"Biar saya yang menikahi Dira, Om."
"Apa? Gak bisa! Aku gak mau!"
***
Niat hati menerima dan bertunangan dengan Adnan adalah untuk membuat hati sang mantan panas, Indira malah mengalami nasib nahas. Menjelang pernikahan yang tinggal menghitung hari, Adnan malah kedapatan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Di saat yang bersamaan Rada—mantan kekasihnya, datang menawarkan diri untuk menjadi pengganti Adnan. Indira jelas menolak keras karena masih memiliki dendam, tetapi kedua orang tuanya malah mendukung sang mantan.
Apa yang harus Indira lakukan? Lantas, apa yang akan terjadi jika ia dan Rada benar-benar menjadi pasangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deshika Widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumi Tahu?
Indira melangkah ringan memasuki lobi Nuswantara Properti. Mengenakan blouse putih gading dan celana bahan berpotongan lurus, membuat kesan rapi dan profesional-nya semakin terlihat.
"Eh, Princess Nuswantara datang juga," celetuk Rumi sambil melambai dari sisi lain lobi.
Indira mendesis pelan. "Ish, Rum. Apaan, sih? malu tahu!"
Rumi tertawa sambil berjalan mendekat. "Emang salah? Kalau dilihat-lihat kamu tuh emang paling cantik di sini, Dir. Paling pinter pula bikin strategi marketing. Cuma satu aja kurangnya."
Beberapa kerutan muncul di kening Indira. "Hem, jadi masih ada kurangnya? Apa apa?"
"Galak," sahut Rumi yang langsung tergelak.
Indira hanya mendengkus sebal, lalu melangkah bersama sang sahabat menuju lift. Namun, baru beberapa meter berjalan, langkah Rumi tiba-tiba melambat. Matanya melirik cepat ke arah pintu masuk.
"Suamimu tuh ...," bisiknya pelan dengan senyum jahil.
Sontak Indira langsung mencubit lengan Rumi. "Jangan bahas kayak gituan di sini!" balasnya dengan bisik keras.
Rumi cengengesan, tapi tetap menuruti sang sahabat. Mereka lalu masuk ke dalam lift yang hampir tertutup. Sayangnya, kali ini takdir seperti sedang ingin bercanda.
Di luar sana, Rada menahan pintu lift dengan satu tangan hingga kembali terbuka lebar. Tanpa berkata apa-apa, pria itu masuk dan berdiri di sisi depan, membelakangi Rumi dan Indira.
Wanita cantik itu menggigit bibir bawahnya. Kalau bisa, ia ingin sekali berubah jadi angin dan langsung kabur dari tempat ini. Bukannya apa, ia takut sesuatu yang tak diinginkan terjadi jika berdekatan dengan Rada.
Tak sengaja bertengkar, misalnya.
Orang yang tahu mereka belum pernah kenal sebelumnya, tentu akan curiga.
Sementara itu, dengan ekspresi santai tapi mata penuh niat jahil, Rumi tiba-tiba mendorong tubuh Indira pelan dari belakang. Membuat wanita itu kehilangan keseimbangan dan nyaris menubruk punggung Rada, andai saja tak segera memegang lengan pria itu untuk menahan diri.
Rada yang mengetahui sesuatu sedang terjadi pun dengan sigap menahan tubuh Indira agar tidak jatuh. Matanya langsung menoleh bingung.
"Kenapa?" tanyanya dengan satu tangan yang masih menahan pinggang Indira.
Indira hanya menggelengkan kepala gugup. Tangannya menepuk lengan sang suami agar segera melepas pinggangnya. Namun, pria itu malah diam saja.
"Lepas, Rada!" bisik Indira penuh penekanan.
"Gak apa-apa, Dir. Mumpung gak ada yang liat," bisik Rumi dari belakang sambil pura-pura sibuk dengan ponsel di tangannya.
Sontak Rada menatap Indira, seolah meminta klarifikasi atas ucapan Rumi.
Indira memasang senyum lebar dengan paksa hingga seluruh gigi rapinya terlihat. Perlahan bibir wanita cantik itu bergerak, hendak menjelaskan pada suaminya. Namun, lagi-lagi takdir malah mengajak ia bercanda.
Tring!
Pintu lift terbuka sebelum sempat satu kata pun terucap dari bibir Indira. Bahkan, kini pinggangnya masih dirangkul oleh Rada.
Dengan wajah panik, Indira segera menarik tubuhnya, lalu berjalan cepat ke luar lift. Disusul oleh Rumi yang malah terkekeh puas. SebeIum benar-benar meninggalkan lift, wanita itu menatap sejenak pada Rada sembari berbisik, "Aku tahu kamu itu suaminya Dira."
Deg.
Rada mematung seketika. Tubuhnya tak bergerak sama sekali hingga pintu lift tertutup kembali.
"Rumi tahu? Apa itu artinya semua orang juga boleh tahu?"
Jika benar, maka Rada sangat senang. Ia akan mengumumkan pada seluruh penghuni Gedung Nuswantara Properti bahwa ia dan Dira adalah suami-istri.
