rombongan utusan dari keluarga Maximilian. Pagi itu, sebuah iring-iringan mobil hitam berhenti di depan gerbang besar. Para pelayan segera bergegas menyambut.
Kotak-kotak kayu berukir naga dan burung phoenix satu per satu diturunkan. Di dalamnya, terisi mas kawin yang menjadi tanda pertunangan resmi antara Maximilian dan Cat Liu.
“Ini adalah Cai Li ( Mas Kawin ) yang Tuan Maximilian titipkan,” ujar kepala rombongan sambil menyerahkan sebuah daftar panjang kepada Liu Zhen.
Isi seserahan itu membuat Liu Zhen, Fanny dan Flora terperangah:
Uang tunai sebesar 8,888,000 yuan – angka delapan dipilih karena melambangkan keberuntungan tanpa akhir.
Batang emas murni seberat 88 liang (sekitar 3,3 kg) yang disusun rapi di dalam kotak berlapis sutra merah.
Sepasang gelang emas naga dan phoenix, simbol penyatuan pria dan wanita dalam harmoni.
Kalung mutiara dan giok putih, lambang kemurnian dan panjang umur.
Anggur beras tua dan teh mahal dari pegunungan, yang akan dipakai untuk upacara minum teh.
Delapan kotak buah dan kue manis, melambangkan kehidupan manis setelah pernikahan. Liu Zhen menatap seserahan itu dengan wajah serius, tapi matanya tak bisa menyembunyikan kilatan puas. “Keluarga Maximilian benar-benar memandang tinggi putriku,” gumamnya.
"Sial, hanya gadis desa, Tapi malah mendapatkan Cai Li yang begitu mewah. Seharusnya ini menjadi milikku," batin Flora.
Di sisi lain, Cat hanya terdiam. Hatinya bergejolak ketika melihat betapa besar nilai mas kawin itu. Baginya, bukan emas atau uang yang berat, melainkan arti dari ikatan yang kini semakin nyata.
"Maximilian, kau hanya ingin memanfaatkan aku memuaskan dirimu. Demi membuatku percaya padamu. Kau memberi Cai Li dengan nilai yang tinggi. Sayang sekali aku bukan orang yang tepat untuk kau bohongi," batin Cat.
smgat thor, up bnyk2 dong thor, tq!
thor smngat🫰di tnggu trs ni