***
Masuk ke dalam ruangan, artinya Rada harus siap berhadapan dengan layar komputer juga tumpukan kertas sketsa. Seperti sekarang. Beberapa sketsa desain sudah tertata rapi di mejanya, lengkap dengan coretan kecil berisi catatan dan koreksi. Hari ini ia menargetkan untuk menyelesaikan desain final proyek Cluster Alam Raya.
Ya, meski masih ada waktu beberapa hari sebenarnya. Namun, jika bisa selesai lebih cepat, kenapa tidak?
Setelah 2 jam tenggelam dalam pekerjaan, pria itu bersandar di kursi, meregangkan otot-otot bahunya yang sedikit tegang. Ia merasa cukup dengan progresnya hari ini.
Mata Rada terpejam untuk beberapa saat. Namun, satu hal malah muncul secara tiba-tiba dan mengganggu pikirannya.
'Aku belum tanya soal Rumi,' gumamnya dalam hati. Ia sampai lupa saking fokusnya bekerja.
Baiklah. Lebih baik Rada bertanya secara langsung sekarang juga mumpung perkejaannya telah selesai.
Dengan satu gerakan ringan, pria itu bangkit dari kursi. Namun, belum sempat melangkah, suara Rendi terdengar dari arah meja sebelah.
"Mau ke mana, Rad?" tanya pria itu, masih menatap layar monitor sambil sesekali mengetik.
Rada menoleh sebentar. "Biasa," jawabnya singkat.
"Buat kopi?" tanya Rendi lagi yang kini menoleh pada teman barunya.
Rada mengangguk pelan, senyum tipis mengembang di wajahnya.
"Kenapa gak minta dibuatin OB aja? Ribet banget kamu, Rad."
Rada terkekeh pelan sambil memasukkan satu tangan ke saku celana. "Rasanya beda, Ren."
Tanpa memberi penjelasan lebih, pria itu melangkah santai keluar dari ruangan. Akan tetapi, tentu saja tujuannya bukan pantry. Ia justru melangkah ke arah lain, ke ruangan divisi pemasaran tempat sang istri berada.
Tiba di depan pintu yang terbuka sedikit, Rada memicingkan mata, memastikan siapa saja yang ada di dalam sana. Ia tidak ingin kehadirannya menimbulkan kecurigaan siapa pun.
Beruntung, hanya ada Indira dan Rumi di dalam.
Tak menunggu lama, ia langsung masuk begitu saja, membuat Indira menoleh dengan ekspresi terkejut sekaligus panik.
"Rada? Ngapain ke sini, sih?" bisik Indira cepat, sangat bahaya jika sampai ada orang lain yang melihat mereka.
Bukannya menjawab, Rada malah melirik ke arah meja Rumi. "Maaf, bisa keluar sebentar?"
Rumi tercengang. Alisnya naik hampir menyentuh garis rambut. Namun, bukannya protes, ia justru menyeringai jahil sebelum bangkit dari kursinya.
"Wah, kayaknya ada yang butuh quality time, nih," celetuknya lirih sebelum keluar, meninggalkan Rada dan Indira hanya berdua di dalam ruangan.
Indira mendesah panjang. Matanya menatap tajam ke arah sang suami. "Kamu apa-apaan, sih? Ini jam kerja, Rada. Aku sama Rumi lagi kerja!"
Rada menatap sang istri santai. Kedua telapak tangannya terletak di atas meja Indira dengan sedikit tekanan. "Aku cuma mau nanya sesuatu, Sayang."
"Ck! Nanya apa, sih? Emangnya gak bisa nanya di rumah, apa?"
Rada menggeleng perlahan. "Aku harus dapat jawabannya sekarang."
Huft!
Indira menghela napas lelah sembari menjatuhkan bokongnya di atas kursi kerja. "Jadi apa yang mau kamu tanyain? Cepetan! Bentar lagi tim marketing masuk ke sini," desaknya.
"Rumi tahu status kita?" tanya Rada to the point.
Sudah Indira duga jika Rada akan mempertanyakan hal itu.
"Aku gak sengaja."
"Gak sengaja?" ulang Rada, nadanya terdengar tidak percaya.
Wanita itu mengangguk. "Aku beneran terdesak waktu itu, Rad. Tapi, aku percaya Rumi gak akan bocorin status kita ke siapa pun."
Rada terdiam sebentar. Ingatannya coba memutar beberapa kejadian di belakang, tepatnya saat ia sedang memerhatikan Indira di sebuah kafe, lalu tak sengaja Adnan dan Dita datang.
"Oke," ucapnya. Sekarang ia sudah paham.
"Kamu gak marah?" tanya Indira heran.
"Buat apa?" Pria itu balik bertanya disertai seringaian. "Kalau Rumi tahu, bukannya itu menguntungkan buat aku?"
Indira benar-benar tak paham apa maksud ucapan suaminya. Bibir wanita itu bergerak hendak bertanya, tapi urung kala melihat beberapa orang berjalan menuju ke ruangannya.
Seketika itu juga mata Indira membola.
"Gawat! Tim marketing udah datang, Rad!"
mau berpaa kali pun mah gasken kan halal